Cerita Cinta – Chapter 107. Rahasia Palsu

Chapter 107. Rahasia Palsu

Makam itu mulai saya tinggalkan, berjalan pelan menyusuri batu nisan yang berjejeran di sepanjang jalan. Membelah langkah menuju mobil yang ada di depan. Dengan derap pelan tapi pasti hati ini mulai bergerak seiring menjauhnya saya dari makam Jovan. Hati saya bergerak mengikuti arus, mengalir jauh tanpa takut tenggelam lagi. Sebab hanya kehilangan Jovan bukan berarti saya kehilangan semuanya. Dan dengan mata yang tajam serta hati yang berulang kali saya teguhkan, Tuhan kali ini aku siap untuk melanjutkan kisah darimu. Biar saja engkau bawa separuh nyawa dan duniaku aku tak perduli, selama jantung ini belum berhenti berdetak, aku masih punya hati untuk mencoba mencintai seseorang . . .

Sekali lagi . .

Sore itu pukul lima petang telah mulai lewat. Suasana mencekam di sekitar makam terasa silir mengalir menghampiri. Membelai lembut bulu kuduk ini hingga di buatnya merinding. Tarasa bahwa pergantian alam telah tiba. Dimana alam manusia kini mulai di asingkan dari alam makluk halus. Maka dengan derap langkah yang semakin saya cepatkan, kususul Nonik yang sedari tadi sudah berada di dalam mobil menungguku. Dengan perasaan canggung sebenarnya saya berfikir lebih baik untuk keluar bersamanya melepas rasa penat dan lelah yang selama ini membebani bahu ini. Yah, mungkin saja akan saya temui satu dua senyum atau tawa yang bisa mengembalikan mood saya untuk lebih bersemangat dalam menjalani hidup ini.

“sini gw yang setir Non” pintaku tempat duduk pada Nonik yang telah siap untuk mengemudi.

“ywdah serah lo” jawabnya singkat dengan muka mak lampir sambil keluar dari dudukan sopir.

Melihatnya sekali lagi yang tak ada feminimnya ini, maka muncul niat usil untuk mengerjai gadis asal Sidoarjo ini. Entah fikiran dari mana datangnya untuk menggodai Nonik, yang jelas saya ingin melihatnya ketakutan di suasana yang mulai menjelang magrib ini. Tentu terasa seram bukan jika jam segini kita masih berada di area pemakaman. Dengan berpura – pura menyalakan mobil, saya mendapati mobil saya mogok di situasi saat ini. Dan mulai dari sini, termakanlah Nonik dengan usilan dari saya.

“duh, kok gak mau nyala ya . . . ng . . . napa nih ??” gumamku lirih sambil mengotak atik kunci mobil yang sudah menancap pada tempatnya.

“kenapa mobil lo ??!” tanya Nonik sedikit sewot nan kasar layaknya pemeran antagonis.

“ga tau, biasanya ga gini. Apa mungkin . . . .” putusku pada kalimatku sendiri memancing tanya Nonik.

“mungkin kenapa ????” Nonik mulai heran mempelototiku.

“mungkin MOGOK non !!!” tatapku pada paras Nonik bermuka horror.

“AH RAKHA KOK BISA – BISANYA SEH MOBIL LO MOGOK DI TEMPAT KAYA GINI, INI UDAH MULAI MALEM TAU !!!!!!” kicaunya yang mulai masuk dalam perangkap saya.

“ya bisa lah, emang kalo mogok kudu liat – liat tempat kaya mogok di depan bengkel gitu ?? itu namanya bukan mogok, tapi drama korea noh . . .” jawabku sambil pura – pura menyalakan saklar mobil.

“RAKHA BISA CEPETAN DIKIT GAK SIH, MOBIL MOGOK GA LIAT SIKON GINI, GW OGAH MALEM MINGGUAN AMA LO DI SINI KHA, GAK LUCU TAU GAK, AAAH !!!!!”

“lo ngomong apa demo sih ?? kecilin suara lo Non. Tar bisa ngundang loh . . .” pandangku tajam pada mata Nonik.

Siapa sangka sodara, ia loncat di sebelah tempat duduk saya yang saat itu kami terpisah karena perseneling di tengahnya. melihat ia benar – benar merasa ketakutan dan dengan muka pucat pasi pastilah saya masih tega untuk melanjutkan adegan ini. hahahahaha, kena kau, tawaku dalam hati.

“lah Non, tempat duduk lo ada di sebelah tuh, yang ngadep di tepi kuburan. Kok lo bisa – bisanya loncat ke sini sih. Tar orang ngira kita lagi ngapa – ngapain berabe malah” tuturku menahan tawa teramat sangat.

“Kha bawa gw pergi dari sini, gw takut kalo malem gini . .” dengan memelas akirnya saya pun luluh untuk menghentikan adegan ini meskipun sebenarnya saya menyukainya.

Dalam hati saya hanya bisa berkata masa mak lampir takut sama grandong. Ah sudah lah, lekas saya nyalakan mobil itu dan ia kembali ke tempat semula dengan wajah salah tingkah karena malu telah duduk di sebelah saya. Perlahan saya jalankan mobil yang saya kendarai dan meninggalkan area pemakaman. Terlihat wajah lega dari Nonik bak orang beol yang di tahan selama sepuluh tahun. Parasnya kini terlihat sumringah kala kami memasuki jalanan yang padat lalu lintas. Di penuhi dengan lampu jalan yang terang serta macetnya jalanan kota Malang pada malam minggu ini.

“duh sial macet gini . .” ucapku lirih sambil sesekali mobil berjalan pelan memecah macet.

“hahaha, mending macet gini daripada mogok di kuburan . .” tawa Nonik terlihat senang dengan keadaan macam ini.

“lo seneng gw seneb Non, lo yang nyetir agih” pintaku kesal pada Nonik.

“dih, ogah . . elu aja Kha yang nyetir. Gw masih pewe di sini, hahahaha . .” ejeknya padaku yang kini mulai kesal di buatnya.

Lama menyusuri macet hampir setengah jam rasanya saya hanya berkutat pada kawasan ini dan sulit terlepas dari keadaan yang bisa membunuh saya. Melihat Nonik yang malah asyik mendengarkan musik melalui earphonenya membuat saya semakin jengkel dan timbul perasaan menyesal karena telah berhenti mengerjainya tadi. Terus berfikir bagaimana saya bisa lepas dari keadaan macet ini, akirnya muncul ide dalam benak saya untuk banting haluan belok ke salah satu café. Tak peduli itu café atau tempat dugem yang penting saya harus keluar dari kemacetan ini. Dengan susah payah saya mabil lajur kiri agar lebih mudah dalam mengambil parkir, dan akirnya perjuangan saya tak sia – sia yang berujung pada sebuah kuliner malam di mana tempat itu menjajakan mie sebagai menu utamanya yang Khas dengan rasa pedas. Biasa di sebut sebagai mie setan karena ada level 5 dengan jumlah cabe lebih dari 50 biji dalam satu porsi mie. Ini merupakan tempat para remaja menghabiskan malam minggu berharga dengan para rekannya atau pacar. Namun tidak untuk saya, sebab saat ini saya tengah bersama mak lampir dari gunung merapi.

“loh, lo ga jadi pulang ke kontrakan Kha ??” tanya Nonik yang menyusulku keluar dari dalam mobil melepas earphonenya.

“gak, gw laper . .” jawabku ketus sambil meninggalkannya.

“ini tempat apaan Kha ?? duh gw ga terlalu doyan mie ginian” tuturnya manja seolah ini tempat yang kampungan.

“itu ada becak di luar yang siap anter lo kemana aja kalo ga cocok ama menu di sini” dengan kesal saya tunjuk itu batang hidung tukang becak di seberang.

Akirnya mau tak mau ia ikut dengan saya hingga usai makan malam ini. Sebab pastilah ia gengsi untuk naik becak berkeliling kota Malang di malam minggu seperti ini. Beda jauh dengan Jovanda yang dulu malah pernah saya ajak naik angkot untuk acara malam mingguan. Sungguh dua sahabat dengan kepribadian yang berbeda. Dengan menu mie, akirnya saya memesan level 1 yang berisi 12 cabe. Sedangkan Nonik yang kala itu tak tahu apa – apa, saya tanya dia minta level berapa.

“Non, lo level berapa mienya ??” tanyaku pada Nonik yang clingak clinguk menanti meja kosong.

“lo berapa Kha ??” tanya Nonik balik sebelum menjawab pertanyaanku.

“gw ga doyan pedes, gw pesen level 1 aja, paling cabenya ada 3 biji” tuturku kalem sok cupu di depan Nonik.

“ah cemen lo jadi cowok masa gadoyan pedes, gw level 5 aja deh” jawabnya tegas mungkin berfikir pada level 5 berisi 15 cabe.
Dalam hati, mampus kau kena jebakanku malem ini. Hahahaha . . .

“yakin lo level lima ??” tanyaku memastikan Nonik yang lebih dulu mendapat tempat duduk.

“iya level lima aja. Gw beda ama lo, gw gak cemen Kha. Gw doyan pedes kok”

Makan tuh sambel ntar kalo udah jadi gumamku dalam hati sambil senyum – senyum sendiri.

“tar kalo lo ga abis, lo yang bayarin. Tapi kalo lo abis, gw yang bayarin makan, deal ??” ajakku pada Nonik membuat kesepakatan terlebih dulu.

“ya jelaslah lo yang bayarin gw makan, emang gw kaya lo cemen gitu” dengan pedenya ia masih bisa sok – sok an di depan saya.

Akirnya kami sepakat dengan hal semacam itu. Jika ia habis mie pada level lima, bisa saya pastikan usus dia akan terbakar melilit sendiri habis karena pada level lima sebenarnya berisi sekitar 60 biji cabe. Namun jika ia tidak sanggup menghabiskannya, tentu harga dirinya adalah taruhan yang mahal untuk saya injak – injak dan ia akan membayar acara makam malam ini.

Penantian panjang itu akirnya datang. Berawal dari mie pesanan saya yang datang lebih dulu, beraroma wangi sedap siap untuk di santap. Sedangkan mie pesanan Nonik datang beberapa menit kemudian dengan aroma menusuk hidung yang seolah itu adalah makanan dari neraka. Sebab ketika saya mecium aroma mie pesanan Nonik, sempat beberapa kali saya menahan bersin karena bau cabe yang amat kental terasa merusak indra penciuman ini.

“yey, udah dateng nih . . ayok di makan bareng. Gw dah laper banget” ajakku pada Nonik yang memulai melahap mie terlebih dahulu sambil memberikan senyum kematian untuknya.

Terlihat ia beringas melihat mie di depannya, perlahan sumpit itu mulai di putar – putarkan, sedangkan mie yang sudah terkumpul siap untuk di lahapnya. Dan menit – menit yang paling saya tunggu adalah saat ini di mana ingin melihat ekspresi dari Nonik ketika mancoba mie level 5 ini. Dan apa yang terjadi pemirsa saat ia mulai melahap mie pertamanya . .

Hap . . . “bunyi mie yang di lahap Nonik”

Demi tuhan saya menahan tawa kala itu melihat ekspresi mimik muka Nonik. Matanya melotot seolah mau copot, pipinya menjadi merah padam, sedangkan bibir itu menahan rasa pedas teramat sangat. Keringat di atas dahi dan hidungnya kini mulai mengembun lirih bermunculan seiring di kunyahnya mie itu. Dengan wajah innocent saya tanya dia mengenai rasa mie level lima miliknya.

“gimana Non ?? enak ??”

Ia masih belum menjawab, di ambilnya seteguk air minum yang telah menemani kami sebelumnya. Dan dengan wajah menahan rasa pedas ia mencoba menjawab pertanyaan saya dengan sedikt rasa jengkel tentunya.

“ini mie apa ublekan sambel sih Kha ?? sejauh mata gw memandang yang ada di mie ini isinya malah banyakan cabenya ketimbang mienya”

“lah kan tadi yang minta lo ?? yang bilang doyan pedes tadi siapa coba ?? buru abisin gih . . met makan ya” ejekku pada Nonik sambil melahap mie pesananku sendiri.

Butuh waktu kurang lebih tiga puluh menit untuk menghabiskan mie milik Nonik. Tak satu dua teguk ia memimun air untuk melepas rasa pedas yang membakar lidahnya, melainkan ia habis tiga gelas jus jeruk. Kini kringat itu bercucuran di mana – mana, matanya seolah ingin menangis, dan terlebih lagi, cara dia menarik dan menghembuskan nafas membuat libido saya naik turun melihat ekspresinya seperti orang tengah sange saja. Puas melihat Nonik yang kepedasan karena mie level 5 akirnya saya harus membayar apa yang telah Nonik habiskan. Bagi saya, uang saat ini bukan lah masalah jika harus mendapatkan pemandangan seperti ini.

Keringat itu berkucuran di mana – mana, mukanya berubah merah padam merona, dengan sesekali ia menarik nafas yang lebih mirip dengan orang horny membuat saya berfikir yang iya – iya tentang Nonik di atas ranjang. Biasalah, otak mesum tak pernah jauh dari hal seperti ini sodara. Hanya dengan tangan kosong, ia sibakkan rambutnya ke kiri dan ke kanan menghilangkan rasa gerah di malam itu, dan saat itu saya hanya bisa berfikir. Jika dalam satu jem kedepan saya tetap di suguhi pemandangan macam ini, bisa di pastikan Joni yang sedari tadi masih adem ayem kini mulai tumfeh – tumfeh sodara.

“widiiiiih abis juga mbak bro mie nya ?? hahahhaa . . . enak ??”

“lo sengaja ya keg nya ??”

“lah kagak Non . . kan lo yang minta tadi, hahahaha . . .”

“btw wajah lo merah delima gitu, nih tisyu . .” ambilku tisyu untuknya mengusap kringat yang perlahan menyusuri leher jenjangnya.

“gausah, ngapain ngasih – ngasih gitu segala” jawabnya ketus dengan sesekali mengusap keringat.

“duh sewot amat, kan gw baik niat ngambilin lo tisyu biar kringet lo ga lari kemana – mana”

“gw ga biasa di baikin orang, jadi gausah sok baik di depan gw !”

“kok gitu, kenapa emang, lo gangguan jiwa ya ??”

“enak aja ngatain gw gitu, gw ga suka aja kalo ada orang yang baru kenal sok baik di depan gw”

“sok baik ?? emang gw pernah jahat sama lo ?? bukannya lo yang jahat sama gw ?? emang kita baru kenal ?? bukannya kita kenal udah hampir tiga taon ini”

“duh ya ga gitu juga sih Kha, maksud gw . . . .”
Sesaat ia kehilangan kata – katanya dan kembali berucap untuk melanjutkannya.

“kan kita sebelomnya ga pernah kenal deket Kha, makanya gw bilang baru kenal”

“tapi gw tau semua tentang lo kok . . .”

Sesaat mukanya merah padam . . dengan sesekali mata itu entah lari kemana menyembunyikan rasa malunya.

“apa yang lo tau tentang gw emang ??”

Dengan sadarnya ini adalah umpan dari dia pemirsa.

“perlu gw ceritain pengalaman pribadi lo waktu sama Jovan pas esema dulu ??”

Jujur, sebenarnya saya tak tahu apa – apa tentang Nonik. Jika saja Nonik berkata untuk melanjutkan lebih jauh apa yang saya ketahui tentang dia pas esema dulu, jelas saya bakal ketahuan bahwa saya sebenarnya tak tau apa – apa. Maka bisa di bilang ini adalah pura – pura mengetahui rahasia seseorang.

“Eh jangan, jangan, jangan !!!! masa Jovan cerita juga masalah itu”

“makanya lo jangan macem – macem ama gw Non, kalo gw bongkar cerita lo di kampus, gw jamin lo bisa jomblo tuju turunan, ahahahahaha” Ancamku pada Nonik sok tau tentang rahasianya padahal itu bulshit.

“yah jangan Rakha, kok sekarang jadi lo yang jahat ke gw sih . . . gw dah gatal jomblo 3 bulan kaya gini”

“apa ?? lo gatal ?? lo ga mandi 3 bulan ??”

“enggak gitu bego, gatal itu Galau Total”

“oalah, jomblo 3 bulan terus lo galau metal gitu, hahahahaha . . biasa aja kale Non”

“gw gak pernah gini Kha sebelomnya”

“maksud lo ??”

“gw gak biasa sendiri kaya gini. Tiap abis putus sama seseorang gw pasti cepet – cepet cari pengganti n dapet cowok baru biasanya gitu”

“oh . . lo itu ga betah jomblo lama soalnya lo itu haus perhatian dari orang yang sayang sama lo gitu”

“nah itu tumben lo pinter ?”
Kambing saya di katain tumben pinter, kalo mau saya bisa embat dia sekarang juga. Duh Rakha sabar Rakha, inget Almarhum jovan . . . ini baru tujuh hari.

“nik gw bayar dulu yah, lo dluan aja ke mobil” ajakku pada Nonik untuk bergegas pulang.

“iya gw tunggu Kha, . .”

Dengan ini akirnya saya pun bergegas pulang dengan hati senang. Yah, meski saya harus membayar kocek lebih untuk Nonik, setidaknya pemandangan yang saya dapat setimpal dengan apa yang telah saya keluarkan untuk dia. Mulai dari dia yang kepedasan hingga ekspresi LIAR milik Nonik sungguh menggoda iman ini sodara.

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS