Cerita Cinta – Chapter 58. Aku tak mau kehilanganmu

Chapter 58. Aku tak mau kehilanganmu

Di semester dua ini boleh saya beritaukan sedikit bahwasanya kini mahasiswa sosiologi yang telah beranjak dari semester satu, memiliki kebebasan dalam memilih matakulaih serta kelas dengan jam yang berbeda – beda. Maka tentunya dengan adanya sistem seperti ini banyak mahasiswa yang kini tak lagi satu kelas dengan teman – temanya di beberapa mata kuliah yang berbeda. Maka siang itu yang awalnya panas, kini berubah menjadi mendung. Pertanda hujan akan turun, maka saya lebih asyik menanti sang air turun sambil nongkrong di kantin bersama anak – anak dengan sesekali menyedot capucino hangat. Tentu ini gaya anak kuliahan yang hingga saat ini masih terus berlanjut.

Tengah asyik menatap langit yang kala itu hujan mulai turun satu persatu tiba – tiba saja Jovanda datang di tengah keramaian kantin bersama beberapa teman – teman saya satu kelas yang kala itu tengah usai perkuliahannya. Dengan perasaan binguung karena kedatangan Jovanda maka saya duduk di sebelah pintu keluar agar mendapat posisi paling ujung dan bisa berdua dengan dia. Untuk saat ini saya rasa tak apa, sebab pastinya bakal bnyak mahasiswa yang tak banyak berkeliaran karena tertahan hujan. Berdua lah diri ini di tepi pintu keluar dengan berteman beberapa teman saya.

“da apa yank, tumben banget mau nyamperin gini, ini lagi rame lho” tanyaku sedikit takut tapi kusembunyikan perasaan gembira itu.

“ng . . gak papa sih, pengen ketemu kamu aja kok yank” dengan lembut ia berucap seperti biasanya.

“kalo ketauan anak – anak yang laen gimana coba” masih lirik kanan kiri saya mencoba memastikan.

“ya biar aja tau yank mw kemana arah hubungan kita” mata itu hanyut dalam rintik hujan yang perlahan membawa pelan hatinya pergi.

“owh gitu, jadi dah siap go publik nih. Oke, q juga udah siap kok. Hehehe”

Sama sekali tak ada firasat apapun saat itu akan apa yang terjadi pada saya atau kami. Masih berlokasi di kantin entah apa yang membuat satu persatu teman saya pergi meninggalkan saya di kantin itu sendirian berdua dengan Jovanda. Maka jelaslah di kantin itu hanya ada saya dan Jovanda sebagai pelanggannya. Rasa was was ini tentunya semakin naik menjadi gelisah jika seseorang mengetahui bahwa saya tengah berduaan dengan Joavanda. Maka seseorang yang saya takutkan itu sebenarnya tidak lain tidak bukan adalah Nabila.

“yank, aku pengen ngomong sesuatu ke kamu . . .” dengan memulai pembicaraan terlebih dahulu Jovanda berkata.

“oh iya yank apa, ngmong aja” jawabku dengan santainya.

“aku bingung sama hubungan kita yank . .” lagi lagi mata itu kosong entah kemana perginya.

“bingung gimana yank maksudnya, aku juga makin bingung sama maksud kamu” di buat penasaran saja diri ini.

“ya hubungan kita ntar mau di bawa kemana, apa kamu yakin bakal bisa bersanding terus sama aku . .” ia terasa ragu akan segala ucapan yang dulu pernah saya ucapkan untuk menguatkannya.

“ya kan udah pernah kita bahas yank, klo lulus nanti insyaAllah aku bkal ngadep papah kamu” dengan singkatnya saya mengingatkan itu Jovanda.

“ya iku inget klo hal itu, cuman aku ga yakin yank kalo kita bakal bisa bakal lanjut lagi . .” dengan bernada rendah ia mulai ragu kehilangan arah.

“bentar bentar, kamu ini kenapa lagi yank kok jadi aneh gini ??” dengan perasaan heran saya tanya itu Jovanda.

“aku mulai ragu sama hubungan kita, aku udah putus asa buat nerusin ini semua !” ia mulai berbicara dengan sedikit keras.

“loh masalahnya apa ?? kok tiba – tiba kamu ngmong kya gitu. Bukannya sjauh ini kita gada masalah apa – apa sih yank ??” masih dengan perasaan tidak percaya saya coba pastikan itu perkataan Jovanda.

“aku dah males nglanjutin hubungan ini sama kamu, aku ngrasa lebih yakin sama seseorang yang udah aku tinggalin !!”

Perkataan itu teramat sangat menusuk relung hati, amarah ini bergejolak hingga ke ubun – ubun jadinya. Tangan ini geram serasa ingin membanting meja. Namun sabar, saya masih bisa tahan amarah itu. Saya tak ingin membentak yang membuat dia semakin enggan dengan saya. Sungguhpun saya merasa aneh dengan ini Jovanda yang sesekali berubah jadi romantis, kemudian berubah menjadi jutek akir – akir ini. semenjak kejadian hujan di caffe beberapa hari yang lalu saya jelas merasakannya. Padahal sebelumnya hubungan ini terasa baik – baik saja dan bahkan kami sebenarnya sempat membahas acara tunangan jika sudah lulus nanti. Tapi apa ?? kini yang terjadi justru ia tengah teringat mantannya. Lelaki mana yang tak marah dengan kondisi seperti ini. dengan hati yang terbakar teramat sangat perih, saya tanya itu mau dia sekarang apa.

“kamu mikirin Derry sekarang ??” tanyaku masih mencoba menahan amarah.

“ng . . . .” dia hanya terdiam dan sesekali melepaskan pandangannya dari tatapan mata saya.

“kalo iya bilang aja, kita bicarain ini baek – baek, pasti ada solusinya” dengan berusaha tenang saya tanya itu pada Jovanda.

“aku nyesel udah ninggalin Derry, aku masih sayang sama dia . . .”

Hujan saat itu memang tengah turun lebat, namun taukah sodara bahwa bukan hanya halilintar di langit yang tengah getolnya menyambar awan di sana sini, tapi hati ini rasanya juga seperti tersambar petir saat itu. Saya hanya bisa menutup mata meraasakan pedihnya ucapan Jovanda yang teramat sangat menusuk perasaan saya. Entah reaksi apa yang ini saya rasakan sepertinya untuk sekedar menghirup nafas saja terasa amat berat. Dada ini terasa penuh dengan segala rasa sakit yang tak terbendung lagi. Mata ini terlihat berkaca ingin meramaikan suasana hujan juga saat itu. Namun sebagai lelaki saya ingin terlihat tegar di depan jovanda walau sodara tau ini teramat sangat perih untuk saya rasakan sendiri.

“yaudah klo kamu masih sayang sama Deri, aku bisa kasih kamu waktu buat nenangin diri. Mungkin pikiran kamu bisa berubah, dan aku bisa tunggu itu. Jangan buru – buru buat ambil keputusan sebab aku ga akan beri kesempatan dua kali kalo kamu udah salah gunainnya” itu kata – kata terakir yang bisa saya ucap sebelum diri ini kehilangan sosoknya untuk sementara.

Tengah pikiran ini terasa sangat berkecamuk, saya hanya bisa menatap langit mendung dengan rintik hujan yang mulai tengah berhenti. Masih mata ini menatap kedapan dengan pandangan kosong saya memperhatikan seseorang. Lambat laun seseorang yang saya perhatikan itu semakin dekat dan kian mendekat. Kerena pikiran ini masih terbayang tentang hubungan yang sudah tak jelas arah tujuannya, maka maklum adanya jika respon saya sangat lambat untuk menyadari sosok seseorang tersebut yang kini bermuka merah padam seperti orang yang sedang marah besar. Maka setelah alam bawah sadar ini menyadari bahwa yang berdiri di depan saya, adalah sosok Nabila dengan mata berkaca – kaca seolah ingin menghabisi saya saat itu.

Tuhan, mengapa engkau takdirkan hari ini berjalan begitu berat adanya. Satu masalah belum usai saya selesaikan kenapa harus bertemu dengan Nabila adanya. Maka hal yang paling saya takutkan pun terjadi, ya, mulai diri sini kita akan berbicara tentang masalah yang tak kunjung – kunjung selesai hingga pertengahan semester tiga.

Created BY : rakhaprilio KASKUS