Cerita Cinta – Chapter 70. Cuman, aku ga bisa Nolak

Chapter 70. Cuman, aku ga bisa Nolak

“Rakha udah tidur belom ??
aku pingin telfon sebentar . . .”

Sender : Jovanda Salsabila Putri
Di atas adalah pesan singkat dari Jovanda, putri orang nomor satu di FISIP. Seseorang yang dulu pernah mengisi hari – hari saya dengan indah dan sempat berubah menjadi kelabu. setelah sekian lama hati ini tertidur dalam sepi dan sudah lelah untuk menunggu, cahaya harapan itu datang melalui sepucuk pesan singkat yang ia kirimkan di hape saya. Dengan sedikit tidak percaya, saya coba buka mata ini lebar – lebar memastikan bahwa ini benar pesan dari Jovanda. setelah mengiyakan ia untuk telfon di tengah malam itu melalui pesan singkat, maka dalam hitungan detik hape ini berdering mesra pertanda Jovanda tengah memanggil saya lewat telefon.

“iya Jo, ada apa, tumben ??” dengan sedikit gaguk saya berbicara terbata – bata dengan hati teramat sangat gembira.

“aku ngrasa aneh Kha setelah pulang dari rumah pak ustad tadi” keluhnya dengan lembut membelai hati.

“aneh gimana ya Jo, aku masih belom faham” sungguh itu saya masih belum mengerti tentang apa yang di bingungkan Jovanda.

“jujur aku sekarang lebih ngrasa damai, cuman rasanya atiku kaya terus manggil nama kamu. Aku pengen ketemu kamu. Tapi ini kan udah tengah malam kan ya, jadi nda mungkin aku buat keluar rumah. Makanya aku telfon kamu, maaf ya ngrepotin malam – malam gini Kha . .” dengan rendah hati bibir itu berucap maaf.

“kok malah nyariin aku kenapa Jo, lha Deri kemana ??” tanyaku sengaja membahas Deri agar mengetahui keadaan hubungan mereka saat ini.

“aku barusan berantem hebat sama Deri, ga tau kenapa aku muak sama dia. Tadi sempet ngajak putus cuman dia belum mau. Mungkin besok sebelum berangkat praktikum sos pariwisata aku bakal ngomong ke dia secara langsung. Aku juga ndak tau Kha kenapa rasanya aku pingin nyariin kamu terus, aku kangen kamu Kha, aku kangen banget sama kamu . . .” dapat saya rasakan suara tangis itu sesenggukan mengiringi kata rindunya untuk saya.

“aku juga kangen banget sama kamu Jo, . . .kangen banget” hanya itu yang bisa saya ucap sebab air mata ini tanpa terasa menetes karena haru bercampur rasa rindu.

“Rakha jangan nangis, kamu buat aku ngerasa bersalah atas semua ini . .” masih terbata – bata karena tangis yang mengiringinya bicara, ia bertutur padaku.

“aku ga nangis kok, masa mantannya Jovanda cengeng sih ??” dengan beratnya hati ini untuk berpura – pura tegar di balik layar telfon sambil menahan rasa tangis teramat sangat.

“aku nyesel uda ninggalin kamu Kha, aku bingung sekarang harus gimana. Aku ga mau di cap plin – plan sama orang lain tapi aku ga bisa mungkir kalo aku sebenernya masih . . .”

Tuuuuuuuuuuuut . . .

Dan hape saya . . .

Mati . . .

Ya, hape itu mati di tengah kata – kata Jovanda yang belum selesai saya dengar. Dengan menyesal harus saya relakan pembicaraan ini terpotong karena hape yang tanpa saya sadari ternyata baterainya sudah lowbat sejak tadi magrib. Entah dia masih apa dengan saya, saya harap semua itu akan terjawab saat praktikum sosiologi pariwisata di hari lusa dimana kami memilika jadwal yang sama beserta Nabila dan Stevy. Sedangkan Fany, ia tengah beda kelas dalam mengambil mata kuliah ini.

Ini adalah lusa dimana waktunya saya untuk melakukan praktikum sos pariwisata di desa Ngadas. Desa yang masih 15 kilo sebelum kaki Bromo. Dimana tempat itu bersuhu amat sangat dingin dan medan yang extreme untuk pengemudi yang masih belum berpengalaman. Di sana saya akan bermalam selama tiga hari untuk mengupas kebudayaan suku tengger bersama rekan – rekan satu kelas dengan di damping satu dosen
pembimbing beserta wakilnya. Perlengkapan pastinya sudah saya siapkan, mulai dari baju lengan panjang kaus kaki hingga jaket double untuk menahan dingingnya kawasan kaki Bromo. Saya satu kelompok dengan Nabila, Stevy, Adnico dan iCha. Skip cerita, saya sampai di bromo sodara sekalian. Dan cerita saya dengan Jovanda masih akan berlanjut hingga kepulangan kami di kota Malang.

Sesampai di sana, cuaca benar dingin adanya. Para mahasiswa tengah di sibukkan untuk menata barang – barang mereka di tiap kamar yang telah di sediakan atau lebih tepatnya kami tinggal di vila yang terdiri dari 3 – 5 kamar perumah dengan isi 5 anak perkamarnya atau 20 orang perumah. Usai saya membereskan barang – barang, saya asik saja keluar menikmati pemandangan yang teramat indah di bawah kaki gunung Bromo. Terlihat banyak pegunungan dan bukit yang menghiasi kawasan itu hingga pemandangannya tak dapat saya jabarkan dengan kata – kata lagi. Tengah asyik menikmati pemandangan sendirian, tiba – tiba saja punggung ini di tepuk oleh seseorang dari arah belakang.

“boleh gabung di sini ?? kayanya masih ada tempat duduk kosong satu lagi ya ?? sapa Jovanda yang mendapatiku duduk sendirian melihat pemandangan alam pagi itu.

“oh kamu, iya duduk aja ga papa kok” jawabku santai masih meilhat pemandangan.

“gimana kabar kamu, baik ??” tanya Vanda seolah diri ini telah berpisah begitu lama.

“ya alhamdulilah baik kok, kamu sendiri gimana. Udah baikan belom ?? kmren sempet galau kan ya, eHm, . . ehm !!” sambil kode – kode saya pancing itu Jovanda.

“ya udah baikan dong, kan ada kamu sekarang, hehehe” dengan malu – malu kucingnya ia menatapku mesra.

“oia, gimana kabar pacar kamu sekarang, udah baikan juga kan ??” tanyaku lugu padahal itu umpan untuk dia.

“udah aku kelarin kemaren sebelom berangkat ke sini, kan uda aku bilang sama kamu di telfon kalo aku udah ga nyaman lagi sama dia” tutur Jovanda seolah mengingatkanku.

“jadi kamu ini emang keras kepala ya anaknya, kalo udah ga suka ya asal maen cut aja. Dasar . . . hahahaha” tawaku bangga atas keadaan Jovanda saat ini.

“eh Kha, aku boleh nanya sesuatu gak ??” dengan berharap cemas Jovanda tengah sibuk memperhatikan saya.

“iya tanya aja, apa ??”

“bwt kamu masih nyimpen rasa gak sama aku saat ini?? mata itu mendayu sendu membelai hati.

“rasa ?? rasa yang gimana ya emangnya ??” saya berpura – pura seolah diri ini menjadi bodoh mendadak.

“ya rasa sayang gitu Kha . .” turunya sambil lalu menatap langit biru.

“owh, masih kok. Dari awal di kantin saat itu sampe saat ini aku masih simpen rapi itu rasa buat kamu, cuman . . .” saya coba potong itu kata – kata di tengah jawab saya.

“cuman kenapa Kha ??!!” dengan ambisinya Jovanda berharap cemas.

“cuman aku ga bisa kalo harus balikan sama kamu Jo, maaf . .” dengan mimik muka penuh maaf saya sematkan itu pada Jovanda.

“loh kenapa, ??? katanya kamu masih simpen itu rasa buat aku, tapi kok ga bisa balikan lagi Kha. Jujur aku masih sayang banget sama kamu. Kejadian kemarin aku kilaf. Aku juga ga tau kenapa aja tiba – tiba aku ngerasa males sama kamu, dan aku justru milih buat balikan sama dia. Cuman apa ga ada kesempatan buat memperbaikin semuanya ?? aku bingung harus gimana buat nyampein ke kamu kalo aku pingin memperbaikin kesalahanku kemaren. Aku nyesel Kha uda kaya gitu kemaren, maafin aku, aku kilaf Kha . . .!” dengan mata memerah seperti biasa, pertanda hujan akan segera turun.

Tengah mesranya kami memadu kasih di temani pemandangan saat itu, kudapati dari atas, Nabila tengah memperhatikanku yang saat itu berdua dengan Jovanda. matanya sendu seakan larut dalam kebahagiaan bercampur rasa sakit. Entah bagaimana lagi saya harus menulisnya dengan kata – kata, seolah saya sedang menari di atas penderitaan orang lain. Tak ingin meninggalkan Nabila sendirian, maka saya lambaikan tangan agar ia mau menyusul. Meski peluang kembali dengan Jovanda sudah terbuka lebar, namun perasaan ini tak tega melihat Nabila bersimbah rasa perih seolah ia adalah tumbal dari hubungan ini.

Created BY : rakhaprilio KASKUS