Cerita Cinta – Chapter 31. Toak Pak No

Chapter 31. Toak Pak No

 

Standar itu pun saya sandarkan di atas trotoar depan Stasiun kerata Tulungagung, ya, saya sudah sampai dalam 10 menit cepatnya bersama Nabila. Dengan bergegas kami pun segera memesan tiket yang akan membawa saya pergi ke Jakarta untuk pertama kalinya. Perasaan bangga itu ada, sedih pun pasti juga. Pasalnya banyak waktu yang sangat sulit untuk saya bagi barsama orang yang saya sayangi. Keluarga, sahabat, dan kekasaih ternyata memerlukan waktu yang tidak singkat untuk bisa berbagi rasa canda dan tawa bersama mereka.

“Kha, ini tiket kamu” Nabila menyodorkan tiket pesanan saya.

“Kha !! ini tiket kamu, woy !!” bentak Nabila kedua kalinya.

“eh, apa, apa, mana tiketnya” kegetku terpecah dari lamunan.

“nglamun aja di tempat umum begini, di sambet wewe tau rasa loh” ujar Bila menceramahiku.

“udah, udah, bruan pergi yuk. Nyari toak deket alun – alun kota jam segini seger Bil” ajakku sambil pergi mendahului Nabila.

“apaan tuh, hoax ?? semacem gossip yg bikin seger gitu ya Kha ??” ujar Bila penuh dengan kebodohannya.

“bukan hoax peleeeeee, tapi TOAK, pake TE bukan HA, oke !!” jalasku kaku pada Nabila kenceng.

“owh, ywdah cabut aja ayok” naiklah itu itu bokong semok ke atas jok motor yang siap di goyang.

Sekitar pukul 03.00 PM sampailah saya di alun – alun kota, dengan tujuan
semula maka saya hampiri itu pedagang toak langganan sejak saya esema. Dengan raut muka bermandikan keringat, di tutupi oleh topi tua dan umur 60an yang terus tergerus masa, saya hampiri itu pak Seno.

“Pak no, !!!” sapaku penuh rindu dan semangat menepuk pundak pak Seno.

“Lhoh le, muleh to soko Malang” sahut Pak no dengan logat jawa yg kental.
Quote:
“lhoh nak, pulang dari Malang ya”
”nggih pak, sampun mlebet wancine libur smester pertama niki, pak toak kalih nggih” pesanku 2 gelas toak pada Pak no.
Quote:
“iya pak, sudah masuk waktunya liburan ini, pak pesan toak dua ya”
“sing siji sopo to Kha ??” Pak no terlihat kebingungan.
Quote:
“yang satu siapa Kha ??”
“niki pak kaleh rencang kula saking Bandung Jabar, hehe” jelasku sambil memperkenalkan Nabila.
Quote:
“ini pak, sama temanku dari Bandung Jabar, hehe”
“Nabila pak dhe” ya, hanya salam itu yang bisa Bila ucap.

“weeeh, genda’ane Rakha to dek. Kok adoh men omah e saman” tepuk Pak no di pundak Nabila sambil memberikan segelas toak padanya.
Quote:
“wiiih, pacarnya Rakha ya dek, kok jauh banget rumahmu”
“oh inggih pak, inggih, hehehe” Nabila kalah vocab dengan Pak no.
Quote:
“iya pak,iya, hehehe”
“heleh sanes pak, namung rencang niki, mboten genda’an rumien” sahutku menjelaskan.
Quote:
“halah bukan pak, cuma temen ini. gak pacaran dulu”
“dek, tak tinggal ning seberang tuku rokok, jagakno daganganku dilut ae yho” pamit Pak no memebeli rokok.
Quote:
“dek, aku tinggal beli rokok di seberang, jagain daganganku sebentar aj yha”
Maka dengan segala pertanyaan yang sudah teruneg – uneg di otak Nabila, ia bertanya padaku apa yang sedari tadi saya bicarakan dengan Pak no. Maklum ia tak mengerti, sebab masih newbe dalam berbahasa jawa. Belum lagi jika saya sudah menggunakan bahasa Krama Inggil, maka dengan nada muka bete, Nabila hanya bisa menjawab “Inggih, mboten – inggih, mboten” sebab hanya itu yang ia tau.

“lo ama pedagang toak ginian kok bisa akrab sih Kha ??” Tanya Bila keheranan.

“Yha bisa lah, beliau itu ramah, udah tua lagi. Jadi orang – orang kaya gini nih yg perlu di perhatiin bil” jelasku.

“hmmmmm, iya juga sih ya, gw ga mikir sejauh itu, hehehe” ia mencoba mengerti tentang perkataan saya.

“kalo di jakarta hal kaya gini jarang banget di temuin, anak mudanya lebih seneng begaul ama ababil – ababil sejenisnya. Jadi orang pinggiran kaya Pak no gitu uda ga di anggep ada lagi” dengan menyedot segelas toak di tanggannya ia bercerita.

“yah, itu Jakarta Bil, ini Tulungagung, makanya gw tar ogah punya bini orang sana, hahahaha” tawaku di sela canda.

“uhuk, kok gitu Kha ??” Nabila tersedak oleh minuman di tangannya.

“ya kan kata lo tadi orang sana pada gitu semua, ya jadi gw ogah” jawabku sambil meneguk toak.

“ga semuanya kale, masih ada yg baek kok kaya gw nii, week” sungguh lidah yang terjulur itu makin membuat wajahnya terlihat manis, hampir membuat toak yang saya teguk menjadi dua kali lebih manis rasanya.

“oiya bil, btw bokap lo masih sering keluar negri ngurusin itu perusahaannya ya ??” tanyaku enteng pada Nabila.

“he’em, seminggu yang lalu mbok sms kalo bokap lg kluar negri. Kenapa mang ??” Tanya Bila sedikit heran.

“kan bokap lo wapresdirnya perusahaan tuh, jadi dari segi ekonomi kan lo pasti di kategoriin kelas mampu tuh, kenapa lo balik ke Jakarta lebih milih naek kreta bareng gw Bil??”

“ng . . . . anu . . . . itu, eh . . .” terlihat kepanikan melanda wajah itu.

“ya gw pengen bareng aja Kha, masa gw naek pesawat dari atas trus lo ama step nae kreta dari bawah, kan ga sopan kan ya, hahahahahaha” tawa itu berhasil menyembunyikan kepanikannya.

“ga logis . . . .” pandangku sinis mengintimidasi Nabila.

“lah, emang gitu kok, gw pengen bareng – bareng aja, ih Rakha ngliatinnya jangan gitu doooong !” ia mencoba menyudahiku.

“yakin itu alesannya . . . .??” mata ini semakin membunuh karakter itu.

“ini rakha apaan sih, udah ah jangan nanya yang iya iya kenapa !!” seraya ia berdiri meninggalkanku menuju arah motor di parkir.

Tak lama Pak no pun datang dengan asap rokoknya yang berkemedul di sekitar wajahnya, menyapaku dengan penuh keheranan akan sebab kepergian Nabila.

“loh kui nyapo genda’ane saman kok ngaleh ning motor ki” Tanya Pak no sambil menghisap rokok.
Quote:
“lah itu kenapa pacarmu kok pergi ke tempat motor segala”
“halah duko niku pak, tiang mbuh og” jelasku sambil memberi uang duapuluh ribuan pada Pak no.
Quote:
“halah ga tau itu pak, orang ga jelas kok”
“kok akeh men duit’e, muk petang ewu lo Kha, mbok kiro daganganku mundak ta pie ??” ujar panko sibuk mencari kembalian.
Quote:
kok banyak banget Kha uangnya, cuma empat ribu loh Kha, kamu kira daganganku naik harga pa gimana ??”
“pun saman beto mawon niku pak yotrone, itung – itung damel sangu” jawabku sambil pergi meninggalkan Pak no.
Quote:
“udah bapak bawa aja itu uangnya, itung – itung untuk uang saku”
“suwun lo Rak !!!!” teriak Pak no dari arah kejauhan.
Quote:
makasih ya Rak”
Sore itu sudah pukul setengah lima sore, segara saya bergegas pulang sebelum magrib tiba. Maka saya ajak itu satu gadis untuk mengikuti kemana saya pergi.

“pulang nggak . . .” saya mencoba menawari Bila yang kala itu tengah ngambeg gara – gara sikap saya tadi.

“Bodooooo, . .” loncat itu gadis dari atas jok motor.

“kemaren di sini barusan ada kasus penculikan loh Bil” kataku sambil menyalakan motor.

“eh . . . .” respon itu Nabila termakan bualan saya.

“kalo ga mau pulang, palingan besok radar Tulungagung bakalan rame” kataku sambil mengenakan helm dan bersiap tancap gas.

“eh,. . . . eh, . . . tungguuuuuuuuuuuuuuuuuu !!!!” teriak bila dari balik sepion.

“tega banget ninggalin gw ndrian disini, mank bner kmaren di sni ada kasus penculikan !??” ngondek Nabila dengan mengenakan helm dan bersiap naik ke atas motor.

“iya Bil, ada anak kecil di culik ama orang tuanya ndiri karena anaknya ga mau pulang, hwakakakaka !!!” tawaku keras dengan tancap gas.

“aseeeeeeeeem, lo kibulin gw !!!!!!!” teriak Nabila di atas gas yang saya pacu.

Sore itu saya pun pulang dengan perasaan senang sebab bisa sedikit mengerjai Nabila hari ini, meski tak seperti yang di lakukan Bila karna saya kalah telak di buatnya tadi pagi, setidaknya rasa itu cukup sekiranya untuk mengobati.

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS