Cerita Cinta – Chapter 106. Musuh Lama Bersemi Kembali

Chapter 106. Musuh Lama Bersemi Kembali

Hari – hari terus berlalu tanpa saya hiraukan siapa yang tengah ada di sisi saya saat ini, yang jelas semua mengalir begitu saja. Tak pernah saya mengeluh atau menangis lagi untuk mempermasalahkan jalan yang telah tuhan pilhkan untuk saya. Jika esok hari saya harus kehilangan kembali orang yang saya sayangi, ya sudah hilang saja. Memang itu jalannya, mau di apakan lagi pasti hasilnya akan sama saja. Yang penting saya sudah berusaha sebaik mungkin dan menyerahkannya kembali kepada yang di atas. Maka dengan siapa saya esok akan di pertemukan, saya terima termasuk Nabila. Eh, tidak . . tidak . . saya tidak mau jika harus di pertemukan dengan awewe bandung itu kembali. Mending saya banting haluan ke Stevy daripada harus sama dia. Sungguh pun itu betul tak terkecuali.

Jika hari ini sabtu, saya rasa tidak terlalu aneh jika akan saya habiskan untuk bermalam minggu di pemakaman Jovanda. Setidaknya saya masih punya kewajiban mengapelinya hingga hari ke empat puluh. Mengapa harus hingga hari ke empat puluh, sebab menurut adat jawa, orang yang baru meninggal biasanya masih akan terus berada di rumahnya atau pergi menemui orang – orang yang di sayanginya untuk menyelesaikan persoalan atau sekedar berpamitan. Tapi jangan di bayangkan jika saya akan bermalam minggu di sana pada malam hari. Sebab jelas saya tidak mau menemui sosok almarhum dengan gaun putih mengambang di atas tanah. Cantik sih memang cantik, sebab itu mutlak milik Jovanda. Namun jika ia sudah bukan manusia lagi, apa kata dunia ternyata saya bertemu dengan kuntilanak. Maka saya putuskan sore jam tiga ini untuk apel ke makam Jovanda dengan berpakaian rapi serta tentu tidak lupa ada bunga di tangan saya. Ya, bunga untuk sang kekasih jauh di sana.

Telah merencanakan hal seperti yang telah saya jabarkan tadi, kembali saya menyibukkan diri dengan leptop di depan saya. Otak atik sana sini hanya ada foto Jovan yang saya temukan di dalamnya. Sungguh manis sekali parasnya membuat hati ini ingin segera menyusulnya. Menyusul jika amal ibadah saya sudah banyak nanti. Sebab jangan lah sekarang untuk menyusulnya saat ini. Seabab jelas lelaki hina seperti saya ini akan terperosok ke dalam lubang neraka. Tuhan ampuni dosaku . . .

“kikuk . . kikuk” bunyi hape di sebelah leptopku.
Lekas saya buka itu sms dari siapa gerangan siang – siang begini memecah lamunan saya tentang Jovanda.

“kha, . . acara lo siang ini apaan ??” Nonik.

“gada sih, cuman tar sore jam 3 an gw ada acara non. Da ape ? tumben”

“duh, sore gw mo ngajak lo Kha”

“kemane ? ngapain ? ama sapa ?”

“adalah pokoknya, gw butuh lo”

“sory gw ga bisa non, uda janjian soalnya”

Janjian dari hongkong iya, mana ada janjian sama kuburan.

“plis Kha, kali ini aja. Ada kaitannya ama Jovan kok”

“jangan bawa2 Jovan buat jadi alasan lo !”

“serius, jemput gw di kosan yah”

Kambing, dia yang ngajak kok saya yang harus jemput. Dasar gak punya udel ini cewek. Apa udelnya udah pada di tindikin sampe bodong. Sialan, gumamku dalam hati sambil mempelototi hape sendiri.

“gw ga tau kosan lo non”

“jalan XXXX trus ada distro treesecond sebelahnya kha”

Lah, seriusan minta di jemput ini kambing. Sekarang malah ngasih alamatnya ke saya. Mau tak mau akirnya saya mengalah untuk sementara. Mungkin satu dua jam akan saya luangkan untuk Nonik. Tapi setelah itu saya akan tetap berkunjung ke makam Jovanda meskipun hari sudah sore. Sebab apa yang telah saya plaining sedari tadi teramat berat untuk di tinggalkan hanya karena seekor Nonik.

Pukul setengah tiga tepatnya saya berangkat menjemput Nonik dengan membawa mobil sendiri. Karena tak ada kendaraan lain, pastilah saya terpaksa membawa kendaraan macam ini untuk bertemu dengan Nonik. Jikapun ada becak di kontrakan, sudah jelas saya akan bawa itu becak biar dia kapok tidak mengajak saya keluar lagi. Hingga akirnya saya sampai di kosan Nonik yang ternyata masih sekelas dengan Jovanda. Sebab pastinya para reader masih ingat bahwa Nonik adalah mantan sahabat Jovan dan mereka terlahir sebagai kaum proletar yang di karuniai banyak rupiah di kantongnya. Dan ketika saya lirik mobil yang tengah saya bawa ini, . .

Setidaknya bisa menyelamatkan imageku . . .

“lo mo kmna ngajakin gw pake alasan Jovan segala ?” tanya ku sewot pada Nonik sesampainya di depan kosan.

“gw ga mau ribut sama lo sekarang. Sini gw aja yg setir mobil lo” pinta Nonik kasar menyahut kunci mobil di tanganku.

Dengan perasaan kesal pastilah saya menyesal karena telah menemui gadis berparas cantik namun berhati mak lampir ini. bagaimana tidak, caranya memperlakukan seorang lelaki begitu kasar dan tak terlihat sisi feminimnya. Entah ini bocah dulunya di beri makan apa, yang jelas, dia bukan wanita tipe saya meski paras itu masuk dalam kriteria. Santai ia berkendara membelah jalanan kota Malang sore itu, membuat saya kantuk dan tertidur sesaat di dalam mobil. Angin sepoi – sepoi yang bekas basah di sekitar jalan raya itu membuat aroma yang khas tercium hidung ini semakin menghipnotis saya larut dalam rasa kantuk sesaat. Kenapa saya bisa tertidur, maklum, saya enggan mengobrol dengan gadis satu ini. Tuturnya kasar, parasnya sangar, alisnya sering naik ke atas, bibirnya apa lagi, lebih sering nyengir saat ia mengucap sepatah dua patah kata. Pokoknya dia bukan tipe saya, titik !!

Hingga tanpa sadar aroma Khas sebuah tempat membangunkan saya dari tidur ini. Aroma itu wangi bunga mawar dan kamboja, dengan bau parfum di sekitarnya yang menunjukkan lokasi saya saat ini adalah di, . .

Kuburan.

Eh ?? kok . .

KUBURAN NYET !!!!!!

Semua terdengar begitu horror, seperti yang sering di ceritakan di film cary pada umumnya, semua tokoh akan mati di hantui oleh para setan. Hanya saja yang membuat suasana saat itu kurang seram adalah karena pada sore hari. Dan terlebih lagi, akir – akir ini saya sering berkunjung ke makam seperti rumah Jovan yang baru. Lantas perasaan takut itu pastilah tidak ada, hanya kaget itu saja. Saya coba hubungi dimana posisi Nonik saat itu yang terlebih dulu meninggalkan saya entah kemana. Namun masih membuka layar depan dari hape, saya dapati ada satu sms dari Nonik dengan bunyi pasal sebagai berikut.

“kalo udah bangun susul gw ke makam Jovanda”

Saya amati keadaan sekitar situ, benar adanya ini area pemakaman Jovan. lantas saya berfikir kenapa Nonik bisa mempunyai tujuan yang sama dengan saya. Semoga ini hanya kebetulan belaka yang sering terjadi di drama korea. Dengan derap langkah yang pasti, diri ini segera menyusul Nonik.

“kenapa lo ngajak gw ke tempat ini ??” tanyaku di samping Nonik usai menyusulnya.

“duduk dulu di sebelah gw Kha”

Tanpa menghiraukan pertanyaan saya, dia justru meminta saya untuk untuk duduk di sampingnya terlebih dahulu.

“gw kemarin udah dateng ke sini sendirian bawain bunga juga buat Jovan. Banyak hal yang mau gw ungkapin di sini di depan lo sama Jovan”

Dari penuturannya tersebut akirnya saya tau siapa orang yang berkunjung ke makam Jovanda pada sore hari seperti yang di katakan para berandal kecil itu.

“mank mau ngomong apa lo, Jovan udah ga ada. Gw rasa juga udah terlambat buat kasih tau ke Jovan tentang sesuatu di depan gw atau dia sendiri. Ada penyesalan di hati lo ??”

“lo jangan ngomong seolah apa yang gw lakuin saat ini sia – sia buat dia. Emang sih gw slama ini selalu jahat sama lo, gw ga suka ngliat lo sama Jovan, gw jg selalu berharap lo bakal putus sama Jovan. Tapi gw bukan orang kaya gitu sebelumnya. Gw juga pernah jadi sahabat Jovan dulu. Gw kenal banget siapa Jovan. dan gw . . .”

Ya, seperti biasa, cewek hanya bisa menangis jika dalam situasi seperti ini. Melihat Nonik yang mulai mewek begini, lantas saya hanya bisa diam sampai ia mau melanjutkan kalimat selanjutnya.

“dan gw nyesel di saat dia sakit gw masih aja ga mau baikan sama dia. Gw masih egois sama diri gw sendiri. Gw pingin minta maaf sama dia Kha, gw masih sayang sama dia . . !!”

Mendengar ini saya hanya bisa diam, kemudian diam, dan diam terus terdiam . . .

“ya bilang aja dong sekarang kalo lo au minta maaf . .” ucapku santai sambil memandang makam Jovan.

“apa dia bakal maafin gw ??” tanya Nonik sambil melirikku berusap air mata.

“mungkin enggak . .” jawabku asal sambil menggodainya.

“kan gw rasa juga apa, gw terlalu egois sama diri gw sendiri Kha !!!”

Dan dia mulai mendrama lagi, dia menangis untuk kesekian kalinya. Terkadang saya berfikri, kenapa hidup saya ini selalu di pertemukan dengan air mata para wanita sampai sejauh ini. Tak ada ragunya para wanita yang mengenal saya selalu dengan pedenya menumpahkan air matanya di depan saya. Mulai dari Nabila, Jovanda, Tisya, Fany bahkan Stevy mereka smua pernah menangis di depan saya. Eh, maaf, Stevy bukan salah satunya.

Dan dari sini saya mulai berfikir untuk menarik kesimpulan, bahwa setiap wanita yang dekat dengan saya, akan selalu meneteskan air matanya di depan saya. Bahkan Nonik yang saat ini di samping saya, mungkin kah saya akan menjadi dekat dengan Nonik. Entahlah, biar tuhan sekali lagi menggariskan ceritanya untuk saya.

“gak gak Non, gw rasa lo terlalu lama jauh sama Jovan sampe lo ga hafal sifat dia kaya gimana. Dia itu pemaaf, bahkan jauh sebelum lo minta maaf sama dia, dia udah maafin lo dluan. Pernah sih dulu dy cerita tentang lo. Katanya lo itu baik, sahabat dia pas esema dulu. Cuman kalian pisah gara – gara dia yang lebih milih deri ketimbang dengerin Nasehat lo. Dy jg bilang nyesel udah nyia – nyiain persahabatan kalian demi cowok kaya gitu. Jadi kalo mau nyalahin seseorang ya jangan benci sama Jovan waktu itu. Mestinya lo benci sama Deri Non”

“Jovan bilang kaya gitu ??”

“yap . . .”

Sesaat kami terdiam, ku tuntun perlahan bibir Nonik untuk berucp maaf pada Jovan. Sungguhpun rasa haru di sore itu membuat saya mengetahui betapa dalam persahabatan mereka yang dulu pernah terukir. Meski sekarang mereka sudah berbeda alam, namun setidaknya kata maaf dan penyesalan itu telah terucap di bibir Nonik dan hal itu mampu menenangkan Jovanda di sana.

Usai singgah ke makam Jovan, lantas saya pergi karena hari sudah mulai sore. Namun ada beberapa ekor bocah yang saya cari hari ini namun tak saya dapati. Yaitu Wiwit dan Rois. Entah kemana perginya mereka saya juga tak tau. Padahal sudah saya siapkan beberapa pesangon untuk mereka. Tapi meski saya tak menemui mereka hari ini, yang jelas mereka sudah berkerja dengan baik. Sebab saya tau makam Jovan hari ini terlihat bersih dan rapi. Seperti apa yang saya katakan, tak ada sehelai daun di atas makam Jovan. Yah, mungkin lain kali saya akan menemui mereka di hari Jovan yang ke empat puluh nanti.

“lo abis ini mau kemana Kha ??” tanya Nonik yang berjalan beriringan denganku membelah makam sore itu.

“gw ?? , . . . . ng . . . . . . gak ada deh kayanya. Mungkin abis nganterin lo pulang mau langsung balik ke kontrakan aja”

“lo ga pingin kluar ??”

“kluar kemana ?? ngapain ?? ama sapa coba ?? aneh lo tanya keg gitu”

“ya kali aja lo butuh hiburan Kha”

“ga usah sok baik ama gw Non. Gw terbiasa lo jahatin malah”

“kok lo mikirnya gitu sih !!” pukul Nonik di bahuku.

“lah kan lo yang bilang ndiri tadi kalo lo selalu jahat ama gw. Hwahahahaha !!!” tawaku mengejeknya.

“ah sialan lo !!!” ia mulai jalan lebih cepat dari saya.

“emang lo ada acara abis ni ?? ini kan malem minggu . . buruan pulang sana buat prepare malmingan sama cowo lo” teriakku padanya yang mulai menjauh.

“gw ga punya cowok !!!” teriaknya di seberang sana semakin menjauh.

Dan tanpa terasa ini sudah hampir tiba malam minggu. Malam yang biasanya di habiskan para muda mudi untuk keluar bersama teman atau pacar mereka. Lha sedangkan saya, saat ini tengah berjalan bersama dengan Nonik. Haruskah saya mengajaknya bermalam minggu untuk mengisi kekosongan absen saya selama ini. Namun jika benar jadinya saya bermalam minggu dengan Nonik, sungguh perasaan canggung itu teramat besar sekali di pundak saya. Yang dulu awalnya kami bermusuhan, sekarang . . . .

Created BY : rakhaprilio KASKUS