Cerita Cinta – Chapter 112. Berkeping – keping

Chapter 112. Berkeping – keping

Katakanlah ini adalah seminggu paska acara jadian saya dengan Nonik. Semua di mulai dari sebuah kecanggungan kami berdua yang kini terikat menjadi sepasang kekasih karena tantangan dan permainan yang di buat oleh Nonik. Awal dari hubungan ini kami mulai dengan perubahan sapaan yang biasa kami sebut dengan sapaan “Beb” atau lebih tepatnya “Beby” dengan arti kata lain adalah “Sayang”. Di awal minggu semua terasa begitu canggung untuk sekedar menyapa satu sama lain. Begitu aneh terdengar, begitu geli untuk di rasakan.

Sebagai kaum proletar, Nonik adalah tipikal cewek dengan perawatan tubuh semulus Jovanda namun hal itu ia dapatkan dari salon. Berbeda dengan Jovanda yang sudah bawaan sejak orok cantik luar dalam. Maka tak jarang dalam minggu pertama ini saya adalah korban yang selalu setia mengantar Nonik keluar masuk salon untuk pedi meni dan perawatan tubuh lainnya. Namun dari semua pengorbanan yang kami lakukan merupakan kebanggaan tersendiri yang bisa di dapatkan. Kenapa saya katakan begitu, sebab dengan acara menyalon milik Nonik yang rutin tersebut jadilah badan mulus serta keindahan dari dalam tubuh Nonik dapat terpancar keluar. Dan saya sebagai kekasih sepermainannya tentu merasa bangga dengan ini. Siapa yang tak bangga memiliki pacar cantik dengan tubuh terawat. Maka tak sia – sia lah pengorbanan saya mengantar Nonik kesana kemari mempercantik diri.

Hingga masuk dalam minggu kedua, kami hari ini berencana untuk sekedar jalan – jalan ke Matos mengisi kesibukan sambil mengantar Nonik berbelanja. Entah apa yang ingin ia beli, untuk sementara ini saya tak melarang apapun yang tengah ia ingin lakukan dengan uangnya. Sedangkan saya yang kini di rasa naik kasta mejadi kaum Ksatria atau bisa di sebut dengan kaum yang tetap mengabdi untuk Brahmana namun saya memiliki strata yang lebih baik ketimbang kaum Sudra. Lantas acara jalan – jalan ke matos dengan Nonik malam itu berlanjut hingga suatu kebetulan menimpa kami dengan sialnya.

“beb, jalan – jalan ke Matos yuk !?” telfon Nonik di seberang telfon.

“bentar ya beb, masih di kosan temen ini” tuturku kalem.

“jangan lama – lama beb, aku udah nungguin kamu ini” keluh Nonik bermanja hati.

“iya, paling setengah jam lagi aku kesitu” tukasku menjalaskan.

“15 menit !!” eyel Nonik sedikit naik pitam.

“ini masih tunggu download’an kurang dikit kok” jelasku dengan sabarnya.

“10 menit beb !!”

Belum usai saya menjawab telfon itu entah mengapa telah mati di tangan saya. Mungkin ia marah atau tengah ngambek tak ada yang tau. Yang jelas semua menjadi sunyi begitu saja. melihat kelakuan Nonik seperti itu, lantas saya tak ingin memperpanjang semuanya yang akan berakir pada sebuah omelan. Sebab pada minggu sebelumnya pernah suatu ketika di awal kami baru jadian, ada hal yang di rasa tak sejalan dalam pemikiran ini, dan dengan gencarnya ia mempertahankan argumennya di tambah dengan omelan pedih di telinga saya. Menanggapi hal semacam itu saya pilih untuk mundur ketimbang harus berdebat dengan bibir Nonik yang seolah satu namun sebenarnya ada seribu. Maka kalah omong lah saya di banding dengan ia yang tengah mengomel hebat.

“beb, aku di depan” smsku singkat pada Nonik.

Tak ada balas tak ada pesan, muncul lah ia degan raut muka sedikit bete di tambah cara jalannya yang terlihat buru – buru seolah sedang di kejar anjing dan ingin segera melampiakan kebeteannya kepada saya dengan wajah tak berdosa ini.

“kamu itu lama beb, aku udah nunggu dari tadi tauk !” kesal Nonik sambil naik motor di belakangku tanpa permisi.

“kan tadi aku dah bilang, aku lagi tunggu donlotan. Kamunya aja ga sabaran” masih dengan kalemnya saya menjelaskan.

“dah, jalan aja beb, !” sedikit sentaknya seolah saya adalah pacu kudanya.

Di jalan saya kadang berfikir, saya ini laki – laki tapi kenapa di perlakukan seperti ini. seolah diri ini budak di mata Nonik, budak yang mengabdi sepenuhnya pada majikannya. Bukannya saya takut atau tak ingin membela diri ketika Nonik marah, saya hanya tak ingin permasalahan kecil akan menjadi makin runyam jika saya angkat bicara dalam menanggapinya. Maka, diam itu adalah Emas di mata Nonik.

“beb, kamu dah makan ta tadi ??” kini sapaan itu berangsur lembut menyapa telinga saya.

“belom beb” jawabku dengan santainya.

“yaudah kita shoping dulu bentar ke butik ama Matahari tar baru ke food court”

Kambing, ini cewek sebenarnya udelnya kemana. Jelas di awal ia tanya kepada saya apakah telah lapar atau belum, namun jawaban dari saya rupanya tak mebelokkan niat Nonik untuk shoping terlebih dahulu. Lantas kelaparan itu adalah hal hina yang melanda saya saat itu. Dengan perasaan gerundel pastilah saya tetap ikut kemanapun Nonik jalan dengan membawa barang belanjaan dia ini itu begitu menggelikan jika di lihat. Mulai dari sepatu high heels dengan tinggi 8 cm yang ingin ia beli, semua terasa membuat saya semakin kesal dengan kelakuannya kali ini. Dan ini adalah rasa di mana saya benar – benar bad mod dalam menghadapi Nonik, sungguh saya masih ingat jelas kejadian saat itu.

“beb, mau sepatu yang ini ama yang ini bagusan mana ??” tanya Nonik manja sambil menenteng dua sepatu di tangannya.

“yang biru bagus beb” jawabku simple seadanya.

“tapi kalo yang biru gada motifnya beb, polos gitu ??” dengan raut muka bingung ia beralasan padaku.

“yaudah yang merah aja kalo gitu” kini saya memberi alternatif kedua.

“yang merah udah punya di rumah, tapi aku pengen ??” kini mata itu berkaca – kaca melihat saya.

“BABI LO MAU BELANJA AJA SUSAH AMAT, MINTA SARAN INI ITU EMANG GADA BENERNYE DI OTAK LO. DASAR PANTAT BELANJA AJA AMPE BIKIN GW MATI BETE DI SINI !!!!!”

Namun percayalah semua kata – kata kasar di atas hanya bisa terucap dalam batin saya dengan menahan segala rasa jengkel.

“yaudah beli dua duanya aja beb” kini jawabku santai sambil lalu menenangkan diri.

“kalo dua uangnya kurang beb . . .” kini wajahnya berubah sok berwelas asih kepada saya.

“mau minjem dulu ??” tawarku pada Nonik.

“duh, masa ama pacar minjem sih beb ??” keluh Nonik sambil jengkel meningkalkan saya ke rak sepatu di sebelahnya.

Acara belanja sepatu kala itu tak pernah saya lupakan, sebab dari kejadian itu jujur saya nominalkan kekalahan saya adalah sebesar 250 ribu rupiah. Sebenarnya bukan masalah nominal yang saya keluhkan di sini. Namun siksaan batin saya selama menemaninya berbelanja itu lah yang membuat saya semakin merasa jengkel dengan kelakuan Nonik.

“beb kamu mau makan apa sekarang ??” tanya Nonik yang ingin memesankan makanan untukku sebagai obat bete selama berbelanja tadi. Sebab atas kejadian itu ia menyadari saya kini tengah berubah bad mod untuk jalan bersamanya.

“serah kamu aja penting kamu seneng !” jawabku ketus sambil duduk di meja kosong.

“duh beby kalo marah tambah lucu, hahaha . . aku pesenin makanan kesukaan kamu aja ya beb. Tungguin bentar” dengan wajah sok bermanja ria ia pergi meninggalkan saya duduk sendiri.

Masih menunggu Nonik yang memesan makanan, saya coba sms Fany untuk melampiaskan rasa kesal saya yang tak kunjung padam ini meski telah di tinggal Nonik.

Me : Fan gw BETE !!!

Fan : Napa lo . .

Me : Bete aja pkoknya . .

Fan : dimana lo sekrang ?

Me : di Matos

Fan : lah gw lagi di Matos juga ini, sebelah mana lo ?

Menyadari Fany berada di tempat yang sama dengan saya saat ini, pikiran saya mendadak gelap dan takut jika sampai bertemu dengan Fany. Kenapa saya katakan takut, sebab sejauh saya pacaran dengan Nonik dalam dua minggu ini, tak ada satupun sahabat saya yang tau. Baik itu Fany juga Stevy. Maka hukum berpacaran saya dengan Nonik kala itu adalah haram jika sampai di ketahui oleh para sahabat saya. Kenapa lagi saya katakan haram, sebab jelas hubungan ini pasti akan di cemooh dan di anggap salah di mata Fany. Saya tau persis Fany tipikal cewek seperti apa. Dan jika Fany sampai melihat saya saat ini, habislah saya di ujung tanduk kerbau.

“beb, ini aku pesenin cui mie” tutur Nonik tiba – tiba memecah rasa gelisahku.

“oh iya beb, iya” jawabku terseok – seok di depan Nonik.

“kamu kenapa beb, kok kaya orang gelisah gitu ??” tanya Nonik keheranan.

“gapapa beb, cepetan makan trus pulang yuk” ajakku segera.

“kok kaya orang penakutan gitu sih ?? crita lah beb . .” desak Nonik padaku.

“udah ayok bruan makan trus kita cabut beb” gelisah itu masih milik saya.

Dengan keheranan makan lah itu pacar saya dengan wajah tak henti – hentinya memandang. Mungkin rasa aneh adalah hal yang ia rasakan ketika saya bertingkah seperti itu. Dirasa makanan telah habis, segera saya gandeng itu tangan Nonik untuk segera bergegas dari lantai food court. Namun yang namanya orang apes mau usaha seperti apa pun ujung – ujungnya juga tetap apes tuju turunan. Termasuk saya saat itu yang tengah menggandeng Nonik dengan buru – buru berwajah gelisah tengah tertangkap basah oleh Fany hendak turun dari tangga escalator.

“Rakha ?? Woy !??” teriak Fany melambaikan tangan.

Karena mata ini sebelumnya sudah bersilahturaqmi dengan mata Fany, maka lazimnya saya pun menoleh dengan wajah penuh rasa gelisah nan takut. Maka menghadaplah saya bersama Nonik yang ada di belakang kepada sahabat saya satu ini.

“Lo gw sms ga bales, trus malah mau turun tangga lagi. Eh itu sapa ??” selidik Fany menunjuk Nonik di belakangku.

“oh, ini Nonik Fan. Tadi gw lagi nemenin dia belanja sambil jalan – jalan gitu. Eh, lo ama siapa ?? ama Stevy ?? mana dia ??” tuturku mengalihkan perhatian.

“kok lo bisa jalan ama Nonik berdua di sini ??” tatap Fany tajam padaku.

“ya wajar lah Fan kalo gw ngajak Rakha kluar, secara . . .” celetuk Nonik membuat hati Fany mendidih.

Dengan mimik salah tingkah, mulailah sidang saya untuk yang pertama kalinya di tempat umum seperti ini.

“Kha, gw mau lo cerita tentang smua ini !! cepet !!” bentak Fany di depanku.

“biasa aja Fan gausa bentak gitu ?!!” teriak kecil Nonik membelaku.

“eh, lo diem !!? gw ga nanya ama lo !!” tunjuk Fany di hidung Nonik.

“Fan, ini umum Fan, ini tempat umum. Gw jelasin di kontrakan aja ayok” keluhku menahan malu serta rasa bingung dan takut menjadi satu.

“lo jadian ama ni cewek !!!???” pitam itu kini naik setinggi leher Fany dengan uratnya yang merebah keluar.

“kalo gw jadian ama Rakha kenapa emang ?? lo ga suka ??” naik darah sudah dara saya satu ini.

Tangan saya pun di tarik Fany pergi menjauhi Nonik mencari tempat yang di rasa pantas untuk mengeluarkan beberapa embun air matanya yang sedari tadi tertahan oleh amarah.

“Kha lo bisa – bisanya jalan ama Nonik ?!! dia itu orang yang selalu benci hubungan lo sama Jovan sedari dulu. Buat lo hancur jadi tambah hancur waktu di tinggal Jovan, lo ga inget ?? bukannya gw jelous ato gimana ama lo, yang bikin gw hampir nangis kaya gini itu seenggaknya lo lebih baik sendiri ketimbang jalan ama Nonik. Lo terlalu baek buat dia. Dan terlebih lagi, gw pengen simpen perasaan lo buat seseorang suatu saat nanti. Jangan lo abisin aja buat cewe kaya gitu Kha !! sadarin saat ini sahabat gw lagi usaha mati – matian buat nyariin keberadaan lo, pulang jauh – jauh dari Austria cuma buat ketemu ama orang yang dia sayangin. Dia rela nglepas kuliah biar lo bisa hidup bahagia ama Jovan saat itu, dan sekarang lo jalan ama cewe macem gitu. Bayangin gimana prasaan sahabat gw kalo tau kalakuan orang yang dia sayang kaya gini. Gw ga bisa bayangin Kha !! lo itu alesan buat kita bisa kumpul kagi jadi berempat, dan ternyata hal yang gw sadarin juga adalah lo alasan kita jadi pecah kaya gini !!!” dengan amarah bercampur rasa kecewanya Fany berucap dalam kepada saya.

“Fan gw ga serius ama dia, gw cuma jadiin dia . .”

“jadiin apa ?? jadi cewe lo iya !!! gw ga seneng Kha ama kelakuan lo setelah Jovan gada. Mulai dari benci ama sahabat gw sampe bisa jadian ama Nonik gw rasa lo udah cukup buat gw kecewa terlalu jauh !!” tunjuk Nonik di batang hidungku.

“gw ga serius ama dia Fan !! dengerin gw dulu !” eyelku pada Fany yang masih berlumuran amarah.

“ga serius apanya, lo mau aja gitu di ajak dia jalan ke Matos gini, makan ama dia, belanja trus apa lagi ?? udah deh lo ga usah ngeles, sebelom lo bisa tinggalin itu cewek, jangan pernah sebut gw sebagai SAHABAT lo lagi !!!!!”

Itu . . kata terakir milik Fany. Belum sempat saya berucap kata lebih lanjut ia pergi dengan segala rasa kecewanya sebagai sahabat. Pitam setinggi ubun kepala telah berulam amarah di dadanya. Memaksa segala kata hina itu untuk mencerca saya. Setelah saya sadari, saya merasa kehilangan dia, dan kini puggung milik Fany tak lagi kudapati, tenggelam dalam hiruk pikuk ramainya manusia pada saat itu.

“beb, dia ngomongin apa sih tadi ??” tanya Nonik heran berbalut geram menyusulku usai Fany pergi.

Saya hanya bisa diam, diam, diam dan terus diam.

“beb, kok dia segitunya sih sama aku. Sok – sok an banget dia itu nyampurin hubungan kita ??!!”

“KAMU BISA DIEM GAK SIH !!!!” bentakku kasar pada Nonik seraya mendahuluinya pergi.

Suasana malam itu, jadi lah kacau sekacau – kacaunya. Hal yang selama dua minggu ini saya takutkan terjadi juga. Persahabatan yang telah saya genggam erat selama tiga tahun ini harus retak seketika karena tangan saya sendiri yang mungkin menggenggam persahabatan itu begitu erat. Saya telah melukai hati sahabat saya satu persatu, mereka perlahan pergi meninggalkan saya hingga pada akirnya hal yang saya sadari, kini saya tak memiliki sahabat lagi kecuali Nonik dara yang tengah bersanding denganku secara tidak sah.

Created BY : rakhaprilio KASKUS