Cerita Cinta – Chapter 132. Kau Tak Pernah Tau Tentang Nabila

Chapter 132. Kau Tak Pernah Tau Tentang Nabila

Malam semakin larut, membawa suasana kian menepikan hati berteman sepi. Seribu jarum dingin yang menerjang kulit, nampaknya harus membuat kami kian merapat dalam dekatnya api unggun yang masih membara. Sungguh indah pemandangan alam malam ini. Bagaimana langit berhias bintang sungguh terang di buatnya. Selalu melengkapi bagai Doni dan Fany yang selalu membuat saya iri. Hingga Nabila datang bersama Nonik, suasana menjadi semakin hangat. Hati yang tadinya terasa dingin kini terasa memanas karena Bejo pula adanya. Andai saja hawa panas ini ada pengontrolnya, maka ingin saya kecilkan panas itu yang bisa membuat hati saya selalu terasa hangat. Bukannya terbakar hangus Karena Bejo di sampingnya.

“neng gelis jangan di tenda mulu atuh, sini teh temani Fany sambil bakar ikan” ejek Fany pada Nabila yang baru duduk dengan memakai bahasa sunda.

“apaan sih Fan, . . di tenda cuma ngobrol doang kok” jawabnya pada Fany sambil sesekali melirikku.

“apa perlu tenda lo gw bakar juga biar lo mau kumpul di sini ?!!” kini tanya Fany sadis sambil membakar ikan lagi.

“udah fokus aja itu ke ikan lo Fan, tar gw yang ngabisin lagi. Oke . .” suruhku pada Fany agar tak larut dalam jengkelnya.

“eh nyet lo diem – diem doyan juga ama ikan bakar gw !! kampret iiiih . . . gw yang bakar masa elu yang abisin” kesalnya kini tertuju padaku.

“bebi mau ikan bakar juga ta ?? sini tak bakarin, . . masa ngincip punya Fany mulu” tanya Nonik sambil beranjak membakar ikan untukku.

“males beb kalo bakar sendiri, enakan juga mintak gratisan, hahahaha . . .”

“yeeee . . dasar Raja Khampret !!!” ejek Fany dari singkatan namaku.

Di sisi lain, Bejo pun nampaknya tak mau kalah. Bagaimana cara dia yang sok memperhatikan Nabila sungguh membuat diri ini geli ingin muntah di buatnya. Bahasa itu, gesture itu, semua membuat ikan yang sudah tadi saya makan serasa ingin loncat keluar.

“adek mau mas bakarin juga ?? ikan yang kecil apa yang gede ??” tanya Bejo sok mesra pada Nabila.

Dalam hati saya hanya bisa bergumam bahwasanya Nabila tak pernah suka dengan ikan bakar. Ia hanya mau dengan ikan laut yang di goreng dengan minyak mendidih. Jadi bisa saya pastikan ketika Bejo menawarkan hal macam itu, maka Nabila akan berucap . . .

“enggak usah mas, aku udah kenyang” alasan Nabila menolak tawaran Bejo dan lagi – lagi melirikku seolah saya faham ia akan berucap apa.

“aku bawa minyak goreng Bil, ambil aja di tendaku kalo mau buat masak ikan” suruhku pada Nabila.

“lo ngapain bawa minyak goreng segala nyet ?? enakan juga di bakar kan ikannya” celetuk Fany sambil membolak balikkan ikan bakar season 2 nya.

“iseng aja . . .” jawabku datar sambil mengkode Nabila untuk mengambilnya.

Sebenarnya saya memang sengaja membawa miyak goreng untuk Nabila. Tujuannya agar dia bisa memasak ikan. Kenapa saya bela – belain membawa barang tak berguna di tempat seperti ini, semua karena saya masih perduli kepada Nabila. Bisa di bayangkan, di tempat pesisir pantai seperti ini apa yang bisa kita makan selain ikan bakar. Tentu hanya itu menu yang tersedia kala kita champing jauh dari pemukiman warga. Lantas jika saya tak membawa minyak goreng, mau makan apa Nabila malam ini. Tuntu makan hati itu tidaklah enak, apa lagi makan cinta. Maka minyak goreng yang bagi orang lain tidak ada artinya, akan berbeda jika itu bagi Nabila. Sebab hanya karena minyak goreng sepele itu, ia bisa tak makan semalaman ini jika saya tak membawakannya.

“lha pancinya di mana??” tanya Nabila bingung sebelum beranjak ke tendaku.

“mana ada yang bawa panci penggorengan Bil ?? yang bener aja . . itu gw juga bingung Rakha ngapain bawa minyak goreng kalo ga bawa panci” heran Fany sambil menatap ikan bakarnya yang sudah harum menggoda.

“gw bawa kok, itu ada di pojokan tenda gw” jawabku datar sambil merapat ke Fany.

“buseeeeet dah . . !!! gw ga nyadar lo nylundupin barang begituan di tenda lo”

“halah cuma iseng Fan, kali aja ada yang mau jadi FaraQuen di sini. Hahahaha” jawabku santai sambil mencomel ikan bakar Fany.

“mana ada iseng sampe bawa barang begituan segala di sini. Lo sengaja kan ya bawa barang gituan nyet . . hayoo lo ngaku aja Raja Khampret !! wahahaha . .” pojok Fany sambil mentertawakanku.

“udah jangan ketawa molo . . ikan lo udah abis setengah nih . . hihihihi . . !!” tawaku geli melihat ikan bakar Fany yang sudah habis separo.

“INALILAHI RAKHA . . . !!! GW BAKARNYA SETENGAH JAM, LO ABISIN CUMA TIGA MENIT !!! HIIIIIIH !!!!” pukul Fany di pundakku menahan jengkel.

“wkwkwkwk . . abisnya bocah dari tadi nrocos aja ga jelas. Ga sadar ikannya gw embat juga. Hahaha !!!”

“bebi jangan abisin punya Fany terus dong, ini lo punya kamu udah matang. Nih . .” ujar Nonik sambil merapat padaku membawa ikan bakar yang setengah gosong.

Bila pun datang membawa panci serta minyak goreng di tangannya. Saya tau dia lapar, saya tau dia tak bisa menyalakan api. Ia hanya bisa begong memandangku seolah berkata “Rakha tolong bantu nyalain apinya”. Kenapa Nabila bingung dalam menyalakan api, wajar saja. Malam itu Nabila memasak tidak menggunakan kompor gas yang sekali petik langsung nyala. Melaikan dengan cara primitif mulai dari daun yang di bakar kemudian di sulutkan ke ranting – tanting kecil agar mudah dalam mengontrol bara api.

“ga bisa nyalain api ?? cari kayu kering kalo gitu . . ayok !” ajakku pada Nabila sambil membantunya.

“bebi ini ikannya ga di abisin ?!!” teriak Nonik kecil masih membawa ikan bakar setengah gosongnya.

“enggak beb . . kasih stepong ajah. Hahahaha” jawabku pergi sambil mencari kayu kering.

Masih asyik mencari kayu kering bersama Nabila, tiba – tiba Bejo datang membantu. Entah niatnya mengacau atau memang perduli pada Nabila itu semua masih menjadi modus Bejo dalam mendekati Nabila lebih lanjut. Panas memang panas keadaan saat itu, namun rupanya saya sudah terbiasa dengan kepanasan ini. Jadi tak terlalu bermasalah kedatangan Bejo kali ini di dekat Nabila.

“adek tadi katanya kenyang, ini mau ngapain sama Rakha ??” tanya Bejo sok bingung bak orang goblok.

“ini aku mulai lapar mas, mau cari kayu bakar buat masak ikannya di goreng” tutur Bila sambil mancari kayu kering di sekitar pantai bersamaku.

“kenapa gak di bakar aja ?? kan lebih gampang gak ribet” tanya Bejo menjelaskan.

“aku pingin di goreng aja mas biar beda . . hehehehe” jawab Bila masih tak bisa jujur di depan pasangannya.

“di bakar aja yok dek, ribet kalo di goreng. Mesti nyalain api gini, nyari kayu bakar, pake panci, pake minyak goreng segala lagi” ejek Bejo pada Nabila.

“ng . . . tapi . . . anu mas” Bila terlihat bingung pada pasangannya.

“kalo gak di goreng Bila mau makan apa mas malem ini ?!!” tanyaku menyentak tak tahan lagi karena tingkah bejo.

“ya makan ikan bakar lah, lagian kamu ngapain ngurusin ini cewekku. Itu cewek kamu urusin sana ?!” jawab Bejo pun tak enak di dengar.

“okey . . tunggu di sini, kalo Bila bisa makan ikan bakar tanpa kenapa – kenapa, aku mau loncat dari tebing itu. Tapi kalo sampe Bila kenapa – kenapa, mas tidur setenda sama Steve di tenda mas sendiri. Aku tidur bertiga sama Nabila juga Nonik !” tantangku pada Bejo sambil jalan mengambil ikan bakar yang sudah matang.

“sapa takut, deal . . !!” teriak Bejo ke arahku yang sudah jauh.

Dalah hati saya berbangga diri, sepertinya bisa saya pastikan malam ini akan tidur bertiga bersama Nonik juga Nabila. Sebab saya tau pasti apa reaksi yang akan timbul kala Nabila mencicipi sepotong danging ikan yang telah di bakar. Sebenarnya saya juga tak tega jika harus melihat Nabila memakan sesuatu yang membuat tubuhnya alergi. Namun bagaimana lagi, saya jauh lebih tak tega jika dia harus setenda dengan itu babi ngepet sialan. Maka cara apapun akan saya tempuh untuk menjauhkan Nabila dari sisi Bejo.

APA PUN CARANYA !!!

“Step, udah mateng ??” tanyaku pada Stevy tengah mencumbu ikan bakarnya yang telah matang.

“udah dong bang, mau tah ??” tawar Stevy padaku.

“pas banget !!!” sahutku pada ikan bakar yang telah matang di tangan Stevy.

“TUHAN TOLONG ITUH IKAN BAKAR AKUUUUH !!! YA AMPUN RAKHA !!! BALIKIIIIIN !!!! HUAAAAAAA !!!!!” teriak Stevy padaku yang sudah pergi ke tempat Nabila.

“bebi kok ngambil ikan bakar Steve taa, . . ya ampun itu anak kenapa sih. Maaf ya Steve, . . sini aku bakarin lagi” pinta maaf Nonik atas perbuatanku pada Stevy.

“emoh Non . . . huhuhuhu” keluh Stevy berbalut duka atas ikan bakarnya.

“lha kenapa ??” tanya Nonik heran.

“ikan bakaranmu kan gosong . .eh ??”

“hah . . ??!!!”

Saya sampai juga di depan Nabila yang tengah di sanding dengan Bejo. Terlihat merejka tengah terlibat adu mulut kecil yang tidak berarti. Entah apa yang tengah mereka debatkan saya tak tau, yang jelas dengan ini akan saya buktikan bahwa hanya saya lah yang paling mengerti tentang Nabila. Bukannya si Babi Ngepet sialan itu. Maka dengan wajah bingung setengah takut karena harus mencicipi ikan bakar, Nabila pun bangkit dari duduknya dan bersiap untuk sebuah pembuktian ini.

“Bil, makan ini ikan bakar !!” pintaku pada Nabila sambil menyodorkan ikan bakar di tanganku.

“ng . . . .Kha . . .” terlihat wajahnya gelisah melihatku menekannya.

“ayo makan !! biar dia tau apa yang terjadi sama kamu kalo makan ini !!” bentakku pada Nabila untuk bergegas.

“dikit aja ya Kha . .” pintanya memelas padaku.

“udah buruan . .”

Dengan ragu ia mulai mengambil sepotong daging ikan bakar di tanganku. Terlihat wajahnya pucat pasi tak berdaya sebeb tak ada pilihan lain. Entah setega apa saya malam itu, yang jelas hanya dengan cara ini Bejo akan tau apa yang terjadi pada Nabila jika memakan ikan yang di bakar bukannya di goreng.

Perlahan bibir itu terbuka, mengunyah sambil menahan sesuatu. Sepertinya reaksi tubuh Nabila lebih cepat dari biasanya. Matanya terpejam dengan kuat. Leher itu mencoba mendorong segumpal daging ikan bakar yang telah ia lembutkan oleh kunyahannya sendiri. Usai semua itu berhasil ia telan. Tunggu saja beberapa menit. Dan hasilnya adalah seperti ini . . .

“HUUUUUEEEEEEEEKHH !!! HOEEEEEK !!!! UHUUUUUK UHUUUUUK . . !!!!”

Ya . . Nabila muntah seketika. Matanya berair, wajahnya pucat. Tubuhnya gemetar. Bulu di tubuhnya berdiri semua menahan rasa jijik teramat sangat. Hingga kaki itu tak sanngup menopang maka robohlah dia sambil dudukan menahan sisa mual di perutnya karena aroma amis dari ikan bakar yang ia makan. Dari dulu memang tak berubah, Nabila tak pernah kuat dengan aroma amis dari ikan laut yang di bakar.

“udah liat mas ?? ini akibat kalo dia makan ikan bakar. Kenapa aku bawa minyak goreng sama panci gembel beginian, smua demi cewek mas biar bisa makan di tempat kaya gini. mas ga pernah mikir kan ini Nabila mau makan apa malem ini. Yang mas pikir itu cuma gimana cara dapetin dia tanpa pernah mau ngerti tentang apa yang dia suka dan gak dia suka. Percuma mas deketin dia dua taon kalo hal sepele ini aja gak tau. Masih pantes di sebut sebagai calon tunangan Nabila ?? renungin niat mas buat tunangan ama Nabila kalo hal kaya gini masih terjadi”

“dek . . maafin mas ya . . maaf ya dek” pinta Bejo memelas pada Nabila.

“minggir mas, . . aku mual !!” sentak Nabila menyingkirkan bejo dari hadapannya.

Mungkin bukan hanya aroma amis saja yang membuat Nabila mual, tapi juga muka Bejo yang seperti babi ngepet itu membuat perut Nabila semakin bertambah mual. Ah . . setan di otak ini memang jagonya berfikir kotor. Hahaha . . tawaku dalam hati.

Sudah memprediksi hal seperti ini akan terjadi, maka telah saya siapkan langkah selanjutnya untuk mengantisipadi dampak yang terjadi pada Nabila. Ya, saya membawa obat peredam mual untuk Nabila sebagai tindakan langkah selanjutnya.

“dah Bil, sene ikut aku minum obat dulu !!” tarikku pada tangan Nabila tanpa ia menolaknya.

Bejo bingung, Bejo ndomblong, bejo begong, Bejo is kebo di sawah. Ya, dia hanya bisa diam ketika Nabila malam itu menjadi hak saya sepenuhnya. Rupanya sebagai lelaki yang masih punya senjata perang, ia membuktikan ucapannya yang bisa saya pegang usai kami menyepakati teruhan tadi. Yakni saya boleh memboyong Nabila ke tendaku guna menjauhkan dari muka Bejo yang semakin membuatnya mual.

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS