Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #15

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #15

Di Villa Asmara

Cerita Cinta Dewasa – Keesokan paginya, ketika Kino tiba di tempat biasanya ia menunggu angkot, mobil Honda Civic itu telah lebih dulu berada di sana.

Di bawah pohon, agak lebih ke utara dari tempat pemberhentian angkot, mobil itu tidak bergerak tetapi mesinnya masih menyala. Hati Kino berbunga-bunga, dan dengan setengah berlari dia menuju mobil itu.

Kali ini tanpa ditawari, pemuda itu langsung membuka pintu depan. Suara musik segera terdengar ketika pintu dibuka dan harum interior menyerbu keluar. Kino menundukkan badan sebelum masuk. Tris tersenyum di belakan stir.

Ia sendirian saja, memakai setelan putih seperti ketika Kino pertama berjumpa dengannya di taman. Jantung Kino berdegup kencang lagi, seperti biasanya jika ia bertemu bidadari ini.

“Cuma mau lihat-lihat, atau mau ikut?” goda Tris melihat pemuda itu belum juga masuk.

“Aku ingin memastikan..,” ucap Kino pelan. Tris tertawa kecil dengan tawanya yang mempesona itu.

Kino cepat-cepat masuk, menutup pintu, dan dengan keberanian luar biasa ia mencium pipi bidadari nya. Tris tidak menghindar. Tidak bergeming sama sekali, bahkan. Kino mencium harum lembut melati di pipi Tris.

Cepat-cepat ia kecup permukaan kulit yang halus bagai pualam itu. Cepat-cepat pula ia mengalihkan ciumannya, ke sudut bibir yang ranum itu. Tris diam saja. Tetap tidak bergeming.

“Selamat pagi, bidadariku…,” bisik Kino dekat sekali di muka Tris. Dari jarak seperti ini, pemuda itu bisa memandang lekat ke mata perempuan yang selalu memenuhi mimpi-mimpinya itu. Mata yang baginya adalah sumber pancaran kehangatan dan keceriaan, sekaligus jendela bagi sebuah hati yang lembut walau tersaput sendu.

“Nakal..,” jawab Tris dengan berbisik pula. Dibalasnya tatapan pemuda itu, dan sejenak keduanya membiarkan jiwa mereka tertaut di jembatan pelangi yang tercipta dari dua pasang mata itu.

“Kangen..,” bisik Kino lagi sambil menghela nafas dalam-dalam menikmati harum segar nafas Tris. Ia seperti sedang menghirup aroma mistis yang membuat dadanya seperti dipenuhi perasaan bahagia semata. “Sama-sama..,” jawab Tris pelan sekali, nyaris tak terdengar.

Lalu bibirnya menempel sekilas di bibir Kino, sebelum ia memalingkan muka, menarik nafas panjang dan mulai memasukkan persneling ke gigi satu. Mobil pun bergerak, lalu dengan cepat melaju menuju arah kampus.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Aku tidak ingin kuliah hari ini,” ucap Kino.

“Betul-betul nakal!” sergah Tris sambil menahan senyum yang entah kenapa terus mengembang di bibirnya. Sulit sekali tidak tersenyum di dekat pemuda ini, keluh Tris dalam hati.

“Kamu harus kursus?” tanya Kino.

Tris menggeleng. Ia bahkan tidak mengantarkan Ria ke sekolah hari ini, karena Neneknya bersedia mengantar dan menunggu. Ketika ibu mertuanya menawarkan jasa seperti itu, tidak seperti biasanya Tris tidak menolak.

Adik suaminya yang kemudian mengantar mereka sambil pergi ke kantor, dan lagi-lagi Tris tidak menolak. Lalu Tris mengatakan kepada orang-orang di rumah, bahwa ia perlu belanja dan mungkin akan pulang sore. Nah, siapa yang nakal, sebetulnya?

“Bawa aku ke mana saja, Tris … asal jangan ke kampus,” kata Kino.

“Aku tak tahu musti ke mana,” jawab Tris walau hatinya mengatakan bahwa ia ingin sekali ke sebuah tempat di mana mereka bisa berdua saja. Dan sebetulnya ia sudah punya rencana … Tetapi … Ah, akankah aku mengajaknya ke sana? desah Tris dalam hati. Gelisah dan tak pasti.

“Berapa jauh mobilmu bisa pergi?” tanya Kino.

“Ke ujung dunia pun bisa, asal jalannya beraspal,” jawab Tris sambil tertawa.

“Kalau begitu, aku tahu musti ke mana,” kata Kino sambil tersenyum.

“Kemana?”

“Nanti aku beri tahu. Sekarang, ambil saja jalan ke arah selatan.”

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Tris tersenyum sambil tetap menatap ke jalan di depannya. Kino memandangnya terus sejak mereka meninggalkan tempat pemberhentian angkot tadi. Cantik sekali ia pagi ini, ucapnya dalam hati.

Ah, tetapi kapan ia tidak cantik? sergah suara lain di benaknya. Bahkan ketika sedang bersedih pun ia tampak cantik. Bagaimana kalau sedang marah? Tetapi kapan ia marah?

“Jangan pandangi aku seperti itu, Kino,” kata Tris sambil membelokkan mobil ke arah selatan. Di depan mereka kini terbentang jalan raya ke luar kota.

“Kenapa?”

“Nanti matamu sakit” “Justru saat ini mataku terasa letih karena kurang tidur,” jawab Kino, teringat akan peristiwa semalam.

Mendengar ucapan ini, jantung Tris tiba-tiba berdegup lebih kencang. Tidak itu saja. Sebuah aliran hangat tiba-tiba merayapi leher dan mukanya. Oh, apakah ia juga mengalami hal yang sama semalam? ucapnya dalam hati. Apakah ia juga melakukannya?

“Kenapa?” tanyanya asal-asalan, walau akhirnya ia menyesal harus bertanya. Bagaimana kalau pemuda ini memberikan jawaban seperti yang diharapkannya?

“Banyak nyamuk,” kata Kino berbohong. Ia belum pasti apakah harus berterus terang dalam soal yang satu ini.

Tris tertawa lega, sekaligus juga kecewa. Tadinya ia berharap pemuda itu akan mengatakan bahwa ia tidak bisa tidur karena memikirkan dirinya. Tetapi ia sebenarnya juga takut, kalau-kalau pembicaraan mereka harus membuat dirinya sendiri mengakui apa yang dilakukannya tadi malam.

“Tidur mu nyenyak?” tanya Kino, juga dengan jantung berdegup.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Bagaimana kalau ternyata dia juga tidak bisa tidur dan melakukan apa yang kulakukan malam itu? gumamnya dalam hati. Tris menggeleng.

Jantungnya berdegup kencang lagi. Kalau pemuda ini mendesak terus, apakah ia harus mengatakan yang sebenarnya?

“Kenapa?” tanya Kino.

“Terlalu banyak minum kopi,” kata Tris sambil berharap cemas menunggu pertanyaan selanjutnya.

Tetapi rupanya Kino tak ingin melanjutkan percakapan. Sejenak keheningan melingkupi keduanya. Mobil meluncur cepat meninggalkan kota B. Matahari mulai meninggi.

Beberapa kali mereka berpapasan dengan gerobak-gerobak yang ditarik kerbau, membawa hasil bumi yang menggunung. Sawah luas mulai sering tampak di pinggir jalan. Di kejauhan, sebuah gunung tampak kelabu-biru. Puncaknya tertutup awan tipis berarak.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kino mengajak Tris ke sebuah tempat yang ia sangat kenal, di pinggir sebuah danau kecil di kaki gunung. Tempat ini biasanya digunakan untuk perkemahan pramuka, atau untuk piknik keluarga di hari libur. Saat ini, tidak ada yang berkemah dan berpiknik.

Hanya ada beberapa pemancing yang sedang bersiap-siap dengan perahu mereka hendak ke tengah danau mencari ikan.

Mobil diparkir di depan sebuah warung yang tutup. Kalau musim libur, warung ini buka 24 jam, menyediakan segala macam keperluan orang-orang kota yang tidak selalu bisa back to nature walaupun maunya begitu.

Kino mengenal baik pemilik warung itu karena sering hiking (berjalan lintas alam) ke daerah ini, membawa anggota junior dari kelompok pencinta alam di kampusnya.

Bagi Kino, daerah yang masih asri ini mengingatkannya pada kampung halaman, tempat ia bersekolah dan bercengkrama dulu (Bagi pembaca yang belum tahu awal cerita, bisa lihat Babak I serial Kino).

Dari tempat parkir itu, Kino mengandeng tangan Tris menuju danau, melintasi tanah lapang kecil yang biasa dipakai sebagai arena perkemahan. Di pinggir danau ada sebuah dangau (gubuk sederhana tanpa dinding) yang biasa dipakai berteduh kalau hari terik.

Pelataran depan dangau ini berupa sebuah dermaga kayu yang sangat rendah sehingga hampir menyentuh permukaan air. Di dermaga itulah, tanpa alas kaki, Kino dan Tris duduk menghadap kaki gunung di seberang danau, mencelupkan kaki dan menendang-nendang air sejuk segar.

“Suasananya seperti di kampung halamanku,” kata Kino dengan mata menerawang ke kejauhan.

“Ceritakan tentang kampungmu, Kino..,” ujar Tris sambil merangkul lengan pemuda itu.

“Mungkin tak ada yang menarik buatmu,” jawab Kino karena menduga pastilah “anak kota” seperti Tris (yang seperti kata Ridwan, “dibesarkan dan bersekolah di ibu kota”) tidak akan tertarik kepada “kampung”.

“Ayolah!” sergah Tris merajuk, “Kalau kamu yang menceritakan, pasti menarik!”

“Ceritanya panjang. Dari mana aku harus mulai?”

“Ceritakan tentang rumahmu, orangtuamu, saudara-saudaramu..,” kata Tris, mempererat pelukannya di lengan Kino.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Pemuda itu menunduk, memandang riak air dan seekor capung yang dengan gagah berani terbang mengapung di dekat dua pasang kaki manusia. Sebuah perasaan rindu yang amat kuat tiba-tiba menyergap dadanya. Ah! Lama sekali aku tak pulang dan tak berkabar! desahnya dalam hati.

“Ayooo, dong!” sergah Tris lagi, kali ini sambil menyandarkan kepalanya di lengan pemuda itu. Entah kenapa, bagi perempuan ini dunia sekarang jadi luas sekali, dan ia merasa sendirian sehingga perlu memeluk erat pemuda di sebelahnya.

Entah kenapa, tiba-tiba ia merasa hanya pemuda ini yang ada di tengah jagat semesta tak berbatas. Kalau ia tak memeluk erat lengan itu, kemana angin akan membawanya terbang?

Kino pun bercerita dengan suara pelan, tentang sebuah rumah tua yang turun temurun ditempati keluarganya, dengan langit-langit kusam yang sudah berusia puluhan tahun, dan dengan beranda yang berlantai ubin kuning; lantai yang selalu mengkilap, karena setiap akhir pekan Ibu menggosoknya dengan sekaleng ampas kelapa.

Rumah yang selalu teduh, dengan tembok yang agak lembab sehingga sebulan sekali perlu diamplas agar lumut tidak merajalela. Rumah yang menyimpan teriakan-teriakan ceria gadis kecil kepada kakaknya, juga ucapan lembut Ibunya, dan suara berwibawa Ayahnya.

Betapa jauhnya rumah itu saat ini, …. beratus-ratus kilometer di seberang tanah, lembah, sungai, dan lautan.

“Berapa usia adikmu?” tanya Tris ketika Kino sejenak terdiam di tengah ceritanya.

“Sekarang sudah 11 tahun,” jawab Kino, lalu ia melanjutkan dengan suara lirih, “Aku rindu sekali kepadanya.”

Tris mengangkat kepalanya dari lengan Kino, menoleh memandang muka pemuda itu. Kasihan, gumamnya dalam hati, pemuda ini punya perasaan begitu halus. Pastilah ia sangat mencintai adiknya. Pantas ia mudah sekali dekat dengan Ria.

“Kapan terakhir kau pulang, Kino?” tanya Tris lembut sambil mengusap anak-anak rambut dari kening pemuda itu. Angin berhembus agak kencang, membawa sedikit embun yang membuat muka mereka lembab seperti habis bercuci muka.

Kino menunduk lagi. Ia katakan bahwa sejak tiba di kota B, belum sekali pun ia sempat pulang ke kampung halamannya. Tris terenyuh merasakan nada getir dalam ucapan Kino. Betapa berbedanya nasib pemuda ini denganku, bisiknya dalam hati.

Aku hidup dikelilingi orang-orang terdekat. Tris memanjangkan lehernya, meraih leher Kino agar mendekat, lalu mencium pipi pemuda itu dengan sepenuh perasaan. Ingin rasanya ia menjadi bidadari yang sesungguhnya, agar bisa terbang membawa Kino ke kampung halamannya. Sayang sekali, aku cuma bidadari baginya, desah Tris dalam hati.

Lalu Kino bercerita tentang sekolahnya. Tentang teman-temannya. Juga tentang Alma, walau tanpa menyatakan terus-terang bahwa gadis itu adalah pacar pertamanya. Kino bercerita pula tentang Mba Rien, tetapi tidak tentang pengalaman-pengalaman mendebarkan yang diberikan wanita lajang itu.

Lancar sekali Kino bercerita, seperti sedang mengulang kembali tahun-tahun yang sampai sekarang masih seperti terang terpampang di benaknya.

Baru kali ini ia bisa bercerita begitu terbuka kepada seseorang yang praktis bukan siapa-siapa; bukan kakaknya, bukan saudaranya. Tetapi barangkali itulah sebabnya perempuan ini adalah bidadariku, ucap Kino dalam hati.

“Alma itu pacarmu?” Tris memotong sambil menendang air danau, menimbulkan riak-riak besar. Kino tersenyum, mendeteksi ada sedikit nada lain di suara Tris. Apakah perempuan ini cemburu?

“Ya,” jawab Kino, “Pacar pertamaku.”

“Sampai sekarang?” “Entahlah,” jawab Kino sambil menghempaskan nafas kuat-kuat, “Aku tak pernah berjumpa atau mendengar kabarnya lagi.”

“Kamu mencintainya?” Kino menoleh, memandang Tris yang kali ini menunduk memandang air danau, seperti sedang mencoba menembus tirai air untuk melihat dasar danau yang gelap.

“Aku tidak tahu,” katanya terus terang. Kino memang tidak pernah tahu, apakah ia mencintai gadis itu. Kalaupun “ya”, ia tak pernah bisa menjawab apakah perasaan itu masih ada sampai sekarang.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Tris tersenyum dalam hati mendengar jawaban Kino. Dasar nakal! sergahnya dalam hati, tentu saja ia tak mau mengakui di depanku. Tris tahu persis, pemuda di sampingnya ini tertarik padanya. Mungkin juga jatuh cinta kepadanya. Mana mungkin ia mau mengatakan bahwa ia masih mencintai gadis itu.

“Aku sungguh-sungguh tidak tahu, Tris..,” ucap Kino ketika melihat Tris diam saja. Tadinya ia berharap Tris mendesak terus dengan pertanyaan-pertanyaan, sehingga ia bisa mengetahui lebih jauh apakah perempuan ini memang berminat mengetahui keadaan sesungguhnya.

Tris menoleh, membalas tatapan Kino, dan tersenyum sambil berkata, “Lalu, siapa pacarmu sekarang?”

Kino terdiam sejenak. Bagi pemuda itu, kedua mata Tris tampak bagai pedang baja tajam berkilauan, siap menembus jantungnya yang berdegup kencang. Dihelanya nafas panjang-panjang, dikumpulkannya semua kekuatan yang ada padanya.

Lalu ia berucap pelan dan tegas, “Kamu.”

Tris tertawa keras, membuat capung-capung yang mulai berkumpul di dekat kaki mereka terbang berhamburan. Kino pun ikut terkejut, dan sempat kecut hatinya mendengar Tris tertawa. Apakah ia menertawaiku? pikirnya dengan panik.

“Kamu seperti botol bening, Kino. Gampang ditebak isinya!” ucap Tris sambil menahan tawa melihat Kino terkejut. Sesungguhnyalah pemuda ini begitu polos bagi Tris.

Kino ikut tertawa, tetapi dengan canggung, “Kamu benar,” katanya, “Teman-temanku juga bilang, aku seperti buku yang terbuka. Mudah dibaca isinya.”

Tris meraih pinggang Kino, memeluk pemuda itu dengan sayang, menengadahkan mukanya menawarkan bibir yang merekah basah. Ayo, ciumlah aku kalau kamu memang mencintaiku, bisiknya dalam hati. Mungkin dengan begitu aku bisa memutuskan sikapku sendiri.

Kino membiarkan tubuhnya sedikit terhuyung dipeluk oleh Tris. Muka bidadarinya itu dekat sekali dengan mukanya. Nafasnya yang harum menerpa bersama aroma alam segar yang amat disukainya.

Tanpa ragu, Kino mencium bibirnya yang mempesona, mengulumnya dengan sepenuh hati, menumpahkan segala perasaannya ke mulut perempuan yang sudah menyita hidupnya belakangan ini.

Tris memejamkan matanya erat-erat, menutup pandangannya dari dunia nyata, membiarkan jiwanya terbang ke alam maya yang penuh ketakjuban. Bibir pemuda itu terasa hangat di bibirnya, membiaskan citra kasih yang merayapi leher, turun ke dadanya, membuatnya melayang seakan berenang-renang di lautan perasaan yang amat dalam.

Tris membiarkan dirinya terlena karena ia ingin pula segera menemukan, ada apa di dasar perasaannya. Apakah ia telah jatuh cinta, ataukah ini semacam episode saja dalam hidup yang tak pernah bisa diduga sepenuhnya itu?

Perlahan tapi pasti, keduanya saling mengulum dan saling melumat. Perlahan tapi pasti pula, kemesraan mereka berkembang berbuah menjadi kehangatan birahi badani. Tris semakin jauh terlena, merasakan desir darahnya bertambah cepat, dan daerah-daerah sensitif di tubuhnya seperti terbangkit oleh sebuah kekuatan gaib.

Kedua tangannya merangkul leher Kino, merengkuh tubuh pemuda itu agar lebih erat terhenyak ketubuhnya. Nafasnya mulai memburu, dan desah gelisahnya mulai terdengar nyata.

Kino pun merasakan kelembutan kehangatan tubuh dalam pelukannya bagai segumpal awan yang dapat membawanya terbang. Nikmat sekali rasanya memeluk orang yang kau rindukan setiap hari, bisik hatinya.

Harum tubuh perempuan ini pun sangat memabukkan, membuat Kino terasa berada di salah satu sudut di kahyangan, di mana segalanya cuma keindahan dan kenikmatan belaka.

Ingin sekali rasanya ia merebahkan tubuh itu di lantai dermaga, menindihnya dengan sepenuh nafsu, memberikannya kenikmatan yang kini dirasakan sudah penuh terkumpul di dalam tubuhnya.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Jangan di sini, Kino..,” desah Tris sambil melepaskan pelukannya. Ia sempat merasakan tangan Kino meremas pinggulnya, dan merayap turun ke pahanya.

Pemuda itu tersentak tersadar. “Maaf, Tris, aku terburu nafsu..,” ucapnya dengan gugup.

“Ssst.. jangan minta maaf terus!” sergah Tris sambil menempelkan telunjuk nya di bibir Kino, “Aku tahu tempatnya…”

Kino mengernyitkan keningnya, keheranan mendengar kalimat terakhir itu. Apa maksudnya dengan “tempat”?

Ke mana bidadari ini akan mengajakku; pasti bukan kekahyangan! bisik Kino dalam hati. Ia membiarkan dirinya ditarik bangun. Lalu ia melihat Tris menjinjing kedua sepatunya, dan tahu-tahu sudah berlari ke arah mobil sambil berteriak riang,

“Ayo, Kino. Kalau terlambat, aku tinggal kamu di sini!”

Terburu-buru Kino meraih sepatunya lalu mengikuti jejak Tris, berlari tanpa alas kaki. Hampir saja ia tersandung batu besar di pintu keluar danau.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Rumah kecil dan asri itu terletak jauh di tengah kebun karet yang tampaknya sudah tak berfungsi lagi. Jalan menuju rumah itu berliku-liku, tidak beraspal tetapi berbatu-batu kerikil dan tampaknya terawat baik karena mobil Tris bisa melaju cukup cepat.

Di depan rumah itu ada sebuah taman yang luasnya dua kali lipat dari bangunan rumah, tampaknya juga terawat baik dengan bunga-bunga aneka warna.

Sebuah pintu gerbang besar terbuat dari kayu kokoh tampak tertutup ketika mereka tiba, tetapi lalu Tris menekan sebuah alat di mobilnya, dan pintu itu terbuka sendiri. Kino takjub memandang teknologi yang sering didengarnya, tetapi yang baru kali ini dilihatnya itu.

Tris tertawa kecil melihat Kino terpana, lalu berucap,

“Belum pernah ke villa?” Kino menggeleng. Ia sering mendengar orang-orang kota yang punya villa di tempat-tempat peristirahatan seperti ini. Tetapi baru kali ini ia masuk ke dalam salah satunya.

Dulu Rima pernah bilang ayahnya punya villa di daerah P, tetapi mereka belum pernah ke sana. Ridwan juga katanya punya dua villa entah di mana, tetapi pemuda itu tak pernah mengajaknya ke sana. Kini, bidadari yang mempesonanya itu membawanya ke sebuah villa!

Dengan cekatan Tris memasukkan mobilnya ke sebuah garasi yang juga terbuka dengan sentuhan tombol remote control. Tak ada sebatang hidung manusia pun yang tampak di villa itu. Mungkinkah mereka cuma berdua di sini? Kino bertanya-tanya dalam hati. Seandainya “ya”, mungkinkah …..? Lamunan Kino buyar karena Tris mencubit tangannya,

“Kita sudah sampai. Ayo turun..,” ucap Tris lembut sambil memandangnya dengan tatapan yang membuat Kino gelisah.

“Katakan dulu, di mana kita,” jawab Kino membalas tatapan Tris dengan tak kalah tajam.

“Ini tempatku bertapa,” kata Tris sambil tersenyum; ada sekilas sinar nakal di matanya, membuat Kino ingin menggigit gemas bidadari ini.

“Kenapa kita ke sini?” desak Kino.

“Karena aku mau ke sini,” jawab Tris sambil mulai melangkah keluar.

Kino menelan ludah, merasa tiba-tiba gugup dan canggung. Dengan ragu ia ikut melangkah keluar, menyusul Tris yang cepat sekali menghilang ke balik sebuah pintu di belakang garasi.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Pintu itu menghubungkan garasi dengan ruang tengah yang luas, berisi dua buah sofa panjang di atas hamparan karpet tebal bermotif modern. Di depan sofa tampak sebuah perapian yang tampaknya memakai energi listrik. Juga ada sebuah televisi ukuran besar dan sebuah stereo-set dengan empat speaker yang menjulang tinggi.

Tris berdiri dekat sofa ketika Kino masuk dengan langkah ragu-ragu. Pemuda ini betul-betul terpana melihat isi villa. Apalagi ada sebuah jendela besar yang menghadap ke sebuah sungai di bawah sana. Airnya tampak berkilauan, menyelinap berliku di batu-batu besar berwarna hitam legam.

“Kesini..,” Tris berbisik sambil mengembangkan kedua tangannya, mengundang Kino ke pelukannya.

Kino melangkah mendekat, lalu membiarkan pinggangnya dipeluk Trista, membiarkan tubuh bagian bawah mereka menyatu. Jantungnya berdegup sangat kencang, menimbulkan suara ramai di telinganya.

“Kamu takut?” bisik Tris dekat sekali di mukanya.

Kino memandang lekat kedua mata bidadarinya. Ia menemukan kehangatan yang membara di sana. Menemukan percik-percik yang membakar jiwanya, menimbulkan gairah yang perlahan-lahan menghapus keraguannya.

“Sekarang tidak lagi,” ucap Kino sambil menahan getar di bibirnya.

Tris tersenyum lembut sekali, lalu mendekatkan mukanya ke muka pemuda itu, membuka bibirnya bagai sekuntum bunga yang merekah menyambut matahari pagi. Kedua kelopak matanya menutup perlahan, sebelum bibir mereka beradu lembut.

Kino merasakan betapa sebuah aliran hangat seperti merayap keluar dari bibir yang menggairahkan itu, menelusup ke bibirnya sendiri lalu memenuhi dadanya.

Tiba-tiba keragu-raguannya sirna. Rasa takutnya lenyap, seperti embun diterpa panas mentari. Dan kini panas mentari terbit di tubuhnya, membuat darahnya menggelegak seperti mendidih.

Tris berjingkat, memeluk leher pemuda itu, mengulum bibirnya, membuka mulutnya mengundang lidah Kino untuk mulai menjelajah.

Ayolah, desahnya dalam hati, lakukan lagi apa yang selama ini kau lakukan. Lakukan pula apa yang selama ini aku impikan. Lakukan dan lakukan lagi. Ayolah…

Kino menghisap kedua bibir yang menggairahkan itu, membuka mulutnya sendiri untuk menyambut sergapan nafas hangat yang menghembus keluar dari mulut Tris. Lalu ia menjilati lidah Tris yang muncul di permukaan mulutnya.

Lalu ia mendesak lidah itu kembali ke mulutnya, dan menjelajahi rongga yang menggairahkan dan penuh kehangatan itu. Tris mendesah perlahan. Tris mengerang perlahan.

Cukup lama keduanya saling memagut dan melumat sambil tetap berdiri. Tris merasakan tubuhnya melayang-layang lagi. Kali ini disertai rasa geli gatal yang sangat dikenalnya; yang perlahan-lahan mulai memenuhi tubuhnya.

Payudaranya yang kenyal terhenyak di dada bidang pemuda itu, menimbulkan rasa nyaman sekaligus nikmat. Apalagi Tris kemudian menggerak-gerakkan dadanya perlahan, menggesek kekiri dan kekanan, menambah tekanan di puncak-puncaknya.

Perlahan-lahan tangan Kino merayap turun dari punggung Tris, menyusuri lekuk-liku tubuh yang seksi itu. Setiap mili perjalanan tangan itu menimbulkan gairah kelaki-lakiannya.

Apalagi kemudian ia menemukan resleting di punggung Tris begitu mudah terbuka,… perlahan-lahan menguakkan gaun putih yang dikenakannya. Tangan Kino menyelusup masuk, menemukan kulit halus mulus menggairahkan yang seperti bergetar lembut setiap kali tersentuh telapaknya.

“Hmmmmm…,” Tris mendesah manja sambil melangkah mundur perlahan-lahan ke arah sofa. Kino mengikutinya sambil terus mengusap-usap punggung Tris yang telanjang.

Sebelum sampai di sofa, Tris menggerak-gerakan bahunya, dan gaun tipis yang resletingnya sudah terbuka itu kini meluncur turun. Sekejap kemudian, Tris tinggal berpakaian dalam….. Kino melepaskan ciumannya, memandang takjub tubuh molek di hadapannya.

Tubuh inilah yang selalu ada di mimpinya, dan … memang, tak ada yang berbeda dari selama ini dirindukannya! Semuanya tampak indah belaka!

“Buka bajumu, Kino..,” bisik Tris dengan suara bergetar sambil mulai membuka sendiri beha nya. Dalam sekejap kedua payudaranya yang membulat menjulang itu terpampang seksi di hadapan Kino.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Pemuda ini menelan ludah berkali-kali sambil dengan gugup membuka bajunya.

Tris tersenyum melihat Kino baru bisa membuka satu kancing dan sedang repot membuka yang kedua.

“Sini aku bantu,” bisiknya sambil mendekat dan dengan cepat membuka kancing baju pemuda itu.

Kino meraih tubuh Tris lebih dekat lagi, memegang mukanya dengan dua tangan, dan memagut bibirnya yang menggemaskan itu. Tris mengerang pelan sambil memejamkan kedua matanya lagi.

Sambil mengulum bibir Tris, tangan Kino dengan cepat meluncur ke dadanya, meremas dua bukit indah yang menggairahkan itu, membuat Tris mengerang lebih keras lagi. Sebuah sergapan kenikmatan memenuhi tubuh wanita ini, yang kini sibuk membuka celana jeans Kino.

Dengan satu tangan lain, Kino membuka celana dalam nilon Tris, memerosotkan nya sampai ke paha, lalu meremas bagian belakang yang membukit mulus itu. Tris mengaduh manja.

Sebentar kemudian pakaian keduanya telah berserakan tak beraturan di kaki sofa, dan keduanya telah terhenyak di badan sofa dengan tubuh Kino menindih tubuh Tris yang putih mulus.

Kedua kaki Tris yang indah itu melingkar memeluk pinggang Kino yang kini sibuk menciumi dada bidadari pujaannya. Kedua tangan Tris mencengkram sandaran sofa karena sebuah rasa geli yang amat sangat menyerbu tubuhnya, datang dari mulut Kino yang tahu-tahu sudah mengulum salah satu putingnya.

“Oooh!” Tris menjerit sambil mendesis ketika merasakan ujung kejantanan Kino yang sudah tegang keras itu menyentuh permukaan kewanitaannya. Ia menurunkan kakinya dari pinggang pemuda itu agar bisa mengangkat bagian bawah tubuhnya … agar bisa segera dimasuki oleh bagian yang kini sering di impikannya itu.

Kino menggeliat kegelian merasakan kejantanannya tergesek-gesek di sebuah lepitan yang agak basah dan hangat. Terus terang, ia belum pernah melakukan percumbuan dengan tubuh sepenuhnya telanjang seperti ini.

Ada semacam rasa aneh yang memenuhi dirinya; semacam perasaan tidak berada di dunia yang sesungguhnya. Seperti dalam dunia hayal yang sewaktu-waktu bisa berubah atau lenyap. Seperti menjadi bagian dari sebuah mimpi erotik yang sewaktu-waktu bisa membuatnya terjaga.

Lalu Kino merasakan dirinya pelan-pelan tenggelam… Masuk ke sebuah liang sempit yang licin dan berdenyut… Ini belum pernah dialaminya… Sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya.. Sesuatu yang menakjubkan mempesona melenakan.

“Kino…,” Tris mendesah sambil merangkul leher pemuda itu. Ia merasakan sentuhan kejantanan Kino berubah menjadi desakan lembut yang menyebabkan sesuatu di bawah sana terkuak perlahan…

Lalu ia merasakan sebuah kehangatan menyerbu masuk.. Mula-mula perlahan, tetapi kemudian cepat melesak… Tris mendesis merasakan tusukan kenikmatan menikam ke pusat kewanitaannya.

Kino terhenyak dalam sekali di tubuh bidadari pujaannya. Ia mengerang ketika merasakan dirinya seperti diselimuti oleh gumpalan daging lembut hangat dan licin. Rasanya seperti terhenyak di kelembutan alami yang tak berujung tak berpangkal. Rasanya juga seperti diremas-remas dengan perlahan di sepanjang tubuhnya.

Lalu entah bagaimana keduanya mulai bergerak-gerak. Mula-mula gerakan itu tak beraturan. Tetapi kemudian mereka menemukan irama sendiri. Kino bergerak turun naik makin lama makin cepat. Tris bergerak berputar-putar, juga semakin cepat.

Kino kini bertelektekan di kedua sikunya sambil membenamkan mukanya di pangkal leher Tris yang sudah mulai berkeringat. Tris merangkulkan kedua kakinya yang indah di pinggang pemuda itu, sementara kedua tangannya merangkul erat leher Kino.

Suara desah dan erangan bercamput derit sofa dan kecipak-kecipuk seksi yang keluar dari tempat berpadunya tubuh mereka. Ramai sekali. Bergairah sekali.

Entah kebetulan atau tidak, alam seperti sedang menyaksikan pecumbuan dua anak manusia ini.

Sebuah guntur menggelegar di kejauhan, gemanya dipantulkan dinding-dinding gunung, menimbulkan geluduk berkepanjangan seperti ada kereta api raksasa melintas di langit.

Lalu rintik hujan mulai turun diiringi angin yang berkesiut di puncak-puncak pohon. Suasana cepat sekali berubah menjadi seperti senja hari, padahal ini belum pukul 12.00.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kino bergerak makin cepat dengan nafas semakin berburu. Tris berkali-kali mengerang mendesah dengan kaki yang semakin tinggi terangkat, hampir mencapai punggung Kino. Ia kini tak lagi bergerak, melainkan terkangkang lebar dan pasrah menunggu datangnya badai klimaks yang sudah di ambang pintu.

Ketika Kino untuk kesekian kalinya menghujam dengan kuat dan bergairah, Tris mengerang panjang sambil menyebut nama Kino. Tangannya mencengkram sofa kuat-kuat, kepalanya tersentak ke belakang menekan sandaran, seluruh tubuhnya menggeliat menggelinjang. Klimaksnya datang bagai hendak menyita seluruh jiwanya.

Kino merasakan pula sebuah desakan yang tak mampu dikendalikannya, membuat tubuhnya bergetar hebat. Air bah birahi mengambur keluar deras sekali, membuatnya meregangkan seluruh otot di tubuhnya. Tubuh bagian bawahnya terhenyak dalam-dalam, menekan tubuh Tris ke sofa di bawahnya. Lalu……

“Oooh..,” Tris menjerit pelan merasakan cairan panas menyeruak tumpah ruah di dalam tubuhnya.

“Aaah!” Kino menjerit pula, tidak hanya sekali, tetapi setiap kali ia merasakan muncratan cairan cintanya berhamburan keluar tak tertahankan.

Air hujan bagai ditumpahkan dari langit. Suaranya ramai sekali mencercah bumi, menghantam genteng villa menimbulkan suara gemuruh, menenggelamkan jeritan-jeritan Kino dan Tris yang sedang menikmati klimaks mereka yang panjang.

Hari itu, di suatu siang yang basah oleh hujan, Kino menyerahkan keperjakaannya kepada seorang wanita yang dianggapnya bidadari.

Ia tak menyadari hal ini, karena berkali-kali kemudian mereka bercumbu dan bercumbu lagi. Tak pula sempat menimbang, betapa semakin lama mereka melangkah semakin jauh. Bahkan mungkin terlalu jauh…..

*** Cerita Cinta Dewasa ***