Cerita Cinta – Chapter 164. Jalan Yang Sama

Chapter 164. Jalan Yang Sama

“Inalilahi kenapa mas ??!! sapa yang meninggal ??!!!” kaget bibik kubuat histeris.

“aku bik yang mati kayanya . .” jawabku dengan tatapan kosong.

“hush !! gak boleh ngomong gitu mas, pamali . .” cegah bibik dengan gaya keibuannya.

“bik aku mesti gimana kalo yang di depan itu mamahnya Bila ??”

“ya temenin ngobrol dong mas . . jangan lama – lama di dapurnya”

“bentar deh, btw Bila di mana sih Bik ?? aku ndak siap Bik kalo one by one ama mamahnya Bila”

“Bibik gak tau mas, orang Bibik pulang tadi mbak Bilanya udah ga ada kok”

“masa aku sendirian lagi ke depannya, duuuuuuh !!!!”

Tak ada pilihan yang lebih baik lagi, mau tak mau maka saya beranikan diri ini untuk segera bergegas ke depan menemui tante Alif yang masih duduk santai sambil sibuk dengan iPodnya. Dengan segala rasa berdosa karena sudah memanggil tante Alif dengan sebutan “mbak”, maka saya datang dengan gaya yang jauh lebih sopan dari sebelumnya. Dan untuk curi – curi pandang, kini sudah haram hukumnya.

“maaf tante lama . . ngomong – ngomong tante di sini mau cari tante Asri atau siapa”

“hm . . . tante ??”

“eh ??”

Sejenak saya bingung, saya merasa terpojok dengan ekspresi tante Alif. Entah beliau merasa kecewa atau aneh dengan sapaan saya, yang jelas, saya di pandang aneh di matanya.

“iya tante, kenapa . . omongan saya ada yang salah ya”

“gak kok . . tante di sini mau nyari kamu Kha”

“ha . .???”

“iya kamu . .”

“saya ??”

“tolong panggilin anak tante bisa ??”

“anak tante ???”

“iya . . yang kamu bawa pergi semalem”

“hah ??!!”

“kamu ngrasa bawa cewek gak semalem dari Bandung ??”

“iya tante, saya bawa cewek . .”

“yaudah panggilin buruan !”

“I . . iya tante . .”

Sekejab saya pergi tunggang langgang layaknya pedagang kaki lima yang kena gusuran. Pergi tanpa tau kemana, ujung – ujungnya saya balik lagi tanya ke tante Alif kembali dengan bodohnya karena tak tau posisi Nabila di mana saat ini.

“ng . . . anu . .”

“apa lagi ???”

“itu tante . . . saya ndak tau Nabila di mana”

“loh, gimana sih kamu ini. kamu yang bawa anak tante pergi kok ndak tau dia di mana”

“tadi kan saya pamit sama dia buat beli lauk depan rumah, pas balik ke sini dianya udah gak ada”

“huff . . dia di kamar tante Asri. Pintunya di kunci dari dalam. Bujuk dia buat kluar”

“oh . . iya – iya tante . .”

Sesampai di depan kamar tante Asri, saya ketuk pintu beberapa kali dari luar. Namun beberapa saat saya menunggu, tak ada jawaban juga dari Nabila. Merasa bingung dengan keadaan ini, saya mencoba berkata seadanya agar mendapat sepatah kata dari Nabila di dalam kamar.

“Bila, . . aku tau kamu di dalem. Tapi tolong jawab dong, . . jangan sembunyi terus . .”

“gak ada gunanya kamu sembunyi kaya gitu terus – terusan. Ini gak akan nylesein masalah. Apapun yang terjadi kita harus hadepinnya sama – sama”

Beberapa saat saya menunggu, akirnya Nabila berucap sepatah kata untukku.

“aku gak mau pulang ke rumah Kha . . !!”

“siapa yang mau ngajakin pulang ke rumah”

“kamu pasti tau itu orang di depan ruang tamu siapa”

“ya aku tau, . . itu mamah kamu kan. Tapi apa mungkin kamu mau di ajak pulang paksa dengan kondisi kaya gini. mending kamu kluar dulu, kita bicarin ini baek – baek di depan”

“mamah sama papah itu sama aja Kha . . !!!”

“iya lah sama !! sama – sama orang tua kamu !!”

“kalo aku sampe di ajak pulang ke Bandnug, aku pastiin kita gak bakal bisa ketemu lagi !!!”

“gak bakal !! aku gak akan nglepasin kamu gitu aja. Tapi kalo kamu gak mau kluar sekarang juga, Dah ya Bil, aku mau kemas – kemas pulang ke Tulungagng”

Sejenak kami saling menunggu, tak lama pintu itu terbuka lirih seiring paras wajah Nabila yang kini terlihat stress kembali. Masalah yang sempat terlupakan semalam, kini seolah semua kembali lagi membebani punggung itu jelas adanya.

“kamu yang kuat ya . . aku gak akan ninggalin kamu kok” pelukku pada tubuh mungil Nabila.

“aku gak mau di pisahin sama kamu Kha . .” jawabnya lirih tak berdaya.

“gak akan . . .”

Beranajak kami berdua ke ruang tamu. Ruang di mana tante Alif sudah lama menunggu kedatangan anak pertama beserta calon menantu yang mungkin tak di inginkkannya ini. Dengan paras lesu pucat pasi, duduk lah Nabila di sebelahku menghadap kepada sang ibunda tercinta.

“ada apa mamah ke sini . . aku pokok gak mau pulang mah !!!”

“trus mau kamu gimana ???”

“aku pengen di sini aja”

“di rumah orang ??”

“biarin aja, aku udah ga betah di rumah !!”

“kamu jangan malu – maluin Bil”

“aku mending tinggal di sini mah sama orang lain dari pada di rumah bikin aku stress doang !!”

“mamah gak mau orang lain berfikir kalo mamah gak mampu ngehidupin kamu di rumah sendiri. Lagian masalah yang kemaren kamu buat juga belom jelas keputusannya gimana”

“bukannya kemaren udah jelas kalo aku gak mau tunangan sama Dion !”

“tapi kamu belom denger keputusan papah kamu kaya gimana kan”

“tante, saya rasa Nabila butuh waktu beberapa saat untuk pulang ke rumah. Jadi gak sekarang” leraiku pada percakapan ibu dan anak ini.

“aku pokok gak mau pulang Kha !!”

“trus kamu mau minta berapa hari untuk Nabila tinggal di sini ??”

“saya rasa tiga hari cukup tante . .”

“aku mau slamanya aja di sini Kha !!!!”

“okey . . tante kasih waktu tiga hari buat kamu bawa Nabila di sini. Cuman, apa kamu udah tau masalah di rumah tante kaya gimana ??”

“kurang lebih saya udah tau tante . . ini smua juga pasti karena saya”

“bagus kalo kamu udah tau lebih dulu . . seminggu lalu, Nabila ngadain acara tunangan sama anak yang udah di pilihin dari suami tante. Di tengah keberlangsungan acara, dimana dua keluarga saling berkumpul untuk membahas perihal keberlangsungan hubungan Nabila dan calon tunangannya, tiba – tiba aja Nabila bilang gak mau tunangan ini di lanjutin. Jelas semua orang bingung, terutama papahnya Nabila. Awalnya tante kira ini becandaan Nabila semata, tapi semakin larut, Nabila bener – bener serius gak mau acara ini untuk di lanjutin. Dari pihak keluarga sana mereka pasti ngrasa kecewa dan di permalukan. Merasa gak enak sama keadaan ini, papahnya Nabila ngasih waktu untuk mikir tentang keputusan apa yang akan Nabila ambil nanti. Masalahnya pun sebenernya juga gak sesimple ini, karena di pertunangan Nabila di dalamnya ada sebuah kontrak antara perusahaan papahnya Nabila ama calon tunangannya. Dan pasti kamu tau sendiri kalo sampai acara tunangan ini gagal, banyak ratusan juta yang harus di rugikan karena perusahaan papah Nabila udah menyetujui pertunangan ini”

“tante, sebelumnya maaf jika saya lancang . . apa pernah tante mikir gimana perasaan anak tante ketika dia harus nentuin pilihan antara keluarga atau perasaannya sendiri ??

“mikir ?? jangankan mikir . . dulu tante pernah ada di posisi Nabila saat ini”

“maksud tante ???”

“kamu bisa tanya Nabila sendiri nanti. Dan pastinya Nabila tau harus memilih yang mana. Dia harus memilih jalan yang sama seperti jalan yang udah pernah tante ambil”

Perpisahan ini terasa begitu kaku, terasa tak ada pihak yang mendukung saya juga Nabila. Dengan ini fikiran Nabila bertambah kacau, rasa stress itu datang kembali seiring mobil yang di naiki oleh ibundanya telah pergi. Masih duduk di ruang tamu, Nabila termangu meratapi kehidupannya yang seolah tak pernah ada pilihan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.

“Bil . . Bila . . .” sapaku pada Nabila yang kosong pandangannya.

“Bila jangan nglamun, kamu pasti kuat sayang . . “ genggamku erat pada jemari Nabila.

“aku ga tau Kha . . aku ga tau harus ambil jalan yang mana”

“pasti berat di posisi kamu saat ini. maaf aku gak bisa berbuat banyak untuk kamu . .” sesalku pada diri yang tak sempurna ini.

“gak Kha . . ini bukan salah kamu. Emang udah jalanku kayak gini. seolah aku hidup gak pernah punya pilihan. Mungkin aku di izinkan hidup di dunia ini juga karena bukan pilihanku sendiri”

“Bila jangan ngomong kaya gitu sayang . .” pelukku pada Nabila.

Dan kami, . .

Menangis bersama . .

Bersama meratapi jalan hidup yang sudah tak ada pilihannya ini . .

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS