Cerita Cinta – Chapter 108. Pijat Refleksi

Chapter 108. Pijat Refleksi

Ini adalah tiga hari setelah saya bermalam minggu dengan Nonik. Lebih tepatnya ini hari selasa, seperti biasa saya masih sibuk dengan segala jadwal perkuliahan yang sebentar lagi akan menuju ujian akir. Maka di kosan lebih sering saya habiskan untuk memahami materi yang tengah saya angkat saat ini daripada nanti harus di hajar oleh tiga dosen penguji. Tentu sebagai mantan menantu orang nomor satu di Fisip, saya tak ingin mengecewakan ayah Jovan yang menginginkan untuk lulus teapt waktu. Meski saya dan Jovan kini tak bersama – sama lagi, namun hubungan silaturaqmi saya dengan keluarganya masih tetap saya lanjutkan hingga detik ini.

Mengingat saya yang harus fokus terhadap bahan ujian, pagi itu saya masih asyik membaca materi di leptop depan meja belajar. Namun secara tiba – tiba, konsentrasi saya harus terpecah sesaat karena hape di saku ini berbunyi dengan kerasnya. Dengan amat malas maka saya angkat itu telfon yang ternyata dari Nonik. Entah apa yang akan ia bahas kali ini, saya rasa urusan dengannya telah usai setelah kami bermalam minggu kemarin.

“hallo, iya Non . . da apa ??” sapaku sambil mengutak atik leptop depan meja.

“Kha, bisa anterin gw ke dokter gak ??” tanya Nonik sedikit bersuara lemas.

“lo sakit ?? trus kenapa musti gw yang lo telfon buat nganter ke dokter ??” emang saya emaknya pikirku dalam hati.

“ini ada sangkut pautnya sama lo, lo musti tanggung jawab Kha !!” kini suara itu terlihat serius.

“lah ?? gw ngapain lo Non, nyentuh aja kagak. Masa lo bisa bunting gitu ?? wah lo ngejebak gw nih . .” fikirku kotor pada Nonik.

“sapa yang bilang bunting sih bego ?? GW DIARE GARA – GARA MAKAN MIE SAMA LOE !!!” teriak Nonik di seberang telfon.

“wahahahahahahah, gara – gara itu toh ternyata !!” tawaku kesetanan.

“jemput gw sekarang ya Kha . .” pintanya sedikit memelas.

“iya iya, dua puluh menit lagi gw ke situ” jawabku mengiyakan permintaan Nonik karena kasihan.

Masih terbayang apa yang di alami Nonik saat ini sebenarnya ini memang salah saya. Tapi siapa yang sangka mie level 5 dengan cabe berisi lebih dari 50 biji itu mampu membuat Nonik hingga diare level akut. Bayangkan selama tiga hari ia harus bolak balik kamar mandi hanya karena masalah perut. Sungguh problem yang menggelikan serta hina di mata saya, namun cukup menyiksa sebenarnya.

“din, din . .” bunyi bel motorku di depan kosan Nonik.

Sekitar beberapa menit menunggu, akirnya Nonik keluar dengan mukanya yang benar – benar pucat di buatnya. Sungguh saya merasa bersalah karena telah mengerjai gadis satu ini. Tak kudapati wajah mak lampir kala itu, yang tersirat adalah tentang penderitaannya menahan diare selama tiga hari ini. sungguh saya tak bisa membayangkan sodara.

“loh Non, lo sakit beneran ??” kawatirku mendekat memeriksa kondisi Nonik.

Tak sempat menjawab ia hanya bisa duduk di kursi teras sebelah saya dengan kepala di sandarkan di dinding. Ini bukti bagaimana dia kehilangan daya untuk sekedar menjawab pertanyaan saya.

“wah lo sampe kringet dingin keg gini Non” usapku pada kening Nonik yang berembun keringat dingin.

“Rhaka jangan pegang – pegang gini dong . . .” jawabnya lemas sambil mengalihkan tangan saya dari keningnya.

“lah gw pengen mastiin aja, lagian cuma kening doang” bagaimana jika saya pegang bagian yang lain pikirku dalam hati.

“iya tapi jangan pegang gw ah, . . . risih Kha. Kan kmren gw udah bilang . . .” tuturnya mengingatkanku.

Ya, saya teringat akan penuturan Nonik yang menceritakan tentang dirinya yang merasa tak nyaman jika di perhatikan orang yang baru di kenalnya. Meski saya dan dia telah kenal selama tiga tahun ini, namun kedekatan saya dengan dia memang baru terjalin paska meninggalnya Jovan.

“iye iye kgak gw pegang lagi, duh rempong amat lo. Ayok naek motor gw” ajakku padanya untuk segera bergegas.

Ia mulai bergegas untuk bangkit sendiri tanpa bantuan saya menuju tempat motor saya berada. Dan yang benar saja ia enggan naik motor yang tengah saya bawa saat ini. Taukah sodara kenapa ia tak ingin naik motor yang saya bawa saat ini. Sebab saya pikir motor yang saya bawa ini tidak lah kampungan, namun sangat tak nyaman untuk di naiki penderita diare karena Honda CBR 150 dengan skok yang telah saya tinggikan akan membuat pantat Nonik serasa di tusuk – tusuk dari dalam.

“duh Rakha kok lo bawa motor gede ginian sih ?? mana skok belakangnya tinggi pula” keluhnya bermuka malas.

“lah mobil gw di pake ama abang ponakan gw Non kmren minggu. Gantinya gw di bawain motor ini deh. Kalo ga mau gw bisa pulang nih ??” ancamku pada Nonik yang mulai sekarat.

“jangan, jangan, jangan !!!! iya udah naek ini aja, tapi pelan – pelan ya Kha . . .” sungguhpun kalimat ini mengingatkan saya pada suatu adegan.

Halah mikir mesum lagi kan . . .

Akirnya mau tak mau ia pun naik bersama menuju rumah sakit dengan motor Honda CBR 150 yang saya bawa ini. Jujur saya katakan di sini, sebenarnya sebelum saya berangkat ke kosan Nonik membawa motor macam ini, saya sudah membayangkan apa yang akan saya rasakan selama berkendara bersama Nonik. Bagi para lelaki hidung belang pastilah sudah tau apa alasan para cowok lebih sering meninggikan skok belakang saat berkendara bersama pacar atau wanita. Tujuan dari hal itu adalah semata – mata agar sang penumpang di belakang duduk menghadap condong kedepan dengan posisi dada yang menempel pada bahu pengemudi di depan. Ada yang menyangkal ?? sudah jangan munafik kau yang senyum – senyum sendiri di sana. Dasar cowok di mana – mana sama saja.

Terasa dada Nonik mulai menmpel pada punggung saya. Rasanya empuk kenyal seperti busa atau apalah saya bingung mengungkapkannya seperti apa. Dengan pasrahnya ia bersandar begitu saja tanpa menyadari bahwa buah dadanya kini telah berhimpitan dengan punggung saya. Bayangkan saja ketika harus meliwati jalanan yang terdapat lima lapis polisi tidur dengan ukuran kecil tentu itu sungguh akan menambah nikmat sensasi berkendara bersama Nonik. Sebab dada ranum di belakang itu terasa naik turun bergetar kesana kemari serasa di pijat sungguh enaknya. Tak menyadari hal semacam ini, lantas saya kebut saja motor itu dengan pelan hingga sampi di klinik terdekat.

Dengan sabar dan penuh perhatian saya jaga Nonik layaknya pacar sendiri meski kami hanya berteman. Sebab hawa – hawa menjaga seorang gadis yang tengah sakit ini masih begitu kental di hidup saya seperti yang sebelumnya pernah saya alami. Dengan selalu mendampingi Nonik hingga ia di beri antibiotik, akirnya wajah yang tadinya pucat pasi tiada berdaya kini mulai merona meski belum sepenuhnya ia sembuh dari diare itu. Usai mendapat obat dari klinik saya tanya ia ingin kemana lagi setelah ini sebagai bentuk tanggung jawab perbuatan saya terhadapnya.

“lo abis ni mau kemana lagi Non ?? ada tujuan lagi ??” tanyaku pada Nonik sambil menyalakan motor.

“gw pengen cari bubur Kha, serah bubur apa aja, asal yang lembut aja teksturenya” pintanya manja menghadapku.

Kini mulai lagi punggung saya di goyang bersama dada Nonik dari belakang serasa pijat refleksi sungguh pun otak ini selalu ngeres dan tetap ngeres meski melihat kondisi Nonik mulai membaik seperti ini. Dan mulai terbiasa dengan goyangan dada Nonik, akirnya saya antar dia ke sebuah warung di mana terdapat bubur sebagai menu utamanya. Usai sampai di sana, kami memesan bubur bersama sambil berdiri karena sedang antri, dan terjadilah sebuah percakapan antara kami dengan mas – mas penjual yang bisa saya bilang sedikit genit menggodai Nonik.

“mbaknya pesesn bubur apa ??” tanya penjual bubur.

“aku bubur kacang ijo sama di kasih ketan merah aja mas” tutur Nonik kalem sambil memegang dompet di tangannya berdiri dekat di sebelahku.

Selang beberapa menit kemudian penjual bubur itu mulai menggodai Nonik.

“lah itu masnya ga pesen sekalian ??” tanya penjual bubur kepada Nonik sambil melirik saya.

“gak tau mas” jawabnya singkat.

“gimana toh mbaknya ini, masa pacarnya gak di tanya mau pesen apa. Kan kasian atuh mbak kalo cuma nganterin mbak kesini” ucap penjual bubur sambil meracik bubur di tangannya.

“loh mas, aduh . . . ini . . . bukan . . . .” jawab Nonik terbata bata sambil salah tingkah.

“biasa aja Non, jangan gugup gitu di katain orang lo cewe gw” bisikku pelan di telinga Nonik.

“aku pesen sama kaya pacarku ini mas” godaku pada Nonik bertutur terhadap penjual bubur.

Muka Nonik memerah, semakin merona usai mendapat obat dari klinik. Wajahnya salah tingkah buang muka sembarangan seperti orang beol di mana – mana. Matanya lirik kanan lirik kiri menahan malu teramat sangat. Entah kenapa ia tak menyangkal pernyataan saya untuk mengerjainya. Mungkin ia malu atau mungkin bisa jadi . . .

Ia memang senang dengan pernyataan saya macam itu.

“itu buburnya udah jadi beb, ayok pulang di makan di rumah” tuturku sok manja seolah menjadi pacar Nonik di depan penjual bubur.

Tanpa menghiraukan ucapan saya, ia lekas lari ke kasir dengan menahan malu dan tawa yang menjadi satu di hatinya dan membayar semua bubur yang telah di pesan termasuk bubur milik saya.

Usai mendapat apa yang Nonik ingin kan kami pulang ke kosan Nonik, sebab di rasa urusan saya dengannya kini memang benar – benar usai. Tanggung jawab saya sebagai seseorang yang telah mengerjainya juga telah saya lakukan sepenuh hati tanpa harap imbal sedikitpun. Sesampai di depan kosan Nonik saya sempatkan untuk berbicara sebentar dengannya memastikan ia akan baik baik saja setelah saya pergi meninggalkannya. Sebab untuk kedepannya saya rasa, saya sudah tak punya urusan lagi dengan gadis satu ini.

“lo udah mendingan ?? ada yang perlu gw bantu lagi sebelom gw pulang ??” tanyaku pada Nonik masih di atas motor yang menyala.

“iya udah mendingan kok. Mkasih udah nganterin gw sama muter – muter nyari bubur”

Ucapnya kini berubah kalem nan lembut menyapa telinga. Entah telinga dan mata saya yang salah atau memang keadaannya yang sedang di rundung malaikat cinta.

Saya tak tau . . .

“ywdah gw pulang dulu kalo di rasa udah cukup” dengan mulai memasukkan persenaling saya bersiap – siap untuk jalan.

“eh Kha tunggu, bentar . . .!!!” ucap Nonik seketika menghentikan laju motor saya.

“iya da apa ??” tengokku ke arah Nonik yang saat itu kami sudah berada dalam jarak agak berjauhan.

“kalo tar gw ada butuh sama lo, gw bisa kan minta bantuan lo ??” tanya Nonik tak pasti seolah ada yang mengganjal di hatinya.

“nyantai aja lagi, sms kalo lo butuhin gw, . . . daaaaaah !!!” dengan mengebut motor saya tinggal Nonik tanpa menunggu aba – aba darinya.

Sesampai di kontrakan saya hanya bisa senyum – senyum sendiri mengingat ekspresi salah tingkah Nonik yang saya kerjai lagi di depan tukang bubur. Dan terlebih lagi sensasi berkendara bersamanya sungguh terasa nikmat seperti sedang pijat refleksi membuat punggung saya terasa nyaman untuk di sandarkan. Dengan menyiapkan mangkuk serta sendok untuk media saya bersantap bubur kacang hijau, saya nikmati bubur itu sambil dudukan menonton tivi. Dan tak lama hape di atas meja itu berbunyi kecil memecah kenikmatan saya dalam bersantap bubur.

“Kha makasih ya tadi udah mau nganterin gw ke klinik sama beli bubur. Sory kalo gw ngrepotin lo hari ini. Soal kata – kata lo di tukang bubur tadi jangan keg gitu lah Kha laen kali. Lo biking w malu juga salah tingkah. Bukannya gw suka ama lo atau gimana cuman gw canggung dengernya. Secara kita deket baru akir2 ini, masa lo dah ngatain gw cewe lo. Kan gw malu Kha di katain gitu depan tukang bubur” sms Nonik dngan emotikon sedih

“iya beb” jawabku singkat acuh pada sms Nonik sebab masih asyik dengan bubur di depan saya.

“kok lo jawabnya singkat gitu sih, manggilnya juga ngasal gitu, Rakha lo nyebelin ya emang ?!” kini dengan emotikon orang marah.

“iya beb gw nyebelin” balasku singkat lagi.

“awas lo kalo ketemu lagi !!” kini ia benar benar marah dengan sms saya barusan.

“emang kita bakal ketemu lagi ??” tanyaku dengan bodohnya.

“iya, gw bakal buat peritungan ama lo”

“silahkan beb, gw tungguin deh” balasku dengan emotikon gembira.

Marah dan jengkel mungkin itu hal yang pasti Nonik rasakan setelah membaca sms dari saya, namun siapa tahu jika dia memang menyimpan rasa. Hanya ia dan tuhan yang tahu. Sekali lagi diri ini ingin membuka lembarang baru bersama orang – orang yang menyayangi saya apa adanya, meski di antara salah satunya adalah . . .

Created BY : rakhaprilio KASKUS