Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #11

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #11

Interlude Indi dan Perjumpaan Itu

Cerita Cinta Dewasa – Kino sebetulnya agak terperanjat juga merasakan betapa Indi bukan gadis ingusan lagi dalam soal berciuman. Bibirnya yang lembut basah itu ternyata pandai sekali bermain-main, mengulum bibir Kino dengan lahap.

Gadis itu juga dengan leluasa membuka mulutnya, membiarkan lidah Kino menelusup masuk, menjilati langit-langitnya. Harum lembut nafas Indi, membuat pemuda ini betah berlama-lama mengulum bibir yang ranum itu.

“Mmmmm …,” terdengar Indi mengerang, hendak mengatakan sesuatu, tetapi tak jelas karena mulutnya dipenuhi lidah Kino yang menjalar-jalar menimbulkan kenikmatan.

“Mmmhhhh…,” desah Indi semakin gelisah.

Kino mengurangi cumbuannya, melepas pagutannya. Muka keduanya sangat dekat, dan pemuda itu bisa melihat dengan jelas mata Indi berbinar seperti bintang kejora. Nafasnya deras menyerbu muka Kino.

“Jangan di sini, Kak Kino..,” bisik Indi, “Sebentar lagi ronda akan lewat…”

“Ke kamarku?” bisik Kino, memandang lekat kedua mata Indi. Letak kamar Kino di sisi jalan. Jadi, kalau mereka mengendap diam-diam, dan masuk lewat jendela di sebelah tembok yang membatasi rumah dengan jalan,….

“Aku ingin sekali, Kak …. Tapi ….” Indi tampak ragu.

“Tidak usah lama-lama …” ucap Kino, agak terdengar mendesak, karena entah kenapa malam ini tubuh Kino membara ingin melampiaskan birahi.

Indi membalas pandangan Kino, mencari-cari kepastian dari kedua matanya. Gadis ini memang suka menggoda Kino, karena sesungguhnyalah ia menyukai pemuda itu. Tetapi, dihadapkan pada pilihan menarik yang penuh risiko ini, hatinya bimbang juga.

“Kak Kino yakin tidak akan apa-apa?” bisik Indi, sementara tangannya yang masih memeluk leher Kino terasa agak bergetar. Kino mengangguk.

“Asal kita berdua hati-hati …. Oke?” ucapnya dengan suara serak. Degup jantung pemuda ini sangat kencang, karena ia pun sebenarnya kuatir.

Akhirnya Indi mengangguk, lalu membiarkan tangannya dituntun Kino. Berdua mereka mengendap masuk ke halaman rumah kost. Pintu gerbang dibuka Kino dengan hati-hati, agar deritnya tidak terlalu keras.

Setelah mengintip ke arah rumah Indi, dan melihat ayahnya masih asyik menekuni papan catur, Kino menarik gadis itu menyelinap ke balik tembok. Lalu mereka berjalan menyusur dalam gelap, sampai di bawah jendela kamar Kino yang terletak dekat dapur.

“Tunggu di sini, ya… Aku buka jendela dari dalam” bisik Kino sambil mengecup pipi Indi. Gadis itu mengangguk dan memepetkan tubuhnya ke tembok rumah.

Kino bergegas masuk ke dalam rumah lewat dapur. Dilihatnya ruang tengah sudah gelap. Ibu kos mungkin sudah tidur. Kino merasa agak lega.

Dengan berjingkat, buru-buru ia masuk ke kamarnya, lalu mengunci pintu. Kemudian, tanpa menyalakan lampu, dengan sigap ia membuka jendela, yang letaknya kira-kira satu setengah meter di atas permukaan tanah.

Indi menjulurkan tangannya ke atas. Kino menggenggam erat pergelangan tangan gadis itu, lalu….. hup…. Sekuat tenaga ia menarik Indi ke atas. Gadis itu pun dengan cekatan meringankan beban Kino; kedua kakinya sigap mendaki tembok. Tanpa susah payah, ia akhirnya berhasil masuk ke kamar Kino.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Cepat-cepat Kino menutup jendela, sementara Indi duduk di dipan sambil melepas sepatu dan kaos kakinya. Diam-diam pula, tanpa sepengetahuan Kino yang sedang sibuk mengunci jendela, gadis ini meloloskan celana dalamnya dan meletakkannya di bawah bantal.

Kino langsung duduk di samping Indi setelah selesai mengunci jendela. Lampu kamar tetap dimatikan, dan radio dinyalakan untuk menyembunyikan suara percumbuan mereka. Lalu, Kino memeluk gadis itu dan menciuminya lagi. Indi pun menyambutnya dengan sukacita, kembali menikmati kecupan, kuluman, dan jilatan lidah pemuda pujaannya.

Kino mendorong tubuh Indi perlahan sehingga rebah di kasur, sementara kedua kaki gadis itu tetap menjuntai di pinggir dipan. Sambil mencium dan mengulum bibirnya yang ranum itu, tangan Kino mulai membuka baju Indi.

Dalam hati Kino heran sendiri, mengapa permainan cinta ini lancar sekali. Padahal baru kali ini ia berbuat begitu jauh dengan Indi. Mungkin memang naluri keduanya sudah sejalan, dan selama ini dipendam, kini keluar tak terbendung.

Indi bahkan membantu Kino, dengan tangan bergetar ia membuka sendiri kancing-kancing baju yang belum terbuka. Lalu, ia membuka sendiri behanya dengan melepas kait yang terletak di depan. Kedua dadanya yang ranum menantang itu segera terpampang bebas. Tangan Kino yang hangat dan agak berkeringat itu segera pula meremas gemas.

“Aaaaaah …!” Indi menjerit manja. Kino sempat terkaget mendengar jeritnya, lalu segera membungkam mulut gadis itu dengan mulutnya, sehingga akhirnya Indi cuma mengeluarkan suara, “mmmmmmm…” yang tidak jelas.

Dengan jempol dan telunjuknya, Kino meraba-raba puting Indi. Oh, cepat sekali tonjolan kenyal yang panas itu menjadi tegak dan keras. Indi menggelinjang, merasakan sergapan rasa geli yang sangat nikmat memenuhi dadanya.

Mulutnya yang dibungkam mulut Kino mengerang pelan. Satu tangannya memeluk leher Kino erat-erat, sementara satu tangan yang lain memegangi tangan Kino yang ada di dadanya. Indi ingin tahu apa yang dikerjakan tangan itu di dadanya,… ingin tahu mengapa tangan itu menimbulkan nikmat luar biasa di tubuhnya.

Dengan telapak tangannya, Kino menekan puting Indi hingga melesak. Lalu, ia memutar-mutar tangan itu, sehingga payudara Indi seperti dipilin-pilin.

Gadis itu menggelinjang kuat-kuat, merasakan betapa tekanan dan putaran tangan Kino seperti menimbulkan percikan-percikan listrik di seluruh tubuhnya. Gadis itu mengerang lagi, menggelinjang lagi, gelisah sekali.

Lalu Kino melepaskan ciumannya, dan dengan cepat menurunkan mukanya. Indi mendesah, menunggu dengan cemas, apa gerangan yang akan dilakukan pemuda itu. Jangan dikira gadis ini tidak pernah bercumbu, karena ia pernah punya pacar yang diputusinya setahun lalu. Tetapi pacarnya itu cuma bisa mencium dan meraba-raba dadanya dengan kasar.

Lain sekali dengan Kino yang lembut walau tak kalah liarnya. Pacarnya dulu ingin segera meraba-raba selangkangan, dan ingin agar Indi meremas-remas kejantanannya. Egois sekali.

Kino sepertinya tak begitu, pikir Indi, sambil menunggu perjalanan bibir pemuda itu. Mula-mula dirasakannya Kino menciumi lehernya. Hmm,… geli dan gatal sekali rasanya. Indi menggelinjang dan mengerang lagi. Ia merasakan tubuhnya seperti mau meledak oleh rasa geli yang nikmat.

Seluruh dadanya terasa menggelembung dan penuh oleh getaran-getaran kecil yang pelan-pelan merambat ke seluruh permukaan badannya. Bersamaan dengan itu, ia merasakan temperatur tubuhnya naik dengan cepat, seperti sehabis dipanggang di terik matahari.

Lalu,…

”Ooooooh!” …. Indi mengerang dengan suara tertahan ketika bibir Kino akhirnya tiba di puncak salah satu payudaranya.

Punggung Indi terangkat dengan sendirinya, lalu tubuhnya miring ke arah mulut Kino yang kini sudah sepenuhnya berisi putting Indi. Akibat gerakan ini, hampir setengah dari payudara Indi menerobos masuk ke mulut Kino, membuat pemuda itu sejenak gelagapan.

Cepat-cepat Kino menarik tubuhnya, mengendorkan pelukannya. Tetapi secepat itu pula tangan Indi meraih leher pemuda itu, menekan kepalanya kembali ke payudaranya!

“Aaaah,… Uuuuuh!” Indi mengerang-erang tidak karuan, merasakan untuk pertamakalinya betapa nikmat jika seorang pemuda menghisap-hisap ujung payudaranya.

Dari ujung yang sensitif itu datang serbuan-serbuan rasa geli-gatal yang sangat kuat. Apalagi kemudian Kino memainkan lidahnya sambil menyedot-nyedot putting itu. Wow!… Indri bagai tersengat listrik yang menimbulkan gelombang-gelombang besar di tubuhnya.

Membuat Indi tiba-tiba menggelepar seperti ikan terlempar ke atas pasir. Tubuhnya melenting,… lalu bergetar hebat,…. terhempas lagi ke kasur,…… miring ke kiri, lalu ke kanan,….. lalu terlonjak, lalu terhempas lagi…

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Nnggg…,” Indi mengerang.

Kino kelabakan berusaha menekan tubuh gadis itu agar tetap terlentang di kasur. Tetapi tenaga Indi tiba-tiba menjadi berlipat ganda, dan akhirnya Kino terlempar ke luar ranjang!

“Aduh!” jerit Kino karena kepalanya terbentur kaki meja di sebelah ranjang.

“Oh! … Maaf, Kak!” jerit Indi terkejut.

Tiba-tiba ia sadar dari buaian birahi, dan terduduk di pinggir ranjang, melihat Kino terjerembab di lantai. Kedua tangannya mendekap dadanya yang tampak turun naik dengan cepatnya. Masih ada rasa geli-gatal di sekujur payudaranya.

Kino bangkit sambil mengusap-usap kepalanya. Indi tiba-tiba tertawa tertahan, merasa geli melihat samar-samar dalam gelap pemuda itu menggerutu dengan muka lucu. “Hi.. hi..hi.., maaf Kak … Indi ngga sengaja, lho!” katanya sambil menutup mulut dengan punggung tangan.

“Ssst.. jangan terlalu berisik!” bisik Kino sambil kembali ke ranjang. Indi segera menahan tawanya. Ia lalu memeluk leher Kino manja, sambil berbisik,

“Habis, … enak, sih!”.

“Belum pernah, ya?” ucap Kino perlahan sambil menatap kedua mata gadis itu lekat-lekat. Indi menggeleng. Lalu menyembunyikan kepalanya di leher Kino.

Nafasnya masih agak menderu. Kedua tangannya merengkuh leher pemuda itu erat-erat, seperti tak hendak melepaskannya lagi. Kino mengusap-usap punggung gadis itu, yang kini sudah telanjang separuh badan. Ia berbisik,

“Kamu suka?”

“Suka sekali ….,” desah Indi sambil mengangkat mukanya, mencari-cari bibir Kino dengan bibirnya. Pemuda itu membiarkan bibirnya dikulum dengan gemas. Harum sekali nafas Indi, ucap Kino dalam hati. Odol apa yang dipakainya?
Indi melepaskan ciumannya, lalu berbisik, “Aku mau lagi, Kak…”

Lalu ia merebahkan diri pelan-pelan, menarik tubuh pemuda itu bersamanya. Kino membiarkan dirinya terbawa turun. Lalu ia menciumi lagi leher jenjang Indi, menghirup wangi sabun mandinya yang segar seperti harum bayi. Lalu ia mengecup-ngecup pangkal leher itu, menggigit-gigit bahunya yang halus mulus. Indi mengerang lagi. Indi menggeliat lagi.

Lalu Kino menciumi seluruh permukaan dada gadis itu. Membenamkan mukanya di antara kedua payudaranya yang membukit indah itu. Sebentar kemudian mulutnya sudah kembali ke salah satu puncak payudara yang menantang itu….

Dan Indi pun langsung terbuai ke alam penuh nikmat yang seperti angin kencang membawanya terbang. Dirasakannya mulut Kino yang hangat mengurung putingnya, membuatnya menjadi tegang dan tegak.

Ujung puting itu seperti menjadi sumber bagi sebuah sungai surgawi yang mengalir deras ke seluruh tubuhnya. Indi mengerang ketika ujung lidah Kino bermain-main di ujung putingnya. Oh…, rasanya seperti ditarik-tarik ke sebuah pusaran birahi yang siap menelan seluruh tubuhnya.

Apalagi kemudian Kino menelusuri pangkal puting itu dengan lidahnya,… berputar … berputar … pelan dan penuh perasaan. Aaaah…, Indi menggeliat-geliat seperti ulat hendak berubah menjadi kupu-kupu. Nafasnya memburu sangat keras. Tangannya meremas punggung Kino. Kedua kakinya mengejang. Punggungnya mulai melenting lagi.

Lalu tangan Kino sudah merayap ke bawah, menyingkap rok Indi yang sebenarnya sudah tersingkap setengahnya. Telapak tangan Kino mengusap-usap paha gadis itu, merasakan betapa lembut dan licin kulit di bagian sana. Indi mengerang dan mendesah, dan tanpa sadar memperlebar jarak kedua kakinya, mengundang tangan Kino untuk naik lebih ke atas lagi.

Dan tangan Kino pun perlahan merambat ke atas …. membuat darah Indi berdesir berpuluh-puluh kali lebih cepat. Membuatnya merinding, membangkitkan seluruh bulu di tubuhnya yang sudah mulai berkeringat. Oh … lama sekali rasanya tangan itu merayap ke atas. Lama sekali …..

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Hei!” tiba-tiba Kino terperanjat. Menghentikan perabaannya. Pemuda itu menegakkan tubuhnya. Indi tersentak bagai terbangun dari mimpi panjang.

“Ah… ada… apa?” Indi ikut terperanjat dan tergagap. Ikut bangkit dari kasur.

“Kamu tidak memakai celana dalam?” desis Kino, antara kaget dan marah. Ia merasa Indi terlalu berani dan perasaan itu mengganggu pikirannya. Ia tidak menyangka gadis itu begitu cepat mau melepas celana dalamnya, dan sebetulnya ia tidak ingin lebih jauh dari meraba-raba di luar saja.

“Kenapa?” bisik Indi bergetar. Ia sendiri juga kaget mendengar nada marah di suara Kino.

“Kenapa kamu melepaskannya?” sergah Kino, menahan suaranya agar tidak terlalu keras.

“Supaya …., mmm …. Supaya lebih mudah,” bisik Indi semakin bergetar. Tiba-tiba ia ingin menangis. Apa salahku, bukankah biasanya pemuda ingin meraba-raba di daerah sana, bukankah ….

“Tapi itu berbahaya, Indi!” sergah Kino lagi.

Tiba-tiba saja pemuda ini sadar bahwa yang dihadapinya adalah anak SMA, dan situasinya kini berbeda dengan saat Kino berpacaran dengan Alma. Saat itu keduanya sama-sama “buta”. Kini, Kino merasa seharusnya lebih tahu daripada Indi, dan perasaan itu membuat pemuda ini diterkam rasa bersalah.

Lalu Indi menangis, menyembunyikan mukanya di kedua telapak tangannya. Di antara sedu-sedan yang tertahan, ia berbisik nyaris tak terdengar,

“Kak Kino jahat!” Kino menghela nafas panjang dan melepaskannya dalam desah yang keras. Bubar sudah percumbuan mereka yang hangat itu.

Kino kini merasa sangat-sangat-sangat bersalah. Ia yang lebih dulu mengajak gadis ini masuk ke kamar. Kini ia menyalahkan gadis itu, hanya karena ia tidak menyangka bahwa gadis itu sangat berani mengambil risiko. Kino mengutuk dirinya sendiri dalam hati.

“Maafkan aku, Indi. …Sudahlah, hentikan tangismu!” ucap Kino pelan sambil meraih beha dan baju Indi, mencoba mengenakannya ke tubuhnya yang telanjang.

Indi menolak dengan kasar, lalu memakai sendiri pakaiannya sambil menahan sedu-sedan. Kino mencoba memeluk bahu gadis itu, tetapi Indi terus menghindar sampai ke pojok ranjang.

“Aku mau pulang!” bisiknya keras-keras.

“Baiklah. Tetapi jangan marah, dong. Aku minta maaf, Indi.” Ujar Kino sungguh-sungguh. Tetapi Indi seperti tak mau mendengar kata-katanya. Berkali-kali ia mengatakan

“Kak Kino jahat..”

Indi baru mau dibimbing Kino ketika pemuda itu membuka pintu kamar. Ia memutuskan untuk mengeluarkan Indi lewat jalan “normal”, tidak lewat jendela. Toh, ibu kost sudah tidur dan takkan melihat mereka berdua keluar sambil berjingkat-jingkat.

Indi berusaha keras menahan sedu-sedannya yang masih tersisa. Kino memeluk bahu gadis itu, merasa sangat bersalah dan sangat bertanggungjawab.

Indi akhirnya bisa pulang dengan selamat, karena ayahnya ternyata sudah tidur dan menyangka gadis itu masih di kamarnya. Untung pula Indi sudah membawa kunci cadangan. Ia bisa masuk dengan leluasa, tanpa menengok kembali ke Kino yang terpaku di pintu pagar dengan mata penuh penyesalan.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Affair pendek dengan Indi itu adalah sebuah bencana bagi Kino. Cukup lama pemuda ini tenggelam dalam penyesalan, dan cukup lama Indi menghindar darinya secara terang-terangan. Bahkan dengan tingkahnya yang centil, Indi membawa seorang teman prianya, sengaja menunjukkan ke Kino betapa ia sudah punya pengganti.

Walaupun terlihat jelas pula oleh Kino, semua itu adalah sandiwara belaka. Tak urung, terpukul juga pemuda ini diberlakukan begitu oleh gadis yang dulunya seperti tak pernah berhenti menggodanya.

Lebih menambah sengsara lagi adalah reaksi Tigor, sahabatnya sesama pendaki. Pemuda yang hobinya ngebut itu tertawa terbahak-bahak ketika Kino menceritakan “kecelakaan”-nya dengan Indi.

Kata Tigor, tolol sekali Kino sampai membiarkan peluang bercinta seperti itu berlalu tanpa ejakulasi. Agak kasar, memang, cara teman yang satu ini berbicara. Tetapi Tigor selalu terus terang, dan walaupun kadang-kadang Kino ingin meninjunya, pada akhirnya ia selalu merasa bersyukur punya teman seperti itu.

“Kamu sok suci, Kino. Kenapa harus kaget melihat gadis itu tak bercelana dalam. Itu, kan, sudah biasa di jaman sekarang!” ujar Tigor dengan suaranya yang keras dan bernada bariton. Untung mereka berada di pinggir tanah lapang yang agak sepi.

“Tapi, dia seperti mau menjebakku. Bagaimana kalau aku terjebak melakukan yang ….. ,” ucapan Kino tak berlanjut.
“Melakukan apa? Hayo, melakukan apa, Kino?” potong Tigor tak sabar.

“Melakukan itu …..,” ucap Kino terbata, “… Melakukan hubungan suami istri!” Tigor tertawa terbahak-bahak. Kino melongo, heran mengapa pemuda itu tertawa. Apa yang lucu?

“Bagaimana kau bisa begitu naif, Kino!” sergah Tigor, “Kau sendiri rupanya yang berpikiran terlalu jauh. Darimana kau bisa tahu bahwa Indi menginginkan hubungan suami istri? Darimana kau tahu bahwa kalau buka celana itu artinya kau harus menyetubuhinya?”

Kino melihat ke sekeliling. Suara temannya ini sangat keras, dan pasti akan terdengar dari jarak 10 meter. Untung tidak ada orang di sekitar mereka, dan suara kendaraan di jalan raya di depan tanah lapang terdengar lebih keras dari suara mereka berdua.

“Tetapi, bukankah gadis itu ingin aku melakukannya? Kalau tidak, buat apa dia buka celana dalamnya?” Kino mencoba membela diri.

Tigor menepuk-nepuk bahu Kino, seperti layaknya seorang ayah. Kino tidak suka diperlakukan seperti anak kecil, tetapi kali ini ia menyerah saja. Ia berharap Tigor punya solusi untuk problemnya.

“Kau tidak harus menyetubuhinya, kawan. Dia pun tak selalu perlu ‘anu’-mu untuk bisa mendapat kepuasan. Kenapa kau selalu mengarah ke persetubuhan? Kenapa tidak saling mengelus dan meremas saja?” ucap Tigor serius, lalu disambung derai tawanya melihat Kino melongo.

Lalu Kino teringat semua pengalaman seksualnya selama ini. Memang, ia tidak pernah benar-benar ‘melakukannya’. Ia hanya punya pengalaman saling meremas dan mengelus, walau dengan Alma ia nyaris masuk ke persetubuhan yang sesungguhnya.

Betul juga Tigor, pikir Kino, kenapa ia harus selalu berpikir tentang persetubuhan setiap kali terlibat dengan seorang gadis? Apakah aku terlalu berorientasi ke sana? Apakah aku maniak? … aneka pertanyaan itu berkecamuk di kepala Kino.

Tigor akhirnya iba juga melihat sahabatnya agak tertunduk dan terdiam. Pemuda ini mengeluarkan sebungkus rokok dan menawarkan sebatang, yang disambut Kino dengan agak enggan.

Ia sebetulnya tak suka merokok, tetapi kali ini ia rasanya perlu juga memenuhi paru-parunya dengan nikotin. Mereka berdua pun lalu diam menikmati asap rokok masing-masing, duduk berdampingan di akar sebuah pohon besar yang rindang.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Apakah kamu pernah melakukannya, Tigor?” tanya Kino sambil mengepulkan asap rokoknya ke udara.

“Pernah!” jawab Tigor pendek.

“Dengan pacarmu?” tanya Kino lagi. Tigor menggeleng, lalu berkata, “Dengan kakak seorang temanku, ketika aku masih SMA di kota M..”

“Bagaimana rasanya?” desak Kino. Tigor tertawa pelan, “Tidak enak! Aku waktu itu mabuk minum bir, dan dia tidak punya pengalaman sama sekali. Kami berdua serba tergesa. Cuma 2 atau 3 menit aku sudah keluar…,” katanya.

“Lalu ….,” desak Kino lagi.

“Kami mencoba lagi yang kedua kali, tetapi malah gagal total.” jawab Tigor, “Sejak itu hubungan kami memburuk, dan aku tak pernah berjumpa lagi dengannya.”

Kino terdiam. Teringat pengalaman pertamanya dengan Mba Rien. Mungkin Tigor juga merasakan hal yang sama; mereka berdua tak kan pernah bisa melupakan pengalaman-pengalaman pertama itu. Walaupun pengalaman itu jauh dari indah, jauh dari kehebatan cerita-cerita sensual yang biasa dipertukarkan antar anak laki-laki di kampus.

Keduanya lalu terdiam, tenggelam dalam lamunan masing-masing. Angin senja mulai bertiup, membawa kesejukan. Matahari mulai condong ke barat, cahayannya mulai memerah, semburat di langit yang mulai menggelap.

Lama kemudian, keduanya bangkit menuju motor Tigor yang disandarkan di sebuah pohon. Lalu, dengan suara berisik, Tigor memacu kendaraan kesayangannya. Kino berpegangan erat di pinggang sahabatnya. Rambut keduanya berkibaran diterpa angin.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Pada suatu pagi, ketika Kino sedang menuju tempat menunggu angkot, ia bertemu Indi. Gadis itu menunduk, dan mencoba menghindar. Tetapi Kino terlalu cepat mendekat, sehingga akhirnya mereka berdiri berhadapan. Indi tetap menunduk, memainkan sebuah batu kecil dengan ujung sepatunya.

“Masih marah?” tanya Kino pelan. Indi menggeleng. Tetap menunduk dan memainkan batu dengan ujung sepatunya.

“Maaf,” kata Kino, lalu disentuhnya bahu Indi dengan ringan. Sebetulnya ia ingin meremas bahu itu, ingin menegaskan kesungguhan permintaan maafnya. Tetapi banyak orang lain di sekeliling mereka, dan Kino takut Indi malah menjerit membuat onar.

“OK,” ucap Indi pelan sekali, nyaris tak terdengar. Lalu Kino menjauh, sambil membisikkan,

“OK, .. sampai ketemu lagi.”

Indi mengangkat muka sebentar. Tersenyum tipis sekali. Lalu menunduk lagi dan berjalan ke arah yang berlawanan. Dengan cepat jarak antara keduanya melebar, … terus melebar … , sampai akhirnya Indi hilang di tikungan. Kino berdiri termangu di dekat sebuah warung rokok, menunggu angkot berikutnya. Angannya melayang.

Hatinya gundah. Ia merasa segala sesuatunya serba salah. Ia merasa Indi justru lebih dewasa darinya. Ia merasa terlalu cepat menuduh Indi yang bukan-bukan, padahal mungkin dirinya lah yang terlalu bukan-bukan; terlalu cepat mengambil kesimpulan; terlalu cepat menuduh; terlalu ….

Sebuah klakson mobil membuat Kino tersentak dari lamunannya. Terlebih-lebih lagi, suara seorang anak kecil yang menyusul klakson itu! Suara Ria!

“Oom Kucing!” jerit Ria dengan suaranya yang renyai. Kino tiba-tiba merasakan pagi ini berubah indah sekali.

“Hai, Ria!” sahut Kino sambil bergegas mendekati mobil Honda Civic yang menepi itu.

“Ayo masuk!” suara lain terdengar dari dalam mobil. Suara bidadari itu! Jantung Kino seperti melonjak hendak keluar dari dadanya.

Buru-buru pemuda itu membuka pintu belakang, tanpa pura-pura tidak mau lagi. Buru-buru ia masuk ke dalam, lupa mengucap salam. Lupa mengatakan apa-apa. Jantungnya terlalu cepat berdebur, sehingga ia susah berbicara.

“Apa kabar?” si bidadari bertanya sambil menebar senyumnya yang mempesona. Duh, Kino mau pingsan rasanya. Dengan gugup ia berucap,

“B..b..baik.”

“Oom! Lia cekalang punya kucing benelan … Kucing benelan, lho!”, celoteh Ria ramai, langsung menengok ke belakang dari tempat duduknya di depan.

Lalu mobil melaju. Kino kembali merasa duduk di kereta kencana yang ditarik kuda-kuda terbang.

Harum interior mobil kembali menyergap hidungnya, membuat perasaannya tambah tinggi terbang. Segalanya tiba-tiba menjadi begitu indah belaka. Hilang sudah gundah. Hilang sudah risau. Selamat tinggal gelisah.

“Lama tidak berjumpa, ya?!” tegur sang bidadari memotong celoteh Ria yang ramai. Matanya yang berbinar indah itu melirik ke arah Kino lewat kaca spion.

“Ya..ya.. lama juga, ya!” sahut Kino masih gugup. Si bidadari tersenyum simpul, tetap melirik dari kaca spion karena mobil sedang tertahan di sebuah lampu merah.

“Bagaimana kuliahnya?” si bidadari bertanya lagi. Menatap lagi dengan sinar mata yang bak pelangi bertaburan bunga-bunga. Tersenyum lagi dengan kejelitaan dewi yang baru turun mandi dari kahyangan. Uh! Kino sungguh terpesona dibuatnya.

“Baru selesai ujian,” jawab Kino, lalu dia teringat kesalahannya di masa lampau, dan sebelum lupa, ia segera bertanya, “Maaf … nama saya Kino, … nama bida … maksud saya nama mbak siapa?” Uh! hampir saja ia mengatakan “nama bidadari”!

“Panggil saya Tris,” ucap sang bidadari sambil mengalihkan pandangan ke jalan. Mobil melaju lagi karena lampu telah hijau.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Lalu percakapan mulai lancar, diselingi celoteh Ria yang ramai tentang kucingnya yang kini bernama si Empus. Kino merasa lega bahwa kini ia tahu nama bidadari itu, dan tahu bahwa wanita itu bukan bidadari!

Tris … Tris … Tris …, nama itu terus terngiang di kepala Kino sampai ia turun di depan kampus. Kependekan dari Tristantia …. oh, nama yang indah sekali. Seindah lentik bulu matanya. Seindah senyum simpulnya. Seindah gemulai rambutnya. Seindah ….

“Hmmm … mobilnya sudah keluar dari bengkel, ya!” sebuah suara yang sangat dikenal Kino tiba-tiba mengagetkan pemuda itu. Rima sudah berdiri di belakangnya, ikut memandang mobil Tris menghilang di kejauhan.

Kino tidak memperdulikan godaan Rima. Ia membalik, memeluk bahu sahabat tomboy-nya itu, dan merengkuhnya untuk bersama masuk ke kampus.

Rima dengan senang hati mengikuti ayunan langkah Kino. Berdua mereka masuk seperti sepasang sahabat sejati. Ah, tapi mereka memang sahabat sejati, bukan?

“Tris ..,” bisik Kino sambil berjalan.

“Heh?! … kamu bilang apa?” sergah Rima sambil menoleh.

“Tidak apa-apa. Aku cuma mendesis!” sahut Kino berbohong. Rima mengernyitkan kening. Aneh sekali pemuda ini, pikirnya. Apalagi kemudian Kino tampak menepuk dahinya sendiri. Pemuda itu masih lupa satu hal: di mana Tris tinggal?

*** Cerita Cinta Dewasa ***