Cerita Cinta – Chapter 166. Tanpa Bayangannya Lagi

Chapter 166. Tanpa Bayangannya Lagi

Dari tempat air mancur di kawasan monas semalam, kembali lagi diri ini memasuki hari ke dua dimana rasanya tak terasa esok hari saya harus memulangkan Nabila beserta alasan yang mungkin masih mengambang di otak ini. Dengan tetap bersemangat, ku jalani hari ini agar lebih terasa bermakna dari sebuah kata diam yang rasanya tak akan merubah keadaan meski saya tau apa yang akan saya lakukan hari ini juga belum tentu akan merubah keadaan nantinya. Maka kupastikan hari ini akan lebih berarti dari hari kemarin dan akan menunjukkan sesuatu kepada Nabila bahwa saya masih perduli dengan masa lalunya.

“acara kamu hari ini kemana Bil ??” tanya tante Asri seketika saat kami bertiga sarapan di dapur.

“gak tau tante, ngikut Rakha aja . .” jawab Nabila santai masih sibuk dengan sarapannya.

“hari ini kan sabtu, mau liburan kemana ayok tante temenin deh . .” ajak tante Asri semangat 45.

“ini tante ngajakin apa lagi butuh temen nih . . hehhehe” isengku pada tante Asri.

“ya dua – duanya Kha . . mumpung kamu di sini kan lumayan bisa temenin tante main”

“hah, main . . !!??”

“rakha inget ini nyokapnya Fany !! jangn mikir yang enggak – enggak !!” bisik Nabila lirih namun keras di telingaku.

“hhaha . . sory keceplosan lagi Bil” balasku berbisik pada Nabila.

“emang tante pingin kemana ?? kalo mau kluar mending pagi ini aja deh tante. Soalnya sore saya ada rencana ngajak Nabila ke suatu tempat”

“oh gitu, yaudah abis ini kalian siap – siap aja ya kalo gitu”

“emang kita mau kemana tante ??” tanya Nabila seketika.

“ke dufan aja gimana ?? apa nonton ??”

“buset dufan, . . mo pulang jam berapa tante dari sana tar. Pasti lama banget itu” keluh Nabila membayangkan

“yaudah nonton aja ya sambil jalan – jalan di Mall”

“aseeek . . cuci mata, mayan tante buat saya yang minus ini. hahaha” candaku di lirk Nabila.

“dufan aja tante biar pada peok !!” kesal Nabila karenaku.

“udah nonton aja, orang Rakha mau ngajakin kamu gitu lo ntar sore”

Rasa kesal itu selalu saja saya percikkan di hati Nabila kala masalah ini semakin mendekati puncaknya. Saya hanya tidak ingin Nabila merasa jenuh dengan keadaan ini yang setiap saat bisa membuatnya stress dan sedih. Maka jalan apapun untuk menaikkan dan menurunkan suasana selalu saya warnakan di kehidupan Nabila termasuk membuatnya jelous kala mengingat diri ini selalu senang dengan acara cuci mata di Mall. Ya, saya akui itu refreshing favorit saya kala bisa melihat segrombolan cabe – cabean dengan baju minim serta hotpant di pantatnya.

Sekiranya kala itu pukul sepuluh siang, saya Nabila dan tante Asri sudah siap untuk pergi ke salah satu Mall terbesar di Jakarta dengan fasilitas maha lengkap di dalamnya. Jauh jika di bandingkan Tulungagung yang tak punya satu Mall sekalipun di dalamnya. Usai sampai di sana sekitar sebelas siang, kami langsung saja nonton film sesuai apa yang tante Asri dan Nabila inginkan. Sedangkan saya, terserah mau nonton apa. Yang penting jangan nonton video 3gp’an saja lah pikirku dalam hati. Tak banyak kejadian menarik yang bisa saya ceritakan kala pemutaran film berlanjut. Sebab semua berjalan memang sudah seperti seharusnya. Dan usai menonton film, tiba waktunya diri ini bersama yang lain untuk nongkrong di salah satu foodcourt dengan di temani beberapa makanan kecil sebagai pelengkap suasana.

“Kha, masa tadi si Bila nangis liat filmnya . . padahal tante enggak loh. Hahahaha” ejek tante Asri sambil lirik Nabila.

“maklum tante . . suasananya lagi support soalnya”

“iih . . paan sih. cuma ngembun doang kok. Yee !!!”

Sesaat kami saling bercengkrama sambil menunggu pesanan minuman datang, tiba – tiba saja kami di hampiri oleh seorang laki – laki dewasa dengan perawakan tegap berdiri tepat di belakang Nabila. Tak lupa pakaian yang terbilang sedikit resmi, pria itu rasanya sudah tak asing lagi di mata tante Asri. Dengan suaranya yang tegas dan terbilang seperti ajudan, pria itu mengajak Nabila untuk pulang ke rumah. Ya, dia tangan kanan dari papah Nabila. Orang yang di percaya oleh keluarga om Indra dalam melancarkan segala urusannya. Dengan ini saya masih diam dan menunggu apa yang ingin dia lakukan.

“Non, bapak minta non untuk pulang hari ini” ujar pria itu tegas sambil berdiri di belakang Nabila.

“kok mas Joko tau saya di sini ??” bingung Nabila menatap pria itu yang bernama Joko.

“maaf saya sudah ngikutin non dari tadi pagi”

Sumpah, itu lakik macem apa sudah gak punya udel kerjaannya buat ngikutin orang lain. Seolah kegiatannya sudah di tentukan dari ayah Nabila. Maka dengan ini saya masih bisa diam untuk sesaat menunggu reaksi si Joko.

“non, ayo ikut saya pulang hari ini. bapak sudah nunggu di rumah” ajak Joko sekali lagi.

“bentar . . bentar . . kan kemaren aku udah bilang sama mamah kalo sampe besok”

“tapi bapak minta hari ini non”

“aturan kamu tanya mamah juga dong !!”

“ada hal yang pingin bapak bicarain sama non”

Orang itu rasanya sudah seperti robot, otaknya mati. Pandangannya kosong, namun anehnya dia tidak ndomblong. Melihat kelakuannya yang getol untuk mengajak Nabila pulang hari ini, jelas saya tak trima karena perjanjiannya adalah esok hari. Dengan berfikir sedikit keras, saya mencoba untuk menjauhkan Nabila dari Joko dengan cara apapun.

“mas, kalo mau Nabila pulang hari ini oke ga papa, tapi saya masih ada urusan dengan Nabila sore ini. jadi mungkin malem saya baru bisa anter pulang ke rumah” tukasku masih santai kepada Joko.

“bapak mintanya sekarang”

Kampret, ini orang rupanya sudah tak bisa di ajak rundingan lagi ternyata. Oke, dengan ini saya kode Nabila untuk pergi ke toilet di mana tempat itu adalah area terlarang di mana Joko tidak bisa menjangkaunya selain saya. Sebelum melancarkan kegiatan ini, maka saya kode tante Asri dengan memberi tahunya lewat sms yang sudah saya ketik sedari tadi. Dengan persetujuan tante Asri, maka saya pun bergegas memulai rencananya bersama Nabila yang sebelumnya sudah saya kode terlebih dulu dengan sms.

“mas tunggu di sini dulu. Saya mau ke toilet sebentar” celetuk Nabila seketika sambil berdiri memunggungi Joko.

“silahkan non . .”

Di sini joko tidak Bodoh, ia menunggu Nabila tepat di depan toilet sambil kosong pandangannya. Sedangkan Nabila yang sudah berada di dalam toilet saya beritahu lewat sms bahwasanya Joko masih di depan untuk menunggunya. Dengan menyuruh Nabila menunggu untuk mengulur waktu, saya tengah mencari ide untuk melakukan penyamaran agar Nabila bisa keluar tanpa di ketahui oleh Joko. Kulihat sekitarku alat apa saja yang mungkin rasanya bisa memecah perhatian Joko tanpa mengetahui bahwa itu Nabila. Terus berfikir otak ini tiada henti di sela waktu yang terbatas, akirnya kutemukan ide sederhana di mana saya pastikan Joko tak akan mengetahui bahwa itu adalah Nabila.

“mbak . . mbak . . bisa minta tolong” pintaku pada seorang cleaning service wanita yang hendak menuju toilet dimana Nabila berada.

“iya mas . . ada apa ya”

“ini saya titip baju untuk temen saya yang ada di toilet itu bisa mbak ??”

“oh iya mas . .” angguk wanita itu tanpa basa – basi.

Dengan memberitau Nabila terlebih dulu, kupastikan baju pembelian saya itu sampai di tangan Nabila dari wanita yang sudah saya mintai tolong tadi. Selang beberapa menit, keluarlah Nabila dengan baju yang lain di mana Joko benar – benar tidak menyadarinya. Tau kah mengapa Joko di sini tidak menyadarinya, jangan heran, sebab saya membelikan sebuah baju muslim bermodel cadar untuk Nabila. Kutunggu di salah satu lantai, dan usai saya bersama Nabila, segera saya tinggalkan Mall itu dengan menaiki mobil yang saya bawa bersama tante Asri tadi. Dan sedangkan tante Asri dengan sangat mengertinya rela naik taksi untuk pulang ke rumah karena keadaan yang sudah tak ada pilihannya lagi.

“kamu bisa – bianya ada ide gila kaya gini Kha . .” heran Nabila usai kami berada di dalam mobil menuju jalan keluar.

“biasa aja Bil, . . huuf !!” hela nafasku berhembus lirih.

“kok dia bisa ga tau kalo yang make cadar ini aku ya”

“orang kaya joko udah mati otaknya, yang dia tau itu cuma perintah dan di perintah. Kan aku udah bilang orang mesum itu masih di atas orang pintar”

“hahahaha . . iya juga sih. kalo dia mikir pake otak pastinya dia nyadar dong kalo yang make cadar ini aku”

Masih di dalam mobil kulaju pelan meninggalkan Mall beserta tante Asri masih di dalamnya berkorban mobil demi saya dan Nabila. Dengan tak enak hati, saya berpesan pada tante Asri bahwasanya acara sore ini ingin mengajak Nabila ke suatu tempat yang saya rasa mudah jalannya untuk di tuju. Dengan berbekal info yang saya dapat dari Fany sebelumnya, kuajak Nabila terus melaju tanpa ia banyak tanya di sisiku. Dan tak lupa mata ini terus menatap Gps dimana tempat itu ingin saya gapai, kulaju mobil semakin cepat menuju tempat itu karena tak enak jika sudah sore hari.

Sesampai di tempat yang saya tuju, kudapati Nabilaku tidur pulas dalam lelahnya bersama hembusan Ac mobil yang membuatnya sejenak merasa nyaman. Kutinggalkan Nabila sendiri di dalam mobil berteman musik klasik, kulangkahkan kaki ini menapak demi setapak di hamparan rerumputan luas berwarna hijau terawat. Begitu banyak batu bertuliskan nama di sini. Namun hanya ada satu nama yang ingin saya temui, tidak lain tidak bukan . .

Alm.Rangga . .

Mantan kekasih Nabila dulu . .

Di bawah pohon kamboja seperti yang Fany informasikan, kutekuk kaki ini bersimpuh menghadap kiblat memandang batu nisan itu. Masih terawat baik dan segar, tak lupa guguran bunga kamboja itu menghiasi makam Rangga. Begitu indah, harum dan harmonis sama seperti rumah Jovan yang baru. Mengapa di sela masalah ini berlangsung saya begitu ingin pergi ke tempat peristirahatan Rangga, semua tak lepas dari doa yang ingin saya panjatkan agar masalah esok dapat terlalui dengan baik. Tentu Rangga di sini mengenal Nabila jauh lebih baik dari pada saya saat ini, dan saya mengakui itu. Usai berkirim doa untuk Rangga, entah mengapa tiba – tiba saja diri ini mengajak berbicara kepada orang yang sudah meninggal seolah menjadi kebiasaan baru saya sejak kepergian Jovan.

“Hay . . Ngga . . kenalin, gw Rakha . .”

“cowok yang berada di sisi Nabila saat ini”

“gimana kabar lo di sana ??”

“gw harap tetep baik sama seperti bidadari gw yang udah duluan di surga”

“saat ini gw lagi ngadepin masalah berat di keluarga Nabila lo tau . .”

“ya . . masalah yang gak semudah kita membalikkan tangan”

“bukan cuma bokap Nabila yang bakal gw hadepin di sini, tapi nyokapnya juga”

“lo tau ini berat buat di jalanin . .”

“jika lo ada di posisi gw saat ini, jalan apa yang bakal lo tempuh . . .”

“hfff . . .andai aja lo masih hidup, apa lo bakal merjuangin Bila sama kaya gw sampai akir . . .”

“tapi kenapa lo lebih milih ninggalin dia dengan cara yang gak semestinya . . .”

“Bila itu sayang banget sama lo . .”

“kadang gw berfikir apakah gw yang saat ini ada di depan dia udah di pandang sebagai diri gw sendiri tanpa harus ada bayang – bayang lo di belakang gw . .”

“semua masih gak jelas dan gw gak berani tanya ke dia sampai detik ini . .”

Angin pemakaman sore itu mulai berhembus lirih, membawaku hanyut dalam tanya serta posisi yang sulit saya jabarkan. Dengan setianya bunga yang berguguran seolah menjadi saksi. Bahwa kejadian sore ini teramat sakral untuk di ketahui orang lain. Masih termangu menunggu jawab dari Rangga yang sudah jelas tak akan pernah saya dapatkan, seketika telinga ini menangkap lirih jawaban yang selama ini saya cari.

“aku udah bisa sayang sama kamu sepenuhnya Kha . .”

Sepatah kata kudengar lirih menyapa lembut telinga ini di iringi dengan air mata mengalir lembut membelah pipi mulus itu. Ya, Nabilaku berdiri tepat di belakangku memecah kesunyian sore hari dengan tangisnya. Bidadari baruku, telah mendengar segala pertanyaan hati yang kusimpan rapi selama tiga tahun ini.

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS