Cerita Cinta – Chapter 160. Ada Yang Lain

Chapter 160. Ada Yang Lain

Mungkin, jerit tangis Nabila saat itu tak akan pernah bisa saya lupakan hingga detik ini. Tersirat gadis manisku asal Bandung di sana begitu berat menghadapi masalahnya kali ini. Hingga terkadang saya berfikir, apakah harus sesakit ini jika Nabila ingin bersanding denganku. Di tengah isak tangis yang tak menentu itu, kucoba kuatkan hati meski batin ini sebenarnya lebih memilih untuk menyudahi telfon. Mencoba untuk tetep kuat mendengar apa yang tengah Nabila ucapkan, kusandarkan telinga ini mesra masih berselimat dengan panas dan pusing sebagai teman setiaku.

“Bila kamu kenapa ??!!! ada masalah apa di situ ???!!!!” bingungku menggapai suara Nabila.

“ . . . . . . .” suara tangis itu masih mendominasi perasaan Nabila hingga pertanyaan ke dua.

“Bil, ngomong dong, jangan nangis terus . . kamu gak di apa – apain papah kamu kan ???!!!!!” kawatirku bercampur dengan bentak.

“aku . . . rasanya . . . . gak tahan di rumah Kha . . .” tuturnya lemah bersandar pada hati kecilnya.

“iya aku tau kamu pasti di rumah gak betah, tapi tolong critain mulai dari awal ya . . kamu pasti kuat kok sayang . . ya . .” bujukku sambil merayu Nabila.

“aku gak bisa crita sekarang lewat telfon Kha, . . .” ujarnya masih berisak tangis di sudut yang sama.

“lah kenapa ?? apa sekarang ini kamu lagi di deket papah kamu ???” tebakku atas penolakan itu.

“enggak . . . tapi terlalu rumit Kha untuk aku critain lewat telfon, . .”

“yaudah, . . yaudah, . . aku gak maksa kamu. Trus kamu balik ke Malang kapan ?? hm . .” tanyaku bercampur dengan harap.

“mungkin aku gak akan pernah kembali Kha . . .” ujar tangis itu kian mengusik telinga ini.

“kenapa emang ?? kamu di paksa sama papah kamu untuk nikah sama Dion ??!!!!” tanyaku sedikit membentak.

“aku boleh mastiin satu hal gak sama kamu ??? hm . . .” dalam tanya itu, tetap saja, ia masih setia menangisi cerita ini.

“iya mastiin apa . . ????” tak sabarku sudah berada di puncak ubun – ubun.

“apa kamu beneran sayang sama aku ???” seiring tanya itu, kini tangisnya mulai mereda.

“kok kamu tanya gitu lagi ??? kamu gak yakin sama aku ????” heranku serasa ingin naik pitam.

“udah Kha ayo jawab aja . . . .” pojok Nabila padaku.

“aku sayang banget sama kamu Bil, meskipun aku tau mungkin waktuku sudah terlambat buat kamu, tapi untuk saat ini apapun yang terjadi aku akan perjuangin kamu sama seperti waktu kamu merjuangin aku di sisi Jovan dulu”

“apa kamu sungguh – sungguh akan merjuangin aku apapun yang terjadi . . .”

“ya . . tekadku sudah bulat, aku cuma mau kamu yang jadi pendamping hidupku suatu saat nanti. Jadi calon ibu dari anak – anakku kelak. Berdiri satu saff di belakangku sebagai makmum yang akan mengamini setiap perbuatan dan perkataanku”

“aku cuma bisa bilang satu hal sama kamu, meski aku gak tau ini akan berakir gimana, aku sandarin harapanku di tangan kamu. Karena untuk saat ini aku sudah gak bisa apa – apa lagi. Aku udah berusaha sekeras apapun rasanya percuma kalo orang yang aku hadepin itu papah”

“trus aku musti gimana ??? aku bingung sama sikon di rumah kamu Bil . .”

“apa aku bisa minta sebagaian waktu kamu di Jogja untuk susul aku ke Jakarta ???”

“aku ke Jakarta ???”

“ya, aku harap kita masih bisa bertemu di Jakarta sebelum semuanya terlambat”

“tut . . . tut . . . tut . . . tut . . .”

Apa – apaan ini, belum usai saya berucap tanya perihal apa yang harus saya lakukan di sana, telfon dari Nabila tiba – tiba saja terputus. Di tambah dengan nomer yang saya hubungi ulang kini tengah dalam masa pengalihan. Jadilah pusing serta panas malam itu kian beradu dalam fikirku. Kapan saya akan berangkat ke Jakarta pun juga belum terlintas di benak ini, apa lagi yang akan saya lakukan di sana, entahlah . . . hanya Nabila yang tau.

“lo kenapa Kha, tambah sakit yee ??” tanya Sri repect padaku.

“gak Sri . . barusan gw bisa telfon ama Nabila. Dan kayanya sikon di sana lagi kacau banget” tuturku sambil lalu.

“lagi kacau ??? trus lo musti gimana kata dia ???”

“kayanya gw mesti ke Jakarta buat nyusul dia . .”

“hah ??? kapan Kha ??!!!” kaget Hendri mendekat ke arahku.

“ga tau, mungkin besok . . .”

“besok gimana ?? lo aja lagi sakit kaya gini kok . .” timpal Hendri mengingatkanku.

“udah gak ada waktu Hen, gw takut smuanya bakal terlambat”

“kalo di pikir logika ini Rakha udah KO begini musti ke Jakarta bisa mati di jalan sih Hen. Tapi kalo ngliat muka dia yang udah kaya kambing di kebiri gini, rasanya kita musti support kemauan dia deh. Dia yang lebih faham ama sikon di sana” ujar Sri pada Hendri.

“jujur gw ga tau mau ngapain di sana, gw mau kemana, ketemu siapa . .”

“lah ndrooo . . yang bener dong, lo kaya gembel dong nyampe sana !!???” heboh Sri tak percaya diri.

“pokok gw besok musti ke Jakarta Sri, gak bisa di tunda lagi . . .” tuturku sambil masuk ke dalam kamar.

“eh tapi lo lagi sakit juga monyooong !!! woy lo belom makan nih !!! trus lo mau jadi gembel di sana !!!”

“gw ga laper . . . ckiiiiiit, Blaaaaam !!!” tutup pintuku dari dalam kamar.

Ke Jakarta, ya . . itu adalah hal yang kini tengah berada di benak saya. Terus berfikir tentang apa yang akan saya lakukan di sana juga belum terlintas di benak ini. dengan siapa saya ke sana, rasanya diri ini harus berjuang sendirian untuk menebus semua kesalahan yang mungkin dulu pernah saya lakukan pada Nabila. Maka cukuplah gelisah Nabila di rumah menunggu harap akan kedatangan saya membawa sebuah perubahan dalam hidupnya esok hari.

Jakarta . . . sambut perjalananku esok hari

Pagi ini seperti biasa Dania datang ke kontrakan Sri bersama tetek bengeknya yang sudah siap untuk acara di panti jompo. Namun amat di sayangkan acara kedua kali ini harus saja sudahi untuk selamanya sebab mulai dari sini, saya akan berangkat ke Jakarta di antar Sri dengan transportasi pesawat terbang untuk kali pertama.

“loh Kha, lo mau kemana, kok bawa tas gede gitu ???” tanya Dania depan kontrakan usai saya berpacking.

“ini mau cabut dari Jogja Nii” tuturku kalem masih sibuk dengan barang yang akan saya bawa.

“iya tapi lo mau kemana, hm . . . ??”

“gw mau ke Jakarta Nii, critanya panjang, atau nggak lo terawang aja apa yang lagi terjadi ama gw. gw males crita . .”

“tar dulu Kha, lo tau – tau mau ke Jakarta dadakan gini gw juga ga tau apa – apa”

“lha iya makanya lo terawang aja kan bisa . . . lo kan indigo”

“Kenapasih lo selalu mandang gw kaya gitu !!! jangan pandang gw sebagai sosok indigo terus !!!” bentak Dania menyita perhatianku.

“bukannya ini udah jadi kebiasaan lo ?? kenapa lo jadi gak mau gunain kemampuan lo itu di depan gw ???”

“aku pengen terlihat normal Kha di depan lo !!!”

“kemarin gw tau lo lagi ngerjain gw dengan acara minum obat itu. Sebenernya lo tau kan kalo gw lagi gak sakit. Jujur aja . .”

“lah, gw ga ngerjain lo Kha. gw serius beliin lo obat biar cepet sembuh”

“jadi lo gak tau gw boongin ???”

“jadi kemarin lo boongin gw ????”

Sesaat kami hening, hanya bisa saling memandang sesaat dan tak lama membuang pandangan itu entah kemana.

“kenapa lo gak mau ngliat gw seperti dulu yang pernah lo liat saat awal kita ketemu ???”

“karena rasa gw . . .”

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS