Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #13

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #13

Rahasia Ridwan dan Petualangan pun Dimulai

Cerita Cinta Dewasa – Suatu siang di kantin kampus yang ramai oleh celoteh mahasiswa, Ridwan mengajak Kino duduk berdua di sebuah pojok. Heran juga Kino dibuatnya, persoalan penting apa yang hendak disampaikan karib sekaligus “saingan”-nya ini?

“Kalau mau ngomong soal ujian jangan di sini, lah!” protes Kino tetapi membiarkan tangannya diseret Ridwan.

“Bukan soal ujian, tetapi soal yang lebih penting lagi,” kata Ridwan dengan muka serius.

Pemuda ini jarang serius, dan kalaupun serius pasti ada maunya. Misalnya, pemuda ini sering meminta pendapat tentang gadis yang ditemuinya di jurusan lain, atau di kampus lain. Ridwan terkenal sebagai play boy kampus yang berganti pacar hampir sama seringnya dengan ia berganti baju.

Maklum, wajahnya ganteng dan mobil VW kodok mulus berwarna merah darahnya sangat memikat mata. Tetapi Ridwan selalu bertanya kepada Kino, bukan hanya untuk meminta pendapat, tetapi juga untuk menyampaikan semacam claim agar Kino tak berpikir untuk bersaing dengannya. Maklum, Kino termasuk urutan kedua dalam soal kegantengan, walau nomor terakhir dalam soal mobil.

“Soal si Anggi dari fakultas ekonomi di Universitas P itu, kan?” tebak Kino, karena seingatnya Ridwan terakhir kali tampak berjalan dengan dara tinggi berambut sebahu itu kira-kira 5 hari yang lalu. Dalam hemat Kino, pastilah Ridwan sudah menemukan penggantinya. Jarang ada gadis berada di samping Ridwan lebih dari 5 hari!

“Bukan!” sergah Ridwan sambil terus menarik Kino ke pojok yang agak sepi.

“Permisi!” kata Ridwan lagi kepada dua mahasiswa yang dari tampang dan tingkahnya jelas beberapa tingkat di bawah mereka. Dan kalau Ridwan bilang “permisi” seperti itu (suaranya keras dan lantang), maka artinya “minggir kalian”.

Kedua mahasiswa yang tadinya duduk itu pun tampaknya mengerti bahasa sang senior. Mereka ngeloyor pergi tanpa basa-basi. Kino duduk menghadap tembok. Ridwan duduk di sisi kiri, meletakkan kedua tangannya di meja dengan posisi sangat serius.

“Ada apa, Rid. Kamu tidak mau mengajak bertanding panco, kan?” tanya Kino tak sabar.”Aku mau bicara soal Tris!”, ucap Ridwan.

Suaranya tenang, pelan, tetapi juga tegas. Kino langsung terperangah. Mulutnya terbuka tetapi kerongkongannya tersekat. Dari mana pemuda ini tahu tentang Tris? Ia bahkan belum pernah menyebut nama bidadari itu di kampus atau di manapun.

Nama Indi sering ia sebut; tetapi Tris? .. belum pernah sekali pun. Bahkan Rima yang sering melihat Kino turun dari mobil Tris pun tidak pernah tahu nama bidadari itu.

“Dengan mulut terbuka seperti itu, kau persis keledai bego!”, sergah Ridwan, dan Kino buru-buru menutup mulutnya.

Tetapi sesungguhnyalah ia merasa amat bego. Jadi, pikir Kino, kini Ridwan adalah sainganku!

“Aku kenal Tris, walaupun ia tidak begitu mengenalku, dan tidak tahu aku satu kelas dengan mu,” ucap Ridwan.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kino terdiam. Pantas, belum sekali pun Tris menyebut nama seseorang yang dikenalnya di kampus, walau bidadari itu telah tahu di mana Kino kuliah. Kalau ia kenal Ridwan, pastilah namanya sudah disebut sejak awal. Hal ini sedikit melegakan Kino. Ternyata Ridwan, bukan saingannya. Lalu…

“Aku kenal suaminya, karena lelaki itu masih ada hubungan keluarga denganku,” kata Ridwan lagi. Pemuda ini tahu, Kino sedang terkejut dan tak bisa berkata apa-apa. Pemuda ini juga sebetulnya iba karena sahabatnya terlibat dengan sesuatu yang tak ia pahami sepenuhnya.

“Darimana kau tahu aku kenal Tris?” akhirnya Kino bisa bertanya. “Aku melihat kalian berdua minum dan bercengkrama,” jawab Ridwan sambil menatap Kino tajam, lalu ia melanjutkan, “Dari tingkahmu, aku tahu kau tertarik kepadanya. Jangan coba membantah.”

Kino menunduk. Percuma menyembunyikan yang sebenarnya di hadapan Ridwan atau Tigor. Kedua sahabatnya ini menganggap Kino adalah an open book: sebuah buku yang terbuka lebar dan mudah dibaca!

“Seberapa jauh kau tahu tentang dia, Kino?” tanya Ridwan sambil mengeluarkan sebungkus rokok dan korek api, lalu menyalakan sebatang tanpa menawarkan temannya.

“Dia punya anak bernama Ria,.. dia punya Honda Civic,… dia tinggal di sekitar tempat kost-ku, atau setidaknya searah dengan tempat kostku,” jawab Kino terus terang. Memang sedikit sekali yang ia ketahui. Buru-buru pula ia menyambung, “Dan dia cantik sekali!”

Ridwan tersenyum mendengar kalimat yang terakhir. Sambil menghembuskan asap rokoknya, ia berucap pelan,

“Tris memang cantik. Tetapi Ria itu bukan anaknya…” Kembali Kino terperangah. Tetapi, anak itu memanggilnya “mama”. Bukankah “mama” itu berarti ibu, atau apakah sudah ada arti baru dari mama?

“Ria adalah anak dari kakak Tris yang meninggal karena kecelakaan dua tahun yang lalu,” kata Ridwan, membuat Kino semakin terperangah. Ah, pantas saja Tris terlihat begitu muda untuk punya anak sebesar Ria. Ternyata ia adalah ibu angkat. Bagaimana bisa begitu?

“Tris terpaksa menerima usul keluarganya dan keluarga suami kakaknya agar menerima iparnya itu sebagai suami. Istilahnya, Tris menerima proses “turun ranjang” karena kedua keluarga tak ingin memutus hubungan,” Ridwan menjelaskan dengan suara pelan.

“Pasti Tris sangat mencintai kakaknya …,” ucap Kino. “Mereka berdua seperti kembar walau usianya berbeda cukup jauh. Lima tahun, kalau aku tidak salah,” kata Ridwan sambil kembali membuat lingkaran-lingkaran dengan asap rokoknya.

Sejenak keheningan menyelimuti kedua pemuda itu. Kantin yang sangat ramai pun seakan-akan sirna menjadi latarbelakang yang samar-samar saja terdengar di kuping Kino.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Aku tidak begitu dekat dengan suaminya,” kata Ridwan, “Tetapi menurutku, sebaiknya kau tak usah lah berpikir mendekati Tris. Nanti akan menimbulkan persoalan.”

Kino menunduk, memainkan pinggiran meja. Apa yang diucapkan Ridwan tentunya benar belaka. Kalau pun Ridwan tak punya hubungan apa-apa dengan suami Tris, tetap saja tidak baik untuk mendekati istri orang.

Kalau pun Tris seorang bidadari yang cantik dan memukau, tetaplah tidak wajar bagi seorang mahasiswa untuk bermimpi memacarinya; kecuali mahasiswa itu juga dari kahyangan. Bukankah begitu?

Ridwan menepuk bahu Kino secara bersahabat. Mereka berdua segera bangkit karena sebentar lagi harus masuk kelas kembali. Kino berjalan gontai di samping Ridwan yang juga terdiam, bersimpati kepada perasaan gundah sahabatnya.

Sebagai teman, bagi Ridwan tentu lebih baik jika Kino tetap bisa mendekati Tris. Tetapi karena ia punya hubungan keluarga dengan suaminya, Ridwan merasa perlu memperingatkan sahabatnya ini agar menjauh.

Walau diam-diam ia pun tak yakin, apakah Kino benar-benar bisa menjauhinya. Atau, tiba-tiba Ridwan berpikir, bagaimana kalau Tris yang mendekati Kino?

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Sejak penjelasan Ridwan di kantin itu, Kino memang belum pernah berjumpa lagi dengan Tris. Sebenarnya, sejak minum bersama di kantin pun, yakni dua minggu yang silam, Kino belum pernah bertemu lagi dengannya. Kecuali, tentu saja, dalam mimpi!

Kino sering sekali mengimpikan bidadari itu. Tidak saja bermimpi berjumpa dengannya, tetapi juga bermimpi bercumbu dengannya. Sungguh memalukan rasanya bagi Kino kalau pagi-pagi ia harus segera berganti celana dalam karena mimpi yang erotik itu.

Tetapi apalah daya pemuda ini, bayangan bidadari itu selalu muncul setiap kali ia mulai memejamkan matanya di tempat tidur.

Kini, setelah Ridwan menjelaskan siapa Tris, Kino tetap saja mengimpikannya. Tetap saja berharap berjumpa dengan perempuan yang senyumnya seperti menyebarkan keindahan di hari terburuk sekali pun. Tetap saja Kino susah membuang bayangan keindahan matanya yang selalu membuat tulang di tubuhnya bagai terbuat dari agar-agar.

Kata orang, kalau kau berharap sangat kuat, maka mungkin harapan itu akan terwujud.

Kino berharap dan berharap terus. Setiap hari, saat menunggu angkot, ia sengaja berdiri sangat dekat dengan jalan. Ia sengaja pula menunda naik angkot sampai sering hampir terlambat dibuatnya. Ia selalu melihat ke kejauhan, kalau-kalau mobil yang kini sangat dikenalnya itu muncul.

Demikianlah ia terus berharap, sampai suatu hari di awal musim hujan, bidadari itu muncul lagi dalam kehidupannya. Ini adalah hari ke 30 dari bulan yang sama dengan saat mereka minum di kantin dan saat Ridwan memberinya peringatan.

Mobil Honda Civic itu menepi dekat emperan toko tempat Kino berteduh menunggu angkot menuju kampus. Tidak ada suara Ria yang menegurnya.

Kino mendekat dengan ragu-ragu, kaca mobil terlalu gelap untuk melihat siapa yang ada di dalam. Ketika akhirnya jendela depan sebelah kiri terbuka, Kino mendengar sebuah suara yang selalu dirindukannya,

“Ayo ikut..” Kino ragu-ragu lagi. Tetapi pintu depan kiri telah terbuka, dan dengan jantung berdegup keras akhirnya Kino masuk.

“Hai!…Apa kabar?” sapa Tris ringan sambil melemparkan senyumnya yang mempesona itu. Ia ternyata sendirian. Kemana Ria? “Kabar baik,” jawab Kino agak canggung,”Terimakasih atas tawaran tumpangannya.”

“Aku harus ke sebuah tempat dekat kampusmu. Ria sedang ada di rumah neneknya, tidak sekolah hari ini,” jelas Tris sambil mulai menjalankan mobilnya.

Kino duduk canggung tak tahu harus berkata apa untuk membuka percakapan. Tris tampaknya juga tidak punya sesuatu yang akan dibicarakan, karena ia juga diam saja, serius memandang ke depan. Mungkin juga hujan yang mulai melebat menyebabkan ia harus berkonsentrasi. Mobil meluncur menembus tirai air rintik-rintik.

Di luar, suara desir angin bercampur derum mesin bercampur berisiknya air yang tercercah oleh ban mobil. Tetapi di dalam mobil, suasana hening mencekam seperti kuburan di malam Jumat kliwon. Kino sungguh tersiksa oleh keadaan seperti ini.

Setelah hampir 10 menit membisu, Kino pun tak tahan lagi. Ia berucap pelan, menyembunyikan getar suaranya,

“Maaf aku membuat kamu tersinggung waktu itu.” Terdengar Tris menghela nafas, lalu menjawab dengan suara pelan pula, “Aku juga minta maaf karena bertanya yang tidak-tidak.” “Jadi, kita sama-sama bersalah,” ucap Kino lagi.

Tris tersenyum mendengar pernyataan yang polos ini. Sebenarnya, tadi ia ingin lebih dulu membuka percakapan, tetapi entah kenapa ia ingin pemuda di sampingya itu yang memulai.

“Sudah lama aku berharap kita bertemu lagi,” ucap Kino terus terang. Getar di tubuhnya kini sudah agak berkurang.”Untuk minta maaf?” tanya Tris.”Ya. Untuk minta maaf, dan …,” Kino tidak meneruskan kata-katanya.

Patutkah ia melanjutkannya? “…dan untuk bertemu Ria?” sambung Tris. Kino tertawa pelan, “Ya.. untuk bertemu Ria,” katanya, lalu disambung dengan suara lebih perlahan,”.. dan ibunya.”

Tris tertawa riang mendengar kalimat terakhir. Sebetulnya ia sudah bisa menebak kalimat itu, tetapi sekali lagi ia ingin mendengar langsung dari pemuda yang perlahan-lahan mulai kelihatan menarik baginya.

“Tetapi sekarang musim hujan, tak baik minum es terlalu banyak,” kata Tris sambil tersenyum. Lagi-lagi timbul keinginannya untuk menggoda Kino.

“Tetapi aku masih bisa mengangkat tas-tas belanjaanmu,” jawab Kino, meladeni permainan kecil yang dimulai oleh bidadari ini. Sesungguhnyalah, Kino ingin melayani permainan apa pun yang ditawari perempuan cantik di sebelahnya ini. Permainan yang berbahaya sekalipun!

Tris tertawa lebih keras. Ia benar-benar terhibur dengan jawaban itu. Ternyata pemuda ini cukup berani mengutarakan pendapatnya, pikir Tris. Sebuah permulaan yang bagus. Tetapi untuk sebuah akhir yang bagaimana?

“Aku belanja ke sana setiap Rabu,” kata Tris sambil membelokkan mobilnya menuju arah kampus Kino.”Aku pulang kuliah pukul empat setiap Rabu,” kata Kino sambil tersenyum.

Ia merasa seperti seorang pemancing yang sedang berspekulasi dengan umpannya: apakah ikan akan mencaplok umpan itu, ataukah ia harus terjun ke empang menangkapnya dengan tangan?

Tris tertawa lagi. Kino senang sekali mendengar tawa itu, serba lepas tetapi juga merdu. Tidak terlalu keras, tidak terlalu nyaring, tidak terlalu terbahak. Pokoknya, serba pas di telinga Kino.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Kamu bisa bolos, karena pukul empat aku sudah harus pulang,” ucap Tris sambil menginjak rem. Mereka sudah tiba di depan kampus. Kino mengeluh dalam hati, kenapa cepat sekali ia menjalankan mobilnya?

“Atau kamu bisa menunda belanjamu sampai pukul empat,” ucap Kino tak mau kalah. Ia memberanikan diri menatap wajah Tris sebelum beranjak untuk turun.

Tris tersenyum manis sekali. Mungkin yang paling manis di antara senyum-senyum manisnya selama ini. Kino seperti disiram air sejuk surgawi rasanya melihat senyum itu. Duh, teruslah tersenyum bidadariku, bisik Kino dalam hati.

“Kenapa aku yang harus menunda?” tanya Tris dengan mata tajam memandang tepat ke mata Kino. Sejenak degup jantung pemuda ini kembali bertambah cepat. “Karena hari Rabu itu ada dua dosen killer..,” Kino menjawab sekenanya. Tetapi memang begitulah kenyataannya. Ia tak mungkin membolos hari Rabu.

Senyum Tris berkembang lagi. Kino terpesona lagi. Satu kakinya sudah berada di luar, tetapi rasanya enggan sekali ia turun dari mobil itu.

Hujan yang kini mereda menjadi gerimis membuat sepatunya basah, tetapi Kino tak peduli. “Kamu benar-benar ingin bertemu lagi rupanya,” ucap Tris, kali ini dengan nada serius.

Suaranya berubah formal dan lebih perlahan. Kino sejenak kuatir menyinggung perasaannya lagi. Tetapi ia hendak berspekulasi hari ini. Ia hendak berterus terang saja. Apapun yang terjadi, terjadilah!

“Ya,” jawab Kino mantap, “Aku ingin bertemu lagi, tetapi tak mungkin di rumahmu, bukan?”

Tiba-tiba air muka Tris berubah. Kino terkesiap dan berpikir, tamatlah sudah riwayatku. Hancurlah sudah spekulasiku. Bidadari ini pasti marah besar karena aku menyinggung sesuatu yang sensitif. Kino bersiap-siap keluar dari mobil secepat mungkin. Tetapi…

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Memang tidak mungkin, Kino,” ucap Tris dengan suara pelan. Baru kali ini ia menyebut nama Kino!”Itu sebabnya hari Rabu adalah yang paling tepat,” kata Kino cepat-cepat. Ia tak jadi turun.

Tris tersenyum, tetapi kali ini ada kesenduan di senyum itu. Mungkin kesedihan, mungkin keterenyuhan. Entah apalah, .. tetapi Kino bisa merasakannya. Seandainya saja aku bisa mengusap wajah itu, keluh Kino dalam hati, aku mau menghapus kesenduan itu dari sana!

“Baiklah.., kita lihat saja nanti,” kata Tris setelah menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya, “Sekarang, turun dari mobilku kalau tidak ingin terlambat.”

Kino tersenyum lega mendengar jawaban itu. Ia segera keluar dari mobil, lalu berdiri di bawah hujan rintik (ia tak peduli!) memandang Honda Civic itu lenyap dari pandangannya.

Di dalam mobil, Tris melirik ke kaca spion, melihat pemuda itu masih berdiri diterpa gerimis pagi. Sebersit perasaan aneh memenuhi dadanya, dan tiba-tiba saja ia sudah menyusun alasan untuk tidak mengajak Ria jalan-jalan Rabu depan, dan datang ke swalayan setelah pukul empat.

Apa yang terjadi pada diriku? Keluh Tris dalam hati.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Rabu berikutnya, Kino tak mempedulikan teriakan Tigor yang mengajaknya jalan-jalan keliling naik motor. Tak menghiraukan pula bujukan Ridwan dan Rima yang mengajaknya makan bakso di seberang kampus.

Ia mengarang alasan yang kurang akurat. Teman-temannya tentu saja heran, sejak kapan si Kino punya tugas berbelanja keperluan dapur untuk ibu kost?

Tentu saja teman-temannya tidak tahu, bahwa Kino sedang berusaha secepatnya tiba di pasar swalayan tempat Tris biasa berbelanja. Ia sebenarnya juga tidak berbohong kepada teman-temannya, sebab ibu kost memang kebetulan memintanya membeli selusin mie instant dan sebotol kecap asin.

Ia juga dengan seksama telah menyembunyikan semua hal yang berhubungan dengan Tris dari telinga Ridwan maupun Tigor dan Rima. Untung pula, Ridwan bukan seorang teman yang nyinyir, sehingga kedua sahabat lainnya tidak pernah tahu persoalan Tris.

Dengan menumpang angkot, Kino tiba di swalayan itu sepuluh menit kemudian. Sebetulnya ia bisa berjalan dari kampus, tetapi tentu akan memakan waktu lebih lama. Setibanya di mall tempat swalayan itu berlokasi, Kino terlebih dulu masuk ke tempat parkir di lantai dasar.

Dengan sekilas ia mencoba melihat kalau-kalau Honda Civic putih yang sudah sangat dikenalinya itu ada di pelataran parkir. Ternyata ada! Itu berarti, Tris memang ada dan ia tidak datang dengan taksi. Itu pula artinya, Kino bisa memohon untuk ikut menumpang!

Dengan langkah panjang setengah berlari, dan dengan melompati dua anak tangga sekaligus, Kino akhirnya tiba di swalayan yang tidak begitu ramai itu. Sore-sore seperti ini, belum banyak yang berbelanja. Kino bersyukur dalam hati, dan segera mencari-cari ke seluruh pelosok swalayan.

Satu kali ia memutari seluruh swalayan, belum juga Tris tampak. Dua kali, Kino belum juga menemukannya. Tiga kali, Kino sudah mulai kuatir ia berpapasan di tengah jalan. Mungkin Tris turun lewat lift….. Empat kali, Kino menyerah … menghembuskan nafasnya kuat-kuat, lalu mulai menuju rak tempat mie.

Baru saja ia berjongkok untuk mengambil beberapa bungkus mie di barisan bawah, suara yang dirindukannya itu terngiang jelas di telinganya. Cepat-cepat Kino bangkit dan berbalik ke arah suara.

Wow! Bidadari itu berdiri dengan tangan bersidekap, berbaju kuning terang dan bercelana panjang coklat gelap, menambah kuat keputih-mulusannya yang cemerlang. Untuk sejenak, Kino yakin kembali bahwa di depannya ini adalah bidadari yang sedang menyamar dan sedang menyimpan sayap-sayapnya.

“Mau membeli tigapuluh bungkus mie?” tanya Tris dengan senyum menggoda dan dengan sinar mata yang cerlang cemerlang itu. “Aku mencarimu sejak tadi,” kata Kino tak mempedulikan godaan Tris. Ia ingin sekali menegaskan bahwa pertemuan ini memang betul-betul diinginkannya. Mengertikah bidadari ini? keluh Kino dalam hati.

“Aku tahu…,” jawab Tris sambil tetap tersenyum, berdiri santai di hadapan Kino yang tegak canggung dan kini melongo mendengar jawabannya itu. Tris tertawa kecil, “Kamu selalu begitu, Kino. Melongo setiap aku mengatakan sesuatu,” ucapnya.

“Dari mana kamu tahu aku sudah lama mencarimu?” sergah Kino penasaran. “Aku duduk di sana sejak tadi,” kata Tris sambil menunjuk dengan dagunya ke arah sebuah kantin di seberang swalayan. “Dan kamu diam saja melihat aku berputar-putar?” sergah Kino lagi. Bidadari ini pandai sekali mempermainkan orang, keluhnya dalam hati. “Aku pikir kamu sedang mengukur luas lantai swalayan,” kata Tris sambil tertawa.

Gila! sergah Kino dalam hati (tentu saja). Bidadari ini betul-betul sedang mempermainkan aku. Mempermainkan seorang mahasiswa jurusan arsitektur dari sebuah institut teknologi yang terkenal, dan yang oleh banyak orang diakui sebagai paling pandai dalam matematika. Sungguh beraninya dia!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Mana belanjaanmu?” cepat-cepat Kino mengalihkan pembicaraan. Dia merasa tidak akan sanggup meladeni godaan Tris, tetapi tak pula hendak segera berpisah. “Di mobil,” kata Tris pendek. “Oh!.. Jadi kamu sudah selesai berbelanja, tetapi….,” Kino tidak meneruskan kata-katanya. atinya tiba-tiba berbunga.

Bidadari ini sudah selesai berbelanja, tetapi kembali lagi ke sini untuk bertemu dengan aku. Betapa indahnya dunia! “Tetapi aku haus,” kata Tris cepat-cepat mengisi kalimat Kino yang terputus. Pemuda itu pun langsung kecewa…. bidadari itu tidak sedang menunggunya.

Betapa GR-nya dia! Bahu Kino langsung terhenyak lunglai, seperti mendengar kabar bahwa ia tak lulus ujian. Bunga-bunga di hatinya seperti layu tersiram air panas mendidih. Hampir saja ia terhuyung karena kecewa, tetapi…”Sambil menunggu kamu…,” sambung Tris.

Senyumnya tipis mengembang. Kino pun terperangah. Apalagi kedua mata bidadari di hadapannya penuh dengan sinar gemilang yang membuat Kino seperti hidup di alam maya yang serba indah belaka. Bunga yang layu di hatinya mekar kembali. Semangatnya muncul kembali. Bidadari ini benar-benar membuat Kino seperti sedang menaiki roller coasteremosi!

“Sambil menunggu aku..,” Kino mengulangi kalimat Tris, seperti sedang memastikan bahwa kalimat itu nyata dan benar adanya. “Cepatlah berbelanja!” sergah Tris menahan senyum, “Aku mau mencari ulekan batu di daerah selatan.” “Oh,… ya..ya!” jawab Kino gelagapan.

Kalimat terakhir itu bagai titah sang maharatu kepada hambanya. Kino menerjemahkannya sebagai berikut: aku mau kau ikut ke selatan mencari ulekan batu. Kino pun menjerit dalam hati: cihui!.. aku mau ikut kau ke ujung dunia sekalipun.

Tak sampai 10 menit kemudian, keduanya telah melesat ke arah selatan. Hujan mulai turun lagi. Bumi kota B kembali basah. Pohon-pohon kembali mandi air segar dingin; dedaunannya pun semakin tampak hijau segar. Angin sejuk melanda kota. Kino bernyanyi-nyanyi dalam hati.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Pertemuan dan belanja bersama itu segera diikuti pertemuan-pertemuan berikutnya. Segalanya lancar sekali berlangsung, selancar air jernih di selokan besar di depan rumah kost Kino di kala hujan lebat.

Pemuda ini menikmati kelancaran itu, seperti seorang nelayan menikmat angin kencang yang membawa perahunya meluncur cepat, meniti ombak membelah lautan. Tak sedikit pun terpikir oleh Kino apa yang akan terjadi akibat pertemuan-pertemuannya dengan Tris.

Tak sekalipun ia pernah mau berpikir bahwa perempuan cantik itu adalah seorang ibu bersuami resmi. Seluruh akal sehatnya tertutup kabut tebal setiap kali ia bertemu Tris.

Pada pertemuan kelima, Kino sudah menggandeng tangan Tris ketika mereka menuruni tangga swalayan (mereka selalu menghindari tangga berjalan atau lift, agar bisa lebih lama berdua!).

Mereka pun sudah duduk berdampingan ketika minum di kantin (mereka selalu haus sehabis berbelanja!). Pandangan mereka lebih lama berkait erat seakan-akan tak mau lepas (mereka selalu punya alasan untuk bercakap-cakap sambil saling menatap!).

Pada pertemuan ke tujuh, Kino mencium pipi Tris di mobil.

Sejenak Tris terperangah, dan Kino mempersiapkan pipinya untuk ditampar melihat bidadarinya mengangkat tangan. Tetapi tangan Tris terangkat bukan untuk menampar, melainkan memegang pipinya sendiri yang tadi dicium Kino sekilas. Muka Tris semburat merah, bagai langit sore yang kebetulan saat itu tak tertutup awan.

“Kenapa kau cium aku?” bisik Tris dengan suara bergetar. Pandangannya tajam menembus kalbu Kino. “Karena aku ingin menciummu,” kata Kino dengan kekuatan yang entah datang dari mana. Ia sudah bertekad untuk menunjukkan segala perasaannya.

Whatever will be, will be. Que sera sera!. “Tetapi aku tidak ingin…,” ucapan Tris terputus, masih bergetar walau agak samar. Kino tersenyum lembut, “Tidak ingin dicium?” tanyanya pelan sambil melawan pandangan Tris dengan sekuat hati.

Tris mengalihkan pandangannya ke depan. Air mukanya tiba-tiba mengeruh, seperti sungai besar yang penuh lumpur akibat hujan berkepanjangan. Kino diam, menguatkan hati, merasa tidak punya pilihan lain.

“Aku sudah bersuami, Kino,” bisik Tris sambil tetap memandang ke depan. Hujan telah reda. Langit senja mulai menggelap. “Itu suami almarhum kakakmu,” kata Kino pelan tetapi jelas. “Tetapi ia suamiku kini,” desis Tris. Wajahnya semakin keruh dan pertahanan hati Kino perlahan-lahan runtuh. “Maaf..,” bisik Kino.

Ia bersiap turun, membuka pintu mobil dan melangkahkan satu kakinya untuk turun.

Tiba-tiba tangan Tris telah tiba di atas tangan Kino yang sedang bersiap turun. Pemuda ini menghentikan gerakannya, memandangi tangan Tris yang menumpang ringan di buku-buku jarinya.

“Kamu tidak perlu minta maaf,” kata Tris pelan tanpa mengalihkan pandangan, “Aku yang bersalah. Tetapi kamu membuat aku terkejut. Aku belum siap untuk itu.” “Siap untuk apa?” tanya Kino dengan keberanian baru. “Kamu tahu jawabnya,” sergah Tris, dan sebelum Kino sempat berkata apa-apa, perempuan cantik itu berucap, “Turunlah. Kita jumpa lagi Rabu depan.”

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Dan Kino pun turun. Dan mobil Tris pun bergerak, lalu semakin cepat meluncur, dan akhirnya hilang dari pandangan. Dan Kino termangu di pinggir jalan dengan rambut tergerai ditiup angin sejuk.

Di telinganya, terngiang ucapan terakhir Tris tadi, .. kamu tahu jawabnya. Betulkah aku tahu jawabnya? keluh Kino dalam hati sambil melangkah gontai ke rumah kostnya.

Sementara itu, sambil menyetir Tris menghapus air mata yang merebak di matanya dengan tisu. Sampai sebelum dicium Kino tadi, hatinya selalu berbunga-bunga setiap kali ia berjumpa pemuda itu. Ia sendiri heran, dalam kehidupan yang serba nyaman dengan seorang suami dan anak yang lucu, pemuda itu tiba-tiba mempunya tempat khusus.

Pemuda itu seperti tiba-tiba muncul entah dari mana dalam kehidupannya. Padahal, sebagai seorang cantik, Tris dikerumuni banyak pria. Sebelum maupun sesudah pernikahannya dengan iparnya. Tak satupun yang menimbulkan kesan, karena ketika kakaknya meninggal ia bertekad menutup pintu hatinya, dan mengabdi total kepada iparnya.

Kini pemuda itu menciumku, bisik Tris dalam hati, dan aku gundah karena ia menggugah sesuatu yang selama ini aku hindari.

Pemuda itu membawa kelembutan pada keriangan dan keteraturan hidupku. Pemuda itu melengkapi kebahagiaan perkawinan dan pengorbananku untuk kakak. Apa yang harus kulakukan?

“Maafkan aku, Kak..,” bisik Tris tak sadar.

Air mata menggenang kembali, dan kali ini tak bisa dicegah meluncur deras di pipinya.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Ridwan kembali mengingatkannya pada suatu sore sepulang kuliah. Kino menahan amarahnya, walaupun ingin sekali ia menjerit mengingatkan Ridwan bahwa itu bukan urusannya. Biar bagaimana pun, Ridwan berada dalam posisi yang benar. Sahabatnya itu semata-mata kuatir Kino terlibat dalam urusan yang tidak gampang.

“Kamu bermain api, Kino,” desis Ridwan sambil mengiringi langkah Kino. Mereka berjalan terpisah dari yang lain, sengaja mempertahankan rahasia ini di antara mereka berdua. Kino sungguh menghargai sikap Ridwan itu.

“Tetapi aku sendiri tidak berdaya, Rid. Dia juga suka padaku!” sergah Kino menahan diri agar suaranya tak terlalu keras. “Risikonya terlalu besar, Kino!” jawab Ridwan sambil menahan geram. “Entahlah. Aku sangat menyukainya. Mungkin juga mencintainya!” ucap Kino. “Bullshit, Kino! Kau mencintai istri orang. Itu tidak bagus!” sergah Ridwan.

Kino berhenti melangkah, “Apa yang kamu tahu tentang cinta, Rid!? Kau tak tahu apa-apa. Kau hanya tahu “menyukai” dan “disukai”…,” ucapnya agak keras.

Ridwan sampai kuatir pertengkaran mereka terdengar orang lain. Untunglah mereka terpisah agak jauh dari Rima dan Tigor. Ridwan menghela nafas panjang, ucapan Kino memang benar. Tetapi ia merasa Kino sudah terlalu jauh melangkah, tak melihat jurang besar di hadapannya. Ia berucap pelan tetapi tegas,

“Aku sudah memperingatkanmu, Kino. Jangan salahkan aku kalau nanti terjadi apa-apa!” Kino terdiam, dan mereka menghentikan percakapan, lalu berpisah. Sepanjang malam itu Kino pun risau mengenang peringatan-peringatan Ridwan. Ia tidak bisa tidur, dan baru terlelap setelah lewat tengah malam.

Tetapi risau dan gundahnya segera hilang, karena pagi keesokan harinya ia menumpang mobil Tris lagi. Hari menjadi indah lagi. Kemurungan sirna secepat embun yang menguap disinari mentari pagi.

Pertemuan demi pertemuan berlangsung lancar dan seperti telah menjadi kewajaran. Baik Kino dan Tris luruh dalam ketidaksadaran yang sebetulnya adalah ketidakwajaran, terhanyut dalam musik asmara yang memang selalu membuai itu.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Apalagi kemudian Tris menjemput Kino sepulang kuliah di satu sore yang cerah, mengajaknya pergi ke sebuah tempat peristirahatan di daerah utara yang berlembah. Ini adalah ide Tris, walau adalah Kino yang membujuknya secara halus. Mereka minum kopi susu di sebuah restoran yang menghadap kebun teh luas menghijau.

Percakapan mereka berlangsung lancar dan ceria selalu adanya. Tiada sedikit pun kata-kata risau terucapkan. Segalanya cuma berisi kerinduan, kegemasan, impian, kenangan manis, keindahan…. ketakjuban …

Terlebih lagi, ketika malam tiba mereka tidak langsung pulang karena menurut Tris ia sudah minta ijin pulang terlambat. Kino tak peduli mendengar alasannya (“ada kursus tambahan malam hari”). Segalanya terjadi begitu saja.

Tris setuju memarkir mobil sebentar di pinggir jalan kecil menuju kebun teh. Tris diam saja ketika Kino dengan penuh kerinduan melumat bibir Tris di dalam mobil. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan lamanya Kino menunggu saat yang mendebarkan ini.

Dengan segala perasaan, ia kecup bibir yang merah ranum dan basah itu. Ia hisap lembut dan sayang, ia tumpahkan seluruh kerinduannya di rongga mulut yang harum semerbak mempesona itu.

Tris memejamkan matanya, mendesah dan mengerang, membiarkan dirinya hanyut dibawa larut oleh gejolak perasaan pemuda itu. Ia menyerah. Tak ada lagi yang mampu menahan dirinya malam itu, karena sejak seminggu ini hatinya gundah jika tak bertemu Kino.

Sejak dicium di pipi beberapa waktu yang lalu, hidupnya berubah total bagai sebuah desa kecil yang lenyap terhapus badai taifun. Tanpa sepenuhnya sadar, Tris merangkul leher Kino, menariknya lebih dekat lagi ke dadanya.

Kondisi mobil menyebabkan posisi keduanya agak kikuk. Tetapi lalu Tris meraih tombol di samping kursinya, dan tak berapa lama kemudian ia sudah terbaring di sandaran yang rebah. Kino dengan leluasa bisa melumat bibir yang menggemaskan itu. Nafas keduanya pun dengan cepat berubah memburu menderu.

“Oooh.. Kino,” desah Tris ketika pemuda itu mengangkat mukanya untuk mengambil nafas,”Aku rindu sekali…”

Kino tak membalas ucapan itu. Ia langsung menciumi lagi bibir yang selalu ada dalam mimpinya itu. Tidak hanya bibir itu yang diciuminya.

Juga ujung hidung Tris ia ciumi, kelopak matanya ia ciumi, dahinya ia ciumi, kedua pipinya ia ciumi… seluruh muka bidadari yang mempesona itu tak hentinya ia ciumi. Tris pun tertawa manja diperlakukan seperti itu. Belum pernah ia diperlakukan seperti itu oleh suaminya!

Bahkan Tris kemudian membiarkan tangan Kino meraba dadanya yang membusung indah. Ia bahkan membantu pemuda itu membuka kancing-kancing bajunya, menggeliat kegelian ketika jemari pemuda itu meremas lembut buah dadanya.

Tris mengerang sambil memejamkan mata, seakan ingin tidur dengan mimpi sensual yang melenakan, yang juga sudah sering diimpikannya di ranjang di samping suaminya. Betapa nikmat rasanya diraba dan diremas oleh pemuda ini… betapa melenakannya… betapa membirahikannya.

Tetapi tiba-tiba semuanya buyar. Tak sengaja, akibat gairah yang menggebu, siku Kino menyentuh tuter mobil. Suara klakson yang nyaring di tengah malam yang sepi membuat keduanya tersentak kaget.

Tris tertawa tertahan. Kino juga ikut tersadar dan melepaskan pelukannya. Tris pun menegakkan tubuhnya, cepat-cepat mengancingkan baju dan menegakkan sandaran kursi. Kino menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat, mengusir nafsu birahi yang tadi telah memenuhi seluruh kepalanya.

“Kita harus pulang, Kino,” ucap Tris menahan senyum dan mulai menstarter mobilnya.

“Ya,… harus segera pulang,” sahut Kino bagai baru bangun dari mimpi.

Mereka meninggalkan tempat sepi itu, beberapa saat saja sebelum sebuah mobil milik perkebunan lewat berpatroli. Sepanjang jalan menuju kota, mereka tenggelam dalam lamunan. Sesekali mereka berpandangan dan tertawa berdua. Indah sekali malam itu!

Sama sekali mereka tidak menduga, bahwa malam-malam seperti itu akan terus berulang. Lagi dan lagi. Semakin lama semakin panas membara…….

*** Cerita Cinta Dewasa ***