Cerita Cinta – Chapter 128. Bawakan Dia Untukku

Chapter 128. Bawakan Dia Untukku

Apakah mungkin saya harus menemani Nonik untuk tidur malam ini. Di sisi lain saya tak ingin hal buruk terjadi, tapi dengan manjanya gadisku satu itu enggan di tinggal sendiri karena merasa tak enak hati karenaku. Dengan memutar otak bagaimana agar ia bisa tidur tanpa saya ada di sampingnya, maka kuputuskan untuk lebih memilih menemaninya sebentar gingga ia terlelap dan meninggalkanya saat alam mimpi itu datang menghampirinya. Pada akirnya naiklah saya satu ranjang bersama Nonik, meninabobokkan dia sungguh pun mudah, hanya dengan pengantar dongeng tentang negri awan, ia pun terlelap di buatnya. Sedangkan saya yang sudah hampir KO karena kantuk teramat sangat, akirnya meninggalkan Nonik sendiri di kamarnya. Maka dengan sangat hati – hati saya beranjak pergi ke kamar sendiri guna melanjutkan acara tidur malam ini yang tersisa enam jam usai esok pagi menyapa.

Namun belum sampai pagi itu menghampiriku, semua kembali di hebohkan karena Nonik yang tengah saya tinggal di kamarnya sendirian kembali menjerit memanggil nama saya kembali. Kala itu pukul tiga pagi. Sumpah gila pusing serta rasa kantuk itu menghajar mata dan kepala ini tiada hentinya. Dengan berisak tangis ku tengok Nonik di kamarnya menunggu kedatanganku. Pastilah ia marah tak jelas karena acara tidur malamnya telah saya kianati dengan kembali tidur di kamar sendiri. Semua yang saya lakukan ini semata demi kebaikan Nonik. Tidak ada ceritanya ada lelaki yang tahan dengan keadaan seperti ini jika di hadapkan satu kamar bersama seorang gadis. Pastilah setan itu akan muncul untuk menggoda niat baik saya semula yang pada akirnya bisa berujuung pada sebuah perbuatan dosa. Cukuplah masa esema yang paling kelam itu saya jalani sekali saja. Dan untuk Nonik, saya tak ingin menodainya sedikitpun.

“bebi kamu jahat !!” isak tangis Nonik pukul tiga pagi kala itu.

“tadi aku kebelakang sebentar trus mampir kamar beb, eh ketiduran di sana” jawabku beralasan.

“aku itu takut beb kalo sendirian malem ini. kamu kok tega ninggalin aku sendirian kaya gini. kamu jahat lah beb . . !!” keluhnya beberapa kali memukul tubuhku.

“yaudah . . yaudah . . yok bobok lagi. Udah hampir subuh ini. ini panas kamu juga udah turun. Moga aja besok pagi baikan yah” ajakku pada Nonik untuk kembali tidur bersama.

“awas sampe ngilang lagi . . .” gugatnya pada saya sambil beranjak tidur.

Saya yang berada di sampingnya hanya bisa menahan kantuk serta diri ini agar tidak melakukan hal yang setan inginkan. Sungguhpun sebagai omes sejati, otak ini ada saja yang tengah di pikirkan. Mulai dari mencoba menggerayangi tubuh Nonik kala ia tidur sampai sesekali mencoba menyentuh buah dada itu semua sempat terbesit di otak ini. Namun usai pergulatan batin tersebut, pada akirnya saya sukses besar. Pasalnya rasa kantuk itu telah menyerang hebat mata ini hingga tidur di buatnya. maka malam yang sudah tak panjang lagi ini pun benar – benar saya habiskan bersama Nonik di sampingnya tanpa melakukan hal negative sedikitpun.

Kiranya pagi sudah menyapa, mentari yang berdiri sejajar dengan lutut kaki tengah menembus jendela kamar pagi itu. Mungkin pukul delapan, pikirku dalam hati. Masih bergelut dengan kantuk, saya lebih memilih untuk terus tidur memeluk sesuatu yang tak pasti. Entah itu Nonik atau guling yang rasanya memang empuk seperti Nonik. Hanya saja usai saya bangun dari semua ketidak sadaran itu, kudapati Nonik sudah tak ada di ranjang bersamaku lagi. Entah kemana ia pagi ini, saya tak tau. Dengan sempoyongan, saya bangkit dari ranjang. Mencari dimana sosok Nonik berada. Hingga akirnya kudapati ia tengah di dapur membuat dua cangkir minuman hangat serta roti bakar untuk kami berdua. Dengan mesranya saya peluk ia dari belakang. Kulingkarkan tangan nakalku menyusuri pinggang ramping milik Nonik sambil berucap selamat pagi untukknya.

“pagi bebi sayang . .” sapaku mesra sambil menyandarkan kepala di bahunya.

“loh udah bangun beb. Ini aku buatin sarapan . .” jawabnya halus sambil mengaduk minuman.

“kok kamu udah bangun duluan beb, bangun jam berapa tadi. Trus sakit kamu gimana, udah mendingan ??”

“dah sembuh kok beb, gaenak lama – lama tidur di kasur. Malah tambah pusing. Jadi tadi jam tuju aku udah bangun duluan”

“owh, kirain pergi kemana. Hehehe . . kamu tar hari ini acaranya mau ngapain beb, di kontrakan aja apa balik ke kosan ??”

“anterin aku ke kosan jam sepuluh nanti ya. Aku di cariin Yesika, soalnya kuci kamar dia aku bawa”

“abis itu balik lagi ke sini ??”

“ya mungkin agak sorean aja beb, ato gak ya malem gitu”

“oh . . yaudah deh. Pokok jangan sampe kecapean yah !”

Sisa pagi itu kuhabiskan bersama Nonik di kontrakan dengan sarapan yang telah di buatnya. Hingga tanpa terasa saya harus mengantarnya kembali ke kosan pukul sepuluh saat itu. Di rasa urusan dengan Nonik selesai, pastilah kontrakan sepi tak seramai bersama Nonik seperti tadi. Maka perasaan enggan balik ke kontrakan membuat saya lebih memilih keluar sekiranya mencari udara segar atau pergi ke tempat seseorang yang mungkin bisa saya kunjungi. Teringat akan seseorang yang telah bertunangan di sana, rasa penasaran ini tiba – tiba saja muncul. Ingin tau bagaimana tempat tinggal Nabila saat ini. Apakah ia tinggal bersama dengan tunangannya saya pun juga tak tau. Jadilah acara pagi itu saya banting haluan untuk pergi ke tempat Nabila dengan mentelfonnya terlebih dahulu.

“hallo, Bila . . .” sapaku pada Nabila di seberang telfon.

“iya Kha, ada apa ?? tumben nelfon ??” jawabnya kembali dengan sebuah pertanyaan.

“ini aku lagi di jalan di daerah jalan Ijen, katanya kontrakan kamu daerah situ. Aku bisa mampir ??” tegasku to the point padanya.

“oh kamu mau mampir, yaudah sini aja. Kontrakanku nomer xx rumah warna coklat pagar merah. Kalo udah sampe depan sms aja ya” jawabnya terdengar gembira dari speaker telfon.

“okey, on the way !” balasku sambil menutup telfon untuknya.

Tak sulit mencari kontrakan Nabila di daerah ijen. Deretan rumah mewah yang berjejeran di sepanjang jalan ini amatlah mudah untuk di temui. Dengan arsitekstur maha karya orang kelas atas punya, kini jadilah ia seperti Jovanda versi dua. Usai depan kontrakan Nabila, berpesanlah saya padanya bahwasanya diri ini sudah sampi di depan.

“sini Kha masuk, motornya taroh dalem aja” sapa Nabila sambil membukakan gerbang dan menunjuk tempat parkir untuk motor saya.

“di sini kamu ama sapa aja bil, Fany gak lagi sama kamu ??” tanyaku usai mematikan motor sambil mendekat ke arah Nabila.

“dua hari kemaren dia tidur sini sama Stevy, aku suruh ngajakin kamu katanya gak mau ganggu kamu ama cewemu” tuturnya terdengar sedikit ketus sambil masuk ke dalam rumah.

“yah santai aja lagi kalo sama Nonik, dia bisa ngerti kok kalo aku lagi sibuk sama temen – temenku” dudukku di kursi sofa super empuk, seempuk dada Nabila yang pernah saya tiduri.

“aku sih mikirnya juga sungkan Kha buat ngajakin kamu kalo kamunya lgi sibuk sama Nonik. Secara kamu tau ndiri Fany ga terlalu cocok sama Nonik”

“trus cocoknya sama siapa, kamu ?? bisa di bogem aku sama tunanganmu kalo jalan sama kamu”

“udah deh Rakha kamu jangan mincing di sini. Oiya, aku buatin minuman dulu ya. Kamu tungguin bentar di sini”

Sesaat Nabila pergi meninggalkan saya di ruang tamu beserta isi rumah yang bisa di bilang cukup mewah. Bagaimana tidak, kawasan perumahan ijen memang terkenal dengan arsitektur yang indah serta bernuansa klasik ala zaman penjajahan belanda. Jadilah rumah itu terlihat mewah serta manawan adanya. Saat Nabila sibuk membuat minuman untuk saya di belakang, kulihat beberapa foto yang menghiasi dinding rumah itu Nampak menggambarkan kehidupan Nabila selama di Austria. Foto bersama orang – orang terdekatnya serta ayah yang selama dua tahun menemaninya di sana. Dari wajahnya saja saya tau bagaimana tampannya paras wajah ayah Nabila yang bisa di bilang mirip Rano Karno artis di era tahun delapan puluhan. Maka tak heran jika ayah setampan itu bisa mempunyai anak secantik Nabila. Dan satu lagi foto yang rasanya cukup membuat hati saya mendidih di buatnya. Sebab saya dapati ia tengah berfoto dengan seorang lelaki sebaya dengan saya berparas wajah kalem. Tak seperti saya yang abstrak ini. Belum usai rasa cemburu itu melanda hati saya, diri ini di kagetkan oleh Nabila yang datang secara tiba – tiba dari arah belakang sambil menenteng jus jambu merah kesukaan saya.

“hayoooo lo . . . liatin apa !! ini minum buat kamu Kha” kaget Nabila di belakangku.

“eh kamu . . enggak, ni lagi liat – liat aja foto kamu di Austria sana. Btw yang ini papah kamu ??” tanyaku sambil menunjuk salah satu foto.

“iya ini foto sama papah waktu mau ngadain meeting bareng perusahaan laen” tutur Nabila sambil meneguk jus jambu yang sama di tangannya.

“ga heran sih, . . papah kamu emang cakep ya orangnya” kagumku masih memandang foto itu dalam – dalam.

“heran kenapa, kaget punya anak jelek kaya gini. kamu ini kalo ngejek mesti halus banget ga berubah dari dulu”

“iya bil, aku emang ga pernah berubah kok. Aku pengen tetep jadi diriku sendiri sama seperti yang di kenal orang – orang di sekitarku” jawabku sambil lalu meninggalkannya pergi kembali ke kursi sofa.

“eh Kha, minggu ini kamu senggang gak di kampus ??” tanya Nabila tiba – tiba membuka sebuah topik pembicaraan baru.

“kalo gak ketemu dosen ya senggang Bil, dapa emang ??”

“ini aku mo ngajakin liburan di pulau sempu bagian Malang selatan”

“ama siapa aja, cuma kita berdua ??” pikirku mesum seperti biasa.

“ya gak lah, kamu ini. rencana ya Fany, Doni ama Stevy jugak. Bawa jep dari sini tar nginep sana semalem. Besoknya pulang”

“semacem champing gitu bawa tenda, jadi cuma kita berlima nih ??”

“iya kita champing, dah lama kita ga liburan Kha. Tar ajak aja Nonik ga papa kalo dia mau. Kamu bisa kan ??”

“ya aku sih banyak bisanya, cuman kalo Nonik ga tau Bil. Tar kalo dia jadi ikut kamu jelous aja di sana”

“udah deh jangan bahas itu lagi, yang penting kamu bisa ikut ya”

“oke deh aku usahain ya Bil. Oiya, btw aku boleh tanya sesuatu lagi ??”

“awas Kha kalo sampe ga bisa, iya tanya apa ??”

“itu foto kamu yang lagi sama cowok di atas jembatan itu tunangan kamu ??”

“oh yang itu, . . . iya, itu cowokku”

“sekarang dia di mana ?? gak satu rumah sama kamu ??”

“ya gak lah, kan belom nikah Kha. Masa mau idup serumah, ya ogah akunya. Dia lagi di Jakarta ngurusin prusahaan bokapnya di sana”

“dia seumuran kita ?? atau lebih tua dari kamu ??”

“dua taon lebih tua dari aku sih. Cuman kadang dia itu kaya anak kecil ga dewasa gitu Kha . . “

“oh ya, berarti seumuranku dong ?? kan aku sama kamu selisih dua taon”

“iya juga sih, aku sampe ga nyadar. Tapi rasanya ya tetep aja dia itu kaya anak kecil Kha kadang. Suka ngambeg ga jelas gitu”

“hahahaha . . tau gitu masih aja di pacarin”

“namanya juga pilihan, mau ga mau ya musti di jalanin dulu lah. Lha kamu gimana sama Nonik ?? lancar aja kan ??”

Mendengar pertanyaan itu pastilah tak mungkin jika saya berucap bahwasanya semalam kami usai tidur bersama karena acara sakit yang di buat Nonik. Maka dengan kalemnya saya mencoba menjawab pertanyaan Nabila sesimple mungkin.

“ya alhamdulilah lancar, kemaren sempet ke Sidoarjo dua hari nganterin dia di rumah pas lagi ada perlu”

“ke Sidoarjo ?? kalo dua hari berarti nginep dong ??”

“ya gitu deh kabarnya. Sempet gugup juga waktu di tanyain macem – macem sama bapaknya bikin speechless. Tapi sebenernya aku ga suka Bil cara dia ngajakin aku ke rumahnya kaya gitu. Seolah aku kaya di jebak aja dalam situasi kemaren”

“di jebak gimana ?? kan bagus toh kamu bisa deket sama ortunya Nonik. Ga nyangka ya kamu udah jauh gitu sama Nonik”

“ya ga suka aja, kan aku jadinya nginep di sana tuh. Nah pas malemnya sempet di ajakin nyari makan bareng trus di tanyain macem – macem ama bapaknya. Kan secara aku belom siap Bil buat pertanyaan yang sifatnya dalem gitu. Ini cuman pacaran, tapi bahasnya sampe buat satu dua taon kedepan”

“lah kan bagus Kha sebenernya kalo bisa bahas buat masa depan. Tapi kayanya kamu ga punya plaining panjang ya buat Nonik. Lha kamunya serius apa gak sih ama Nonik sebenernya ??”

“ya serius Bil, aku cuman pingin smuanya ngalir gitu aja sampai pada waktunya. Sama seperti waktu yang kamu bilang biar mengalir seperti air. Aku pingin jalanin hubungan seperti itu. Emang susah nyari pendamping yang sepemikiran ama kita”

“ya di jalanin aja dulu Kha, sapa tau kamu bisa terbiasa ama Nonik. Ya kan . .”

“kalo terbiasa sih udah terbiasa Bil, aku juga udah bisa mulai sayang ama dia meskipun ga besar. Cuman tetep aja, aku ngrasa ada yang kurang sama hubunganku ini”

“emang apa yang kamu cari selama ini ??”

“ga taulah . . . aku juga bingung Bil . . .”

Sesaat kami terdiam atas jawabanku yang tak mengakiri pembicaraan. Semuanya terasa seperti mengambang di awang – awang. Tak jelas kemana arahnya, tak tentu apa yang tengah saya pikirkan dan apa yang saya cari. Hanya saja, apa yang ada dalam hubungan saya dengan Nonik rasanya ada yang kurang tak sama seperti masa jalan bersama Jovanda atau bahkan Nabila.

Usai dari rumah Nabila, beranjaklah saya kembali ke kontrakan guna menjalani sisa hari yang rasanya sudah saya rindukan tanpa Nonik karenanya. Hingga malam itu benar – benar tiba, datanglah Nonik ke kontrakan sesuai yang telah ia katakan tadi pagi. Maka pembicaraan saya dengan Nabila perihal ajakannya untuk liburan akan saya rundingkan bersama nonik terlbih dulu agar semua tak terjadi salah faham.

“beb, . . sini deh duduk bentar sebelahku, aku pingin ngomong sesuatu nih” pintaku pada Nonik untuk duduk di sebelahku.

“da apa beb ??” tujunya ke arahku sambil membawa teh hangat di tangannya.

“ini, . . kan tadi aku mampir kontrakan Nabila tuh. Nah aku di ajakin sama dia buat liburan di sempu dua harian gitu katanya. Lha ini kamu mau ikut gak ?? soalnya tadi dia minta buat ngajak kamu sekalian beb” jelasku pada Nonik perihal ajakan Nabila.

“kok kamu ga bilang sih kalo maen ke kontrakan Nabila tadi, kalian abis ngapain coba di sana ?!!” tuduh Nonik menahan cemburu serta jengkelnya.

“duh . . kok malah itu sih yang di permasalahain. Aku cuma ngobrol doang tadi bahas maslah liburan buat minggudepan. Nah ini kamu mau ikut ndak ?? di ajakin Nabila tuh, ehm . . ehm !!!” godaku pada dara manisk satu ini.

“beneran cuma ngobrol doang ?? awas aja sampe aneh – aneh lagi. Serius dia ngajakin aku ?? bo’ongan doang kamu nii. Akal – akalan kamu aja kan biar aku mau ikut, ngaku gak . .!!” tunjuknya padaku dengan tatapan sinis.

“lah sumpah, dia yang ngajakin kamu. Tanya aja noh si Bila kalo ga percaya. Ini bocah penyakit dari dulu ga sembuh – sembuh juga. Ga percayaan amat ama calon imam sendiri” keluhku beralih pada remote Tv.

“hehehe . . gak, gak sayangku. Gitu aja ngambeg. Emang rencana berapa hari di sana ?? ama sapa aja ??”

“kata dia sih ama Fany, Doni, Stevy bawa jep dari sini. Berangkat pagi pulang besok sorenya gitu. Gimana ?? mo ikut ??”

“duh aku rada canggung kalo buat maen ama mereka beb, gimana ya ?? apa aku ndak ikut aja ya ??”

“aseeeeek . . . bisa tidur ama Nabila kalo gitu ntar” bisikku lirih sambil melihat Tv.

“APA ?? KAMU BILANG APA TADI ?? TIDUR AMA BILA ??? IIIIIHHHHHH, INI DASAR IDUNG BELANG KERJAANNYA BIKIN JELOUS AJA SIH !!! GAK BOLEH !!! AKU KUDU IKUT KALO GITU !!!! TITIK !!!!!”

“wkwkwkwkwkwk . . itu kuping kalo denger yang begituan peka banget sih dasar !!!! haahahahaha” tawaku terbahak bahak di sebelah Nonik.

Mengajak Nonik liburan jika ada Nabila, itu bukan hal yang susah. Hanya dengan mengiming – imingi perbuatan saya bersama Nabila, pastilah dia cemburu di buatnya. Maka sudah di pustuskan, untuk acara liburan di pulau sempu minggu depan, Nonik akan ikut bersama saya guna mengawasi diri ini agar tak nakal karenanya. Saya, tak masalah jika Nonik harus ikut. Toh semua ini Nabila yang pinta. Terlebih lagi saya juga tak mau jika harus pisah dari Nonik. Jadilah liburan minggu depan akan saya bayangkan bagaimana kisahnya jika dalam satu hari harus di hadapkan oleh pertandingan DELTRAS vs PERSIB. Penasaran dengan score yang akan di cetak olah kedua kubu tersebut, tetap lah duduk manis sambil menanti kelanjutannya . . .

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS