Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #9

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #9

Seorang Bidadari dan Sebuah Mimpi

Cerita Cinta Dewasa – Inilah cerita awal dari rangkaian kisah Kino setelah tiba di kota B, tempatnya kuliah. Bagi pembaca yang baru saja tiba di halaman ini, sebaiknya membaca rangkaian kisah sebelumnya tentang Mba Rien dan Alma

Seorang gadis kecil berambut ikal dengan pita merah dan gelang gemerincing berlari-larian di taman mengejar seekor kucing. Di tangan gadis kecil itu ada sepotong biskuit. Mulut kecilnya ramai berteriak-teriak memanggil sang kucing.

Pastilah ia bermaksud baik, memberi makanan yang ia anggap enak. Tetapi pastilah pula sang kucing berpikiran lain, karena binatang lincah itu sangat cepat memutuskan untuk naik ke atas pohon.

Si gadis kecil bertolak-pinggang di bawah pohon dengan gayanya yang lucu. Memanggil-manggil sang kucing yang mengawasinya dari atas dengan pandangan curiga. Lalu, gadis kecil itu tampak semakin sewot, dan akhirnya melemparkan biskuit ke arah sang kucing.

Lemparannya luput karena terlalu lemah. Biskuit malah kembali ke bawah dan jatuh di atas kepala pelemparnya. Gadis itu menjerit berang. Kucing terkejut dan lompat lebih tinggi lagi.

Kino tersenyum memandang semua kejadian itu. Ia sedang duduk di taman di seberang kampus, menikmati roti yang menjadi bekal untuk makan siangnya. Gadis kecil di tengah taman itu mengingatkannya pada Susi, adiknya yang telah lama sekali ia tinggalkan. Berapa tinggikah sekarang ia? pikir Kino sambil mengunyah perlahan.

Ada rasa sendu menyergap setiap kali ia mengenang adiknya. Pastilah Susi kehilangan kakak yang selalu bersedia memboncenginya berjalan-jalan ke pantai, atau membantu mengumpulkan biji kenari di hutan dekat danau, atau mengantarnya ke tempat latihan menari.

Kino bangkit, mendekati pohon tempat si kucing bersembunyi. Diulurkannya sepotong roti yang berisi telur dadar. Nah,… rupanya si kucing lebih tertarik pada roti dan telur katimbang biskuit manis. Binatang itu cepat sekali turun, secepatnya naik,.. dan tiba-tiba saja sudah mencaplok roti dari tangan Kino, lalu turun ke tanah untuk menikmatinya.

Si gadis kecil memandang ke Kino sambil mengernyitkan dahinya. Tampangnya lucu sekaligus manis. Kino membalas senyumnya. Si gadis membuka mulutnya, tetapi lalu menutupnya kembali.

Kino menegur dengan bersahabat, “Halo … apakah itu kucingmu?” Gadis itu mengangguk-angguk. Rambutnya bergerak-gerak ramai. Pita merahnya berterbangan di tiup angin yang agak kencang siang ini.

“Kenapa dia lari?” tanya Kino sambil berjongkok dekat si kucing yang kini asyik melahap makanannya. Gadis itu ikut jongkok dan berkata dengan gayanya yang cadel, “Ci pus nakal, Oom … ngga cuka mamam”

“Oh, mungkin dia tidak suka biskuit,” ucap Kino.
“Tapi … tapi,” gadis itu berceloteh,
“Tapi .. Lia cuka cekali biskuit … manisssss cekali.”

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kino tersenyum. Pantas gigimu habis, pikirnya dalam hati melihat gadis itu ompong. Pasti terlalu banyak makan makanan bergula.

“Siapa nama kucingmu?” tanya Kino.
“Unyil!” jawab Ria, gadis kecil itu, dengan cepat dan keras. Senang sekali rupanya ia dengan nama itu.

Tiba-tiba terdengar dehem seorang wanita di belakang Kino. Cepat-cepat Kino memutar tubuhnya, lalu bangkit.

Ah! Di depannya berdiri seorang bidadari. Betul-betul seorang bidadari, dengan rok terusan panjang berwarna putih bersih tanpa pola. Dengan rambut sebahu tergerai lepas, dan sepasang anting mutiara yang juga menegaskan dominasi warna putih.

Di lehernya yang jenjang ada seuntai kalung perak dengan bandulan burung dara kecil berwarna putih. Bahkan sepatu sandalnya juga berwarna putih, terbuat dari kain jeans. Tas kecil yang tersampir di bahunya juga putih, terayun-ayun perlahan.

Kino terpana sejenak. Bidadari itu tersenyum. Giginya juga putih sekali!

“Maaf. Apakah Ria telah berbuat nakal?” ucap bidadari itu.
“Oh, tidak. Tidak,” jawab Kino gelagapan. Kaget juga ia mengetahui bahwa bidadari itu bisa berbahasa Indonesia. Sejak kapan ada kursus bahasa Indonesia di surga?

“Dari tadi ia mengejar-ngejar kucing itu,” ucap bidadari itu lagi.
“Oh, begitu … ” ucap Kino, tak tahu harus berkata apa lagi.

Ia sungguh-sungguh masih menyangka berhadapan dengan bidadari. Tidak saja wanita di hadapannya ini serba putih, tetapi juga serba menarik dan cemerlang. Matanya yang dihiasi bulu panjang lentik seringkali tampak berkerejap bercahaya. Bibirnya yang tersenyum seringkali seperti menyemburatkan sinar terang.

“Mama … mama…, Oom ini baik cekali, Mama!” teriak Ria masih berjongkok dekat si kucing. Ah! Kino bergumam dalam hati. Bidadari itu punya anak yang menyukai kucing!
“Hayo, kita pulang Ria. Kamu sudah hampir dua jam main di sini. Nanti nenek dan kakek mencari-cari!” ucap sang bidadari sambil mendekati Ria.

Kino melangkah mundur perlahan. Menjauhi kedua mahluk yang mempesonanya itu. Ia melihat si gadis kecil meronta, memprotes keputusan ibunya untuk pulang. Lalu ibunya -sang bidadari itu- mengucapkan sesuatu yang tak jelas.

Lalu, si gadis kecil bangkit sambil tetap menggerutu. Si kucing, yang ternyata bukan kucingnya, masih asyik mengunyah roti yang diberikan Kino. Akhirnya, mereka bergandengan tangan menjauhi taman. Kino masih berdiri menatap mereka.

Menjelang keluar dari gerbang taman, tiba-tiba si bidadari menengok ke arah Kino lalu melambaikan tangan. Dengan kikuk, Kino membalas lambaian itu. Samar-samar ia melihat si bidadari tersenyum dan rasanya langit tambah terang. Kino menggeleng-gelengkan kepalanya, heran sendiri, mengapa ada wanita bisa seperti bidadari begitu.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Perlu kiranya diketahui, Kino kini telah memasuki semester keempat di sebuah institut teknologi di kota B yang sejuk. Begitu cepat waktu berlalu sejak ia meninggalkan kota kelahirannya yang kecil dan jauh sekali dari B. Hari dan minggu dan bulan berjalan cepat, berlarian, seperti kereta api ekspres yang membawanya ke mari satu setengah tahun yang lalu. Kesibukan kuliah membuat segalanya bertambah cepat saja berlalu.

Rasanya, baru kemarin ia mengucap selamat tinggal kepada Alma yang kini ada di ibukota. Alma, yang kini semakin jarang ia dengar kabarnya, karena konon gadis itu sibuk sekali dengan kuliah-kuliahnya di kedokteran.

Sepanjang hampir dua tahun telah banyak sekali yang terjadi pada Kino. Ia berubah dari seorang pemuda kota kecil menjadi seorang mahasiswa kota besar. Ia melanjutkan hobinya berenang dan mendaki gunung dengan bergabung ke klub di kampusnya.

Sama halnya ketika ia masih di kota kelahirannya, Kino juga cepat populer di kalangan teman-teman sekampus. Ia dikenal ramah, cekatan, dan pintar berorganisasi. Wajahnya termasuk cakep, walau kalah ganteng oleh Ridwan, teman sekelasnya, menambah popularitas Kino di kalangan gadis-gadis.

Antara Kino dan Ridwan tercipta hubungan aneh: keduanya merasa saling bersaing, tetapi keduanya juga saling bersahabat. Tak jarang Kino bertandang ke rumahnya yang besar di pinggiran kota dan menginap di sana. Ayah Ridwan seorang berpangkat tinggi di militer, dan ibunya punya usaha perhotelan.

Selain Ridwan, Kino juga punya seorang teman dekat bernama Rima, seorang gadis dari ibukota yang tidak pernah memakai rok.

Seorang yang agak tomboy, yang sebetulnya berwajah manis kalau saja ia rajin menyisir rambutnya. Rima menyukai Kino, bahkan mungkin juga sangat menyukainya dalam arti Rima ingin Kino menjadi pacarnya. Tomboy bukan berarti anti pria, bukan?

Tetapi Kino menganggap Rima biasa-biasa saja. Ia suka berteman dengan Rima, tetapi tak punya maksud apa-apa selain itu. Ia senang bepergian dengan Rima, naik gunung atau hiking menyusuri sungai-sungai besar di sekitar kota B.

Gadis itu pintar main gitar, dan Kino suka sekali kalau ia menyanyikan lagu-lagu tua dari Joan Baez. Tetapi, selain dari itu, Rima adalah teman semata. Maka, Rima pun kecewa berat, walau tetap saja mereka sering mendaki gunung bersama dan berhubungan sangat akrab.

Lalu ada seorang gadis lain, bukan teman sekampus, melainkan tetangga di sebelah tempat kost Kino. Namanya Indi, dan centilnya melebihi gadis manapun yang pernah dikenal Kino. Jelas sekali, Indi juga menyukai Kino karena gadis itu selalu punya alasan untuk mampir ke tempat kost Kino. Entah meminjam penggaris, atau jangka.

Entah meminta sebotol air es, atau meminjam selang untuk menyemprot halaman. Entah mengantarkan kue untuk tuan rumah, atau menumpang cuci kaki. Pokoknya, hampir setiap hari Kino bertemu Indi.

Indi juga merupakan gadis yang menurut ukuran Kino sangat bebas. Memang, Kino punya cukup banyak “pengalaman” dengan wanita, tetapi semuanya dalam konteks kota kecil. Mba Rien dan Alma adalah wanita-wanita “biasa” dalam perjalanan hidup Kino. Pengalaman Kino dengan mereka terasa begitu alamiah dan sederhana.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Sedangkan Indi kelihatan lebih “canggih”, lebih lepas-terbuka dalam hal sensualitas, dan lebih penuh gaya. Indi memakai rok mini yang kadang-kadang tersingkap menampakkan celana dalamnya.

Indi memakai eye shadow berwarna ungu yang kadang-kadang membuat Kino terkejut jika berjumpa di malam hari. Indi juga sering tidak berbeha, dengan t-shirt tipis yang tidak mampu menyembunyikan kedua putingnya.

Pernah Indi masuk ke kamar Kino tanpa diundang, lalu pura-pura bertanya tentang soal matematika (gadis itu masih duduk di kelas 3 SMA). Kino pun tak curiga, menjawab semua pertanyaannya yang sebetulnya amat-sangat mudah itu.

Indi berdiri di sebelah meja belajar Kino, membungkuk dan menopang dagunya dengan tangan. Kedua sikunya diletakkan di meja. Gayanya, seperti biasa, selalu manja dan centil.

Kino menjelaskan semua jawabannya, dan tampaknya Indi memperhatikannya. Tetapi, ketika Kino mengangkat muka, ia menemukan kedua pasang mata Indi tidak melihat ke buku, melainkan menatap wajahnya.

Selain itu, gadis itu memakai kaos berleher rendah, dan tidak memakai beha. Posisinya yang membungkuk menyebabkan seluruh payudaranya yang indah itu terpampang di depan mata Kino. Sejenak Kino menelan ludah, tetapi lalu ia berhasil menguasai diri.

Sambil tersenyum, Kino menutup buku matematika Indi, dan berucap,

“Kamu mau belajar atau menantang berkelahi?”
“Berkelahi!” jawab Indi cepat-cepat. O-o.., gumam Kino dalam hati, gadis ini nakal sekali.

“Baiklah. Mari di luar berkelahi. Aku pakai satu tangan saja, lah!” jawab Kino sambil bangkit. Indi menggerutu tak jelas, lalu menarik tangan Kino, mencegahnya keluar.
“Di sini saja. Indi mau berkelahi di kamar Kak Kino saja!” sergahnya.

Kino menghindari tangan Indi dan tetap melangkah keluar. Indi meraih baju Kino, mencoba menahannya, tetapi ia malah ikut terseret keluar. Terpaksalah Indi mengurangi kecentilannya di luar. Ia juga masih punya rasa sungkan kepada tuan rumah.

Ibu kost Kino adalah seorang bekas guru SD yang galak. Indi takut kepadanya. Maka ketika mereka sudah berada di luar, Indi tak bisa leluasa lagi. Ia pun lalu pamit pulang sambil tak lupa mencibirkan bibirnya yang ranum itu ke arah Kino.

Itu bukan kali pertama Indi “menjebak” Kino. Berkali-kali Indi berusaha memancing Kino untuk berbuat sesuatu kepadanya. Berkali-kali pula Kino berhasil menghindar. Hanya satu kali ia nyaris tak berdaya…

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Waktu itu, hari Minggu siang, Kino mampir ke sebelah karena ia perlu meminta kembali selang yang dipinjam Indi kemarin. Ibu kost meminta tolong kepada Kino untuk membantunya membersihkan kamar mandi, dan Kino memang selalu bersedia membantu ibu tua yang sudah seperti ibunya sendiri itu.

Dengan hanya bercelana pendek, Kino masuk ke rumah sebelah dan memanggil Indi. Tak ada jawaban. Rumah Indi tampak sepi sekali, tetapi pintu belakang terbuka lebar.

Maka, karena sudah terbiasa dan sudah mengenal keluarga Indi, Kino pun melakang masuk. Tetap memanggil-manggil Indi.
Akhirnya terdengar Indi berteriak menjawab, tetapi orangnya tidak kelihatan,

“Di sini, Kak Kino. Perlu apa, sih?”
“Selang yang kamu pinjam kemarin di mana In?” sahut Kino sambil mencari-cari di sekitar dapur.

“Di sini!” teriak Indi dari arah dalam.
“Di mana kamu?”

“Di sini. Di dalam!” sahut Indi lagi. Memang suaranya terdengar dari dalam rumah. Maka Kino pun melenggang masuk lebih ke dalam.
“Di sini Kak. Di kamar mandi!” teriak Indi. Oh, pikir Kino, pasti gadis itu sedang mencuci atau membersihkan kamar mandi juga. Ia pun melangkah ke arah suara Indi.

Pintu kamar mandi tampak agak tertutup, tetapi tidak terkunci sama sekali. Dengan santai Kino mendorong pintu itu dan melangkah masuk. Dan …

“Hey!” Kino berteriak kaget.

Indi memang ada di dalam kamar mandi, tapi tidak sedang mencuci atau membersihkan kamar mandi. Ia berdiri di tengah kamar mandi dengan tubuh nyaris bugil. Gadis itu memakai handuk di sekeliling pinggulnya, tetapi cuma itulah pembalut tubuhnya.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Badannya masih agak basah, dan kedua payudaranya yang sedang tumbuh pesat itu tampak segar menantang. Kedua putingnya yang coklat kemerahan tampak sangat sensual di puncak bukit-bukit kenyal yang membulat sempurna.

Rambutnya juga masih basah kuyup, mungkin habis keramas. Ia berdiri di dekat bak mandi. Di tangannya ada selang yang dicari-cari Kino. Bibirnya tersenyum …. Senyumnya nakal!

“Apa-apaan kamu Indi!” seru Kino sambil menatap tubuh gadis itu dari atas ke bawah. Sesungguhnyalah tubuh itu indah sekali di mata Kino yang biar bagaimana pun adalah seorang pria normal. Tetapi ia sama sekali tidak tertarik, karena perbuatan Indi ini menurutnya tidak normal.

“Katanya Kak Kino mencari selang!” sahut Indi sambil menyodorkan selang yang bergulung-gulung tidak karuan. Bibirnya yang basah masih tersenyum nakal.
“Ya. Tapi kenapa tidak pakai baju dulu!” sergah Kino sambil menerima selang.

Sukar sekali bagi Kino untuk melepaskan tatapannya dari tubuh Indi yang tampak segar-basah. Apalagi harum sabun mandi juga datang dari tubuh itu!

“Aku baru selesai mandi waktu Kak Kino teriak-teriak di belakang. Belum sempat handukan!” ujar Indi sengit, membela diri mati-matian. Bukan Indi namanya kalau tidak membantah.
“Ya, sudah!” sergah Kino tak kalah sengit, “Lepaskan selang itu.”

“Kenapa, sih, Kak Kino marah-marah?” ucap Indi sambil menghentakkan tangan melepas selang yang digenggamnya, tiba-tiba suaranya berubah seperti mau menangis.
“Kalau orang tuamu tahu, apa kata mereka melihat aku masuk seperti ini?” ucap Kino masih sengit, sambil mulai melangkah mundur untuk keluar.

“Orang tuaku tidak di rumah. Memang kenapa kalau Kak Kino masuk?” kata Indi, kali ini jelas nampak matanya mulai basah oleh airmata.

“Aku …,” Kino menghentikan kalimatnya. Ditatapnya gadis setengah bugil di hadapannya. Hatinya langsung luluh melihat Indi mulai menangis. Kino selalu lemah jika berhadapan dengan airmata wanita.

“Kak Kino jahat!” sergah Indi lalu menutup mukanya dengan kedua tangan dan mulai sesenggukan.

“Bukan begitu, In …,” ucap Kino lemah. Tak sadar, ia melangkah masuk kembali ke kamar mandi, meletakkan selang di lantai dan memegang kedua pundak gadis itu.

Dingin sekali badannya, pikir Kino.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Tiba-tiba Indi menubruk Kino, memeluk pria muda itu, dan menangis di dadanya. Kino limbung sejenak, bingung menerima serbuan yang sangat mendadak itu. Apalagi dirasakannya kedua payudara Indi menempel langsung ke dadanya yang juga telanjang. Segera badan Kino ikut basah…. dan sebuah serbuan birahi tiba-tiba muncul.

Betapa tidak! Tubuh gadis itu erat sekali memeluk tubuh Kino. Lagipula, Indi sesenggukan menahan tangis, sehingga gerakan badannya menyebabkan kedua payudaranya bergesek-gesek dengan dada Kino.

Untung Kino cepat sadar. Dengan sekuat tenaga, didorongnya tubuh Indi menjauh. Lalu dengan agak keras ia berucap, “Stop! Indi. Aku tidak mau main ke sini lagi, atau berteman denganmu, kalau kamu tidak berhenti menangis!”

Nah, berhasil. Mendengar ucapan yang bernada ancaman itu, Indi akhirnya menahan tangisnya. Menunduk, gadis itu mundur dan mendekapkan kedua tangan di dadanya, menutupi bagian tubuhnya yang telanjang.

Kino menghembus nafas lega kuat-kuat, lalu mengambil lagi selang yang tadi diletakkan di lantai. Cepat-cepat ia membalikkan badan, sambil berkata,

“Aku pulang dulu. Kalau masih perlu selang, kamu bisa pinjam lagi.”
“Oke .. ,” terdengar Indi menyahut pelan.

Diam-diam Kino tersenyum mendengar jawaban itu, sambil terus melangkah keluar. Gadis itu memang nakal sekali! sergahnya dalam hati.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Begitulah antara lain kisah hidup Kino di rantau. Masih banyak yang menarik yang bisa diceritakan, mungkin tak cukup 1000 halaman buku untuk menuliskannya. Pada umumnya, kisah hidup pemuda ini menyenangkan walau seringkali pula diganggu kerinduan pada kampung halaman.

Semenjak tiba di kota B satu setengah tahun yang lalu, ia belum pernah pulang ke kota kelahirannya. Belum pernah berjumpa ayah, ibu, dan adiknya. Juga tak lagi pernah berjumpa sahabat-sahabat lamanya. Tidak pula pernah menatap lagi mata Alma, atau mendengar lembut suara Mba Rien.

Masa lalu Kino seperti sebuah lembaran yang sulit dibuka kembali. Seperti buku yang membatu. Kadang-kadang, Kino sedih sekali mengenang semua itu. Tetapi, karena kesibukan kuliahnya, kesedihan itu cepat terhapus.

Sehingga akhirnya Kino kini bisa menerima kenyataan bahwa kehidupan adalah sebuah perjalanan yang selalu maju, tak pernah bisa mundur kembali.

Satu hal yang sempat merisaukan Kino adalah keterikatan perasaannya kepada kedua wanita yang telah mematri kisah kasih di hatinya: Mba Rien dan Alma. Sejak berpisah dengan mereka, Kino belum pernah terpikat oleh gadis lain. Apakah itu normal? Apakah itu namanya kesetiaan? Apakah itu namanya cinta yang sesungguhnya?

Tetapi apakah sebenarnya kesetiaan itu? Apakah sesungguhnya cinta itu? Kino selalu menyimpan pertanyaan-pertanyaan berat itu di hatinya. Dalam hal ini, tak ada teman diskusi untuk diajak berbincang. Dalam hal ini, Kino pun bergulat sendiri, mencari jawabnya sendiri.

Sampai suatu hari ia bertemu bidadari itu. Malamnya, Kino tiba-tiba terbangun dan merasakan keringat memenuhi tubuhnya, walau sebetulnya udara kota B sangat dingin untuk ukuran tropis. Kino terbangun oleh sebuah mimpi yang misterius. Ia bangkit dan duduk di ranjang, mengatur nafasnya yang agak menderu.

Kino bertemu lagi dengan Ria -si gadis kecil- dan sang bidadari yang adalah ibunya. Kino melihat gadis kecil itu berlari-larian di tengah lapangan yang sangat luas tak berbatas. Bukan hanya berlarian. Gadis kecil itu juga tampak seperti terbang melayang-layang, diselimuti kabut putih tipis.

Ibunya – sang bidadari yang jelita itu – ikut berlarian, melayang-layang sambil menebarkan bunga-bunga putih. Indah sekali pemandangan mereka berdua berlarian-berterbangan seperti dua kupu-kupu putih.

Seperti menari balet di sebuah panggung yang dipenuhi dry ice. Ada suara musik samar-samar, mungkin dari harpa dan seruling bambu. Betul-betul indah. Kino sangat menikmatinya.

Lalu, entah dari mana, muncul seekor binatang aneh. Besar sekali binatang itu, menyerupai T-rex (sejenis dinosaurus) di film Jurassic Park. Seram sekali binatang itu, dengan mulut yang terbuka lebar dan gigi-gigi besar dan tajam.

Kino terpana, melihat binatang itu mengejar Ria dan ibunya, yang juga terperanjat dan tampak berusaha lari menghindar. Tetapi binatang ganas itu jauh lebih cepat larinya, dan sebentar kemudian ia sudah dekat sekali dengan kedua anak beranak itu.

Kino berteriak, tetapi suaranya tercekat di tenggorokan. Lalu dengan ngeri ia melihat binatang itu menangkap Ria dan ibunya dengan mulutnya. Darah muncrat. Kino berteriak lagi keras-keras. Suaranya tercekat lagi di tenggorokan.

Kino berusaha sekuat tenaga untuk mendekat, untuk memukul binatang jahat itu agar melepaskan buruannya. Tetapi kakinya terpaku di tanah. Kino frustrasi, terasa ingin menangis.

Lalu ia terbangun … Entah apa makna mimpi itu, Kino tak tahu. Lama ia terpekur di ranjangnya. Malam masih jauh dari pagi. Suara jangkerik terdengar ramai di luar. Ketika jarum jam menunjukkan angka 1, barulah Kino bisa memejamkan mata kembali.

*** Cerita Cinta Dewasa ***