Cerita Cinta – Chapter 114. Menyentuh Hatinya

Chapter 114. Menyentuh Hatinya

Hal yang bisa saya gambarkan saat ini dalam kehidupan saya adalah, saya tak lagi memiliki sahabat yang setiap saat akan mendengarkan keluh kesah seperti Fany maupun Stevy orang yang sering saya ajak keluar untuk sekedar melepas rasa stres. Kini sosok mereka begitu saya rindukan, saya rindu akan banyolan Stevy yang di setiap saatnya bisa memperbaiki keceriaan hati saya. Membuat hidup ini jauh lebih berwarna dengan segala kebencongannya. Sedangkan Fany yang sudah seperti kakak sendiri kini ia tengah jauh dari saya, sosoknya tak dapat lagi saya rindukan jika tengah ada masalah dengan Nonik. Maka gambaran hati yang bisa saya lukiskan adalah . . .

Kesepian . . .

Meksi raga ini telah bersanding dengan Nonik satu bulan lamanya, nyatanya ia sama sekali tak dapat menggantikan posisi kedua sahabat saya tersebut. Tak jarang saya justru di buatnya jengkel dengan segala tingkahnya yang kian hari semakin menjadi. Mulai dari hal kecil yang biasa ia jadikan alasan untuk ngambeg pada saya sampai hal besar yang saya rasa ia mulai masuk dalam kehidupan pribadi alias suka mengatur ini itu.

Selama berpacaran dengan Nonik, seperti yang telah di jelaskan sebelum permainan di sepakati, saya akan berusaha menyayangi Nonik seperti saya menyayangi Jovanda baik itu seperti Nabila juga. Namun sejauh ini yang saya rasa dari Nonik, perasaan ini sama sekali tak bergerak maju untuk terus berubah menyayanginya. Entah hal yang saya rasakan kini rasanya sungguh berbanding terbalik dengan masa saya pacaran dengan Jovanda. Namun dari sekian waktu yang telah Nonik sisihkan untuk saya, pastilah ada rasa terbiasa akan keberadaan Nonik yang sesekali saya rindukan jika ia tengah tak ada di samping saya.

Hal yang berbanding terbalik di sini adalah mengenai perasaan Nonik kepada saya. Bagaimana ia memperlakukan saya sebagai pacarnya ternyata peran itu amat ia nikmati dan ia jalani sepenuh hati. Mulai dari awal game yang ia bilang untuk berusaha menyayangi saya juga, ternyata ia juah lebih cepat dari perkiraan saya. Kenapa saya katakan lebih cepat, sebab di suatu malam yang bisa di bilang cukup romantis. Kami menghabiskan malam minggu hanya berada di kontrakan saya seharian penuh mulai dari pagi hingga malam. Di situ saya mengetahui bagaimana perasaan Nonik untuk saya sebenarnya. Meski hubungan ini berawal dari sebuah permaian, namun siapa yang menyangka jika semua akan berujung seperti ini.

“beb, aku di kosan bete. Aku boleh maen ke kontrakan kamu lagi gak ??” telfon Nonik pada malam minggu usai saya mengantarnya pulang.

“lah kan dari pagi ampe sore kamu udah si sini beb ??” balasku balik pada Nonik.

“iya, tapi aku bosen di kosan. Anak – anak pada ga ada. Mreka malmingan ama pacarnya” keluh Nonik dalam telfon.

“yaudah sini aja beb, ini aku baru buat mie, hahaha . .”

“lima belas menit aku nyampe situ beb, gerbangnya ndak usah di kunci ya” pesan Nonik sebelum berangkat.

Sesuai dengan pesan Nonik, saya buka itu gerbang depan kontrakan saya agar ia lebih mudah masuk tanpa saya harus membukakan gerbang untuknya. Maka dalam lima belas menit itu pula Nonik pun datang kembali ke kontrakan untuk sekedar menghabiskan waktu malam minggu berdua dengan saya.

“cie yang baru di tinggal temen – temennya malmingan, hahahahaha . . .” ejek pada dara manisku yang baru datang.

“beby jangan godain gitu ah, ini aku kesini juga buat malmingan ama pacarku kok !” kesal Nonik karenaku.

“emang aku pacar kamu ?? hahahaha . .” godaku pada perkataan Nonik.

“oh, . . jadi aku ndak di akuin nih selama ini ??” dengan gaya bicara menantang ia menghadap di depanku yang sambil makan mie ini.

“hahahaha, gak gak beb, kamu emang pacarku yang paling nyebelin kok” tarikku pada tangan Nonik untuk duduk di sampingku.

“aku segitu nyebelinnya ya beb di mata kamu ??” kini kalimat tanya itu berubah menjadi nada sendu beralun kalbu.

“ya, gak jarang sih beb kamu buat aku jengkel, bete, serta males ama kelakuan kamu yang kadang kekanak – kanakan itu” tuturku kalem memandang Nonik masih menghabiskan mie.

“hal yang paling buat kamu jengkel emang apa beb ??” tanya Nonik kembali memandangku dalam.

“apa ya . . . kaya pas lagi shoping gitu, trus dikit – dikit ngambeg, kalo gak gitu suka ngatur ini – itu. Aku jengkel beb ama hal kaya gitu” jelasku sambil menutup makananku.

Sesaat Nonik terdiam mengingat segala tingkah lakunya untuk saya selama satu bulan ini, semua hanya dalam hitungan empat puluh hari, begitu singkat baru seumur jagung. Namun selama satu bulan itu terasa sangat penuh dengan lika – liku pergolakan batin saya yang mencoba untuk menyayangi Nonik sama seperti Jovanda. Ia sadar selama itu pula banyak kesalahan yang telah ia perbuat untuk saya. Maka dalam malam minggu ini, di ungkaplah mengenai perasaan Nonik yang mulai mekar mewangi untuk saya.

“kenapa kamu gak bilang hal kaya gitu sedari kita awal jadian dulu ?? kenapa kamu diem aja selama ini. tau gini aku bakal berubah buat kamu beb” tutur Nonik sendu berucap sesal.

“apa hak ku buat ngeluh ke kamu di awal kita jadian dulu ? jelas semua itu masih terasa canggung untuk di ucap. Beda dengan sekarang yang aku udah terbiasa akan keberadaan kamu” kini saya duduk di samping Nonik memandangnya tajam.

“jadi selama itu kamu nahan segala rasa kesal di hati kamu buat aku ??”

“ya bisa di bilang gitu beb” jawabku sambil melempar senyum untuk Nonik.

“maafin aku yang masih kekanak – kanakan ini, aku ngelakuin hal kaya gitu semata – mata juga buat minta perhatian kamu. Aku sering ngatur kamu ini itu, semua juga demi kebaikan kamu agar bisa jadi seperti cowok yang aku ingin. Aku sadar semua hal itu justru nyiksa kamu di sampingku. Tapi ada satu hal yang gak aku sadarin di awal kita jadian dulu . . .” mata itu entah pergi kemana hanyut dalam konflik perasaannya.

“emang apa yang gak kamu sadarin beb ?? hm . .” tanya ku lembut menarik sebuah jawaban.

“kalo sebenernya sejak awal kita jadian dulu, aku udah mulai sayang sama kamu. Aku juga gak nyadar kenapa aku bisa berkelakuan kaya gitu, cuman akir – akir ini aku beneran ngrasa aku jadi tambah sayang sama kamu” kini mata itu mencoba meyakinkan saya dengan degala tatapan lembutnya.

“jadi kamu udah bisa sayang sama aku sampe sejauh ini ??” tanyaku sedikit heran.

“iya, aku udah bisa sayang ama kamu. Aku mulai terbiasa dengan keberadaan kamu, dari cara kamu memperlakukan aku layaknya seorang wanita seperti ratu, aku sungguh seneng dengan hal semacam itu. Pengorbanan kamu buat nemenin aku kemana pun aku pergi, ngebuat aku nyaman di samping kamu. Aku gak nyangka bakal bisa sayang sama kamu secepet ini. apa aku salah kalo saat ini aku bisa sayang sama kamu ??”

“gak beb, gak ada yang salah dari perasaan kita. Semua ngalir begitu aja. Jujur aku emang sering jengkel dengan segala tingkah laku kamu selama ini, tapi dari segala rasa terpaksa itu, aku nglakuin semuanya atas dasar perasaan iklas dan cuma pingin buat kamu seneng itu aja”

“ya itu yang buat aku jadi sayang sama kamu. Rasa iklasmu udah berbunga manis di hatiku”

Tak sepatah kata bisa saya ucap untuk Nonik, bahwasanya pengakuan dia yang mulai menyayangi saya saat ini sungguhpun begitu membuat hati semakin bingung dengan arah permainan ini. lantas bagaimana dengan perasaan Nonik jika suatu saat permainan ini harus saya akiri, pastilah akan banyak air mata yang tertumpah sia – sia.

Masih dalam bisu ini, mata kami saling memandang dalam. Perasaan itu bergejolak seperti sama saat saya akan bercumbu dengan Nabila. Moment ini sungguh saya sangat hafal sebab tak lama lagi pasti bibir kami akan bertemu dalam sebuah peraduan. Dan yang benar saja, kini mata Nonik mulai terpejam lirih. Mendekatkan parasnya yang elok tepat di depan muka saya. Kini sungguh ia berharap besar akan sebuah kecupan akan mendarat di bibirnya yang tipis merah merona itu. Saya sadar sesadar sadarnya akan apa yang tengah Nonik inginkan. Namun entah mengapa, tiba – tiba saja bayangan tetang Jovan terbesit di benakku. Diri ini teringat akan apa yang pernah saya lakukan sama seperti sebelumnya. Meyakini ini bukan saat yang tepat, ku ubah haluanku untuk mendaratkan sebuah ciuman telak di kening Nonik sedalam – dalamnya. Ini bukti bagaimana nafsu saya tengah tak bermain dalam situasi ini. Sebab akal sehat saya masih setia menaungi fikiran ini.

Mata itu terbuka lebar, terbelalak atas kecupan yang saya berikan di keningnya. Dengan rasa tak percaya ia raba itu kening mulus berimbun poni. Di tatapnya saya dengan ragu seolah ada hal yang salah atas apa yang barusan saya lukan. Lantas bibir itu mulai bertanya akan perbuatan barusan yang mungkin semestinya tak terjadi seperti itu.

“beb kamu cium keningku . . .” tanya Nonik masih meraba keningnya.

“iya, kenapa . . ada yang salah ?” tuturku kalem menjawab.

“gak sih, . . cuman . . .” gumamnya masih tak percaya.

“cuman kenapa ?? kamu gak suka di cium di kening ?? maaf deh kalo aku udah lancang” jelasku berbalut sesal.

“bukan, . . bukan itu maksudku . . . aku baru kali ini di cium di kening sama cowok” sipunya menahan malu teramat sangat.

“lah emang biasanya kamu di cium di bagian mana ??” tanyaku pura – pura bodoh kepada Nonik.

“jujur ya, . . biasanya kalo udah dalam kondisi kaya tadi, keseringan cowok yang pacaran sama aku selalu cium di bibir beb” jawabnya masih berselimut malu.

“oh gitu, jadi kamu minta di cium di bibir sekarang ??” tawarku ingin mengulang kejadian tadi.

“eh . . enggak, enggak !! ini aja udah lebih dari cukup. Kamu cowok pertama yg cium aku di kening dalam kondisi kaya tadi” tatapnya mencoba meyakinkan saya.

“masa iya ?? emang cowok – cowok kamu sebelumnya ga pernah nyium kening kamu ??”

“ga ada yang pernah beb. Ya cuma kamu yang pertama. Lha trus kenapa kamu cium di kening kok gak di bibir ??” penasaran itu kini milik Nonik.

“aku ga mau ngejamah bibir kamu karena nafsu semata. Lantas kening itu lebih layak mendapatkan hal yang sepantasnya sebagai bukti kesetiaan” jelasku sok berfilosofis.

“maksudnya ?? aku agak bingung beb, maaf . .”

“jadi, ciuman itu ada tiga jenis dalam hubungan orang berpacaran. Ciuman di kening itu adalah wujud kesetiaan. Ciuman di pipi itu tanda kerinduan. Sedangkan ciuman di bibir itu adalah jelmaan dari hawa nafsu. Aku ga pengen nyium kamu cuma lantaran nafsu semata, sebab masih banyak hal yang bisa aku tunjukin ke kamu selain hawa nafsu itu sendiri. Lagian cinta gak sepenuhnya tentang nafsu, tapi kalo kita mau lihat lebih dalam, cinta itu sebenernya berbicara tentang perasaan dan kasih sayang”

“aku gak pernah denger hal ini sebelumnya dari pacar – pacarku yang dulu, kamu bisa ngomong kaya gini belajar dari mana ??” tanya Nonik mati keharanan.

“belajar dari pengalaman . . .” jawabku simple dengan senyum untuk Nonik.

Tanpa aba – aba, loncatlah ia memeluk saya berusap rasa kasih bertumpah cinta. Bagitu haru nan dalam Nonik melampiaskan hasrat tentang perasaanya yang kini tengah berbicara dengan hati saya. Pelukan itu bukan mengenai nafsu atau hasrat untuk menjamah tubuh ini, melainkan berbicara tentang perasaannya kepada diri ini betapa ia menyayangi saya sepenuh hatinya. Entah apa yang telah saya lakukan sejauh ini untuk Nonik, namun sepertinya saya telah . . .

Menyentuh Hatinya . . .

Created BY : rakhaprilio KASKUS