Cerita Cinta – Chapter 163. Beautiful Creatures

Chapter 163. Beautiful Creatures

Pagi itu mungkin subuh, mataku mulai terlelap lirih menidurkan ke alam mimpi. Berselimut rasa rindu untuk Nabila yang kini lebih dulu terlelap di sana. Hati yang terlalu merindukannya ini mungkin tak akan pernah tenang sebelum pagiku di sambut oleh senyum Nabila esok pagi. Hingga mentari terbit dari ufuk timur, saya tak menyadari hal itu kini membawaku berjalan pukul delapan pagi. Sedikit mata ini pedih memaksaku bangun sebab kantuk itu entah pergi kemana di usir oleh rasa rinduku yang ingin segera meilihat kondisi Nabila di kamar. Dan pagi itu, kudapati tante Asri sudah pergi dengan mobil pribadinya meninggalkan pesan di sebuah kertas menempel di dinding kulkas.

“Rakha, kalo mau sarapan beli di warung depan rumah ya. Maaf tante ga sempet masak. Bibik lagi ikut sama tante soalnya. Uang sarapan tante taruh meja dapur kamu pake aja. Kalo mau nyalain ac remotenya ada di kamar Fany. Di garasi ada motor tante bisa kamu pake buat kluar sama Nabila kalo perlu. Tante mungkin pulang sore, baik – baik di rumah ya “

Kurang lebih seperti itulah cara tante Asri bersalam pesan padaku melalui surat. Entah pukul berapa beliau berangkat, yang jelas pukul delapan pagi ini kudapati secarik surat sudah menempal di dinding kulkas untukku. Usai membaca pesan tante Asri di kulkas, segera saya berjalan lirih menuju kamar dimana tempat Nabila tidur semalam. Meski saya hanya tidur selama empat jam, entah mengapa mata yang masih pedih ini terasa hangat ketika kudapati gadisku asal Bandung satu itu masih berisak manja bersama selimut di tangannya. Begitu manis, begitu lelah, begitu jelas beban itu di embannya sendiri.

Dudukku di samping Nabila rupanya tak membuatnya sadar dan masih saja terjaga dalam tidurnya. Kupandang dalam paras ayu itu begitu membuat gejolak dalam hatiku mendorong diri ini ingin mencumbu bibir mungilnya. Namun yang benar saja, dalam situasi seperti saat ini bisa – bisanya otak ini ingin mencuri kesempataan di saat Nabila terlelap. Sungguh mesum sudah otak ini tiada tertolong lagi. Hingga pikiran ingin mencumbu Nabila dalam tidurnya masih bermain riang di otakku, kudapati mata Nabila mulai membuka celah kecil mengernyitkan dahinya pertanda ia telah bangun. Di tatapnya saya dalam – dalam memastikan bahwa diri ini bukan bayangan semata yang dirindukannya juga. Pelan tapi pasti tangan itu menjalar di pinggangku, memelukku dengan lemahnya seolah ini pagi pertama dalam hidupnya yang berselimut sinar matahari.

“Rakha . . .” sapa Nabila lirih menenggelamkan wajahnya di pinggangku.

“iya Bil . .” usapku pada paras ayu Nabila.

“ini beneran kamu kan . . .” genggamnya pelan pada tangan ini.

“iya lah ini aku, . . buru bangun gih sayang”

“aku semalem naek apa ke sini Kha . . aku kaya ga inget apa – apa” tuturnya sambil sedikit menahan pusing.

“kan semalem kita ke sini ama tante Asri naek mobil pukul setengah dua pagi. Masa kamu ga inget ??”

“rasanya kaya mimpi Kha . . semalem aku mimpi ketemu kamu jemput aku di rumah soalnya”

“lah . . itu bukan mimpi, itu kenyataan kok. Kamu lagi banyak pikiran mungkin, makanya kemarin kaya mimpi. Apa kamu gak inget waktu depan rumah Angga sama Anggi nangisin kamu ??”

“gak tau Kha, . . seingetku cuma kamu jemput aku trus udah deh aku kaya orang ga sadar duduk di mana nunggu kamu”

“ya itu kamu posisi di mobil ama tante Asri karena aku waktu itu masih ngobrol sama adek – adek kamu buat pamitan”

“aku ga mau balik ke rumah Kha . . aku takut” gelisah Nabila beranjak bangkit dari tidurnya.

“buat sekarang sih rencana kamu aku umpetin dulu di sini. Tapi tar kalo sikonnya udah mendingan, aku rencana bakal mulangin kamu ke rumah sambil ngobrol – ngobrol sama papah kamu”

“ga mau Kha ga mau, aku gak mau pulang . . !!” tolak Nabila keras pada rencanaku.

“heh, kemaren itu aku bawa kamu ke sini gak minta izin sama orang tua kamu tau gak. Aku itu udah kaya penculik gadungan ngumpetin cewek umur 21 di rumah orang laen pula. Aku bisa di tuntut papah kamu ntar kalo gak ada kabar”

“orang yang di culik ga masalah kok, jadi kamu gak perlu kawatir . .”

“gak perlu kawatir dari hongkong, . . kalo papah kamu tiba – tiba dateng ke sini bawa AK 47 di todongin tepat di ubun – ubun aku gimana ?? yang ada aku jadi gak bisa mikir mesum lagi tau gak !!”

“ya bagus dong kalo kamu gak mesum lagi, hihihihi . .” tawanya berumpat lirih menahan malu.

“idih . . . udah bisa ketawa nih, hahaha” ejekku sambil cubit – cubit pinggang Nabila.

“ah . . paan sih kamu ini”

Dalam hitungan detik, saya lumat itu bibir mungil Nabila. Ya, saya menciumnya tanpa persiapan darinya. Tanpa izin terlebih dulu kuraih tubuh Nabila beradu dalam pelukku yang kini bibir kami sudah saling berpagutan satu sama lain. Entah apa yang terlintas di benak saya saat itu, rasanya ketika bisa melihat Nabila tersenyum sedikit saja sudah membuatku candu ingin melumat bibir mungilnya. Jelas ia kaget, jelas ia awalnya sedikit ragu. Maklum, sudah hampir lebih dari tiga tahun bibir kami tak pernah saling bertegur sapa seperti saat ini. Namun seiring detik waktu bergulir, ia pun mulai merasakan apa yang tengah saya rasakan. Dan mulai dari sini,

Perasaan kami di pertemukan kembali . . .

Begitu manis . .

Begitu dalam . .

Dan saya menyayanginya . . .

“Kha . . .” sapa Nabila usai bibir kami saling berpisah.

“hm . . .” jawabku bergumam masih memeluk tubuh hangat Nabila.

“aku sayang kamu . . .”

“oh ya ??”

“iya . . aku sayang banget sama kamu”

“kenapa bisa sesayang itu sama aku ?? hm . .”

“gak tau . . aku gak punya alasan untuk itu . .”

“apa karena aku baik di mata kamu ?? mungkin . .”

“saat aku berusaha berfikir kenapa aku bisa sesayang ini sama kamu, semuanya tetep aja gak ada alasannya. Rasa ini muncul gitu aja dan gak pernah bisa untuk di pungkiri. Jika aku sayang karena kamu baik dan menjadikan itu sebagai alasannya, lantas apa suatu saat aku akan tetap sayang kalo kamu udah gak baik lagi. Bagiku cinta itu gak butuh alasan, tapi tentang apa yang kita rasakan”

“jangan pernah nyesel karena udah ambil jalan ini sama aku ya . .”

“enggak . . aku gak akan pernah nyesel kok. Penyesalanku cukup sekali saat ninggalin kamu ke Austria dulu”

“jangan di ulang lagi . .”

“siap bos, hehehe . .”

Pagi itu kulalui masih terasa lebih hangat dari kejadian semalam. Pagi yang sudah mulai cair rasanya membuat mood Nabila begitu baik dan kini saya telah mampu mengembalikan senyumnya yang sudah hilang selama saya tak di sampingnya. Masih asyik saja di rumah karena ini memang cara kami untuk meleburkan suasana setiap waktu, maka tak banyak kegiatan yang kami lakukan selain bercengkrama di depan tivi sambil usil satu sama lain. Hingga perut ini terasa lapar karena hari sudah beranjak siang, saya pun berizin sesaat pada Nabila untuk membeli makanan di warung depan yang ternyata lumayan cukup jauh untuk ukuran pejalan kaki biasa. Lantas kampret sudah itu pesan dari tante Asri yang berujar bahwa penjual makanan berada tepat di depan rumah.

Saat tengah membeli makanan untuk saya dan Nabila, kudapati ada seorang wanita mungkin paruh baya. Prodaknya seperti asli dari Jakarta blesteran Bandung, kulit kuning langsat berperawakan ramping dengan rambut panjang sepunggung. Tak lupa blazer ala orang penting menunjukkan identitas dari orang tersebut bahwasanya itu orang bukan sembarang orang. Melainkan orang kantoran dengan jabatan penting di tempatnya bekerja. Maka moment langka bersama wanita paruh baya itu lantas tak saya lewatkan begitu saja. Hingga mata ini harus berpisah karena sosoknya yang lebih dulu masuk ke dalam mobil entah pergi kemana sedikit membuat saya kecewa karena tak bisa memandangnya lebih lama lagi.

Dengan berjalan kaki di bawah terik matahari yang panas, sampai jua diri ini tepat di depan gerbang rumah Fany. Namun sesaat saya ingin membuka gerbang, rasanya ada yang aneh di sini. Ini mobil rasanya bukan mobil milik tante Asri yang saya tumpangi ke Bandung semalam. Melainkan mobil yang di bawa wanita paruh bawa dekat warung dimana saya membeli makanan tadi. Tak ingin ketinggalan sosoknya yang elok dan cantik, segera saya bergegas masuk dengan perasaan harap – harap mesum bahwa seseorang yang saat ini tengah bertamu di rumah Fany adalah kenalan tante Asri.

Sesampai di dalam kudapati wanita itu tengah duduk bersantai dengan segelas teh hangat di tangannya sambil di seduhnya pelan. Kucari di mana Nabila berada namun saya tak menemukannya di ruang tamu bersama wanita itu. Dengan bersikap sopan maka saya sapa permisi kemudian duduk menemani wanita itu sambil berbincang ringan atas perihal kedatangannya di rumah Fany.

“siang Mbak . . cari siapa ya” sapaku sopan sambil duduk meletakkan sekresek makanan di tanganku.

“lagi nyari seseorang di rumah ini. kamu Rakha ??” tebak wanita itu kalem sambil memandangku penuh arti.

“ng . . kok mbak tau ?? iya saya Rakha. Tante Asri lagi kluar mbak, jadi di rumah ini cuman ada saya aja” ujarku seadanya.

“yakin cuma kamu aja ???”

Sesaat saya merasa di pojokkan oleh pernyataan macam itu. Matanya memandang saya seolah tau diri ini tengah tak sendirian di rumah ini sebab ada Nabila. Namun belum jauh saya berprasangka, wanita itu kembali berucap dengan gayanya yang kalem dan menawan mempesona.

“itu tadi si bibik barusan pulang, masa kamu bilang itu sendirian . .” celetuknya sambil tersenyum manis, semanis teh hangat di tangannya.

“oh iya mbak saya lupa kalo ada si bibik . . hehehe”

Fewwwwh . . . aman pikirku dalam hati. Pantas saja itu wanita sudah bergaya dengan secangkir minuman di tangannya. Rupanya si bibik telah pulang terlebih dulu ketimbang tante Asri. Jadi Nabila yang tengah saya sembunyikan saat ini tentu masih aman di belakang sana berharap keberadaannya tak di ketahui oleh siapapun kecuali saya dan orang rumah ini.

“ng . . anu mbak, saya izin ke belakang dulu ya. Mau naruh makanan di dapur” izinku sesaat pada wanita itu.

“iya . . silahkan”

Sesaat saya pergi ke dapur, kudapati si bibik tengah sibuk memasak sesuatu. Sambil bersapa ramah, kutanya di mana Nabila berada sebab di kamar saya cari sudah tak ada.

“Bik, udah pulang duluan ya . . btw kok masak, ini aku baru beli makan Bik”

“di suruh masak mas sama ibuk, kalo mas Rakha mau makan duluan gak papa kok”

“hm . . gitu ya. Bila di mana Bik, di kamar kok nda ada ???”

“ga tau mas, bibik pulang tadi rumah udah gak ada orang. Trus gak lama dateng bu Alif”

“bu Alif ?? jadi namanya itu bu Alif ya . .”

“cantik ya beliaunya . .”

“iya bik, wanita karir tuh. Masih muda, bawa mobil sendiri, cantik pula . .”

“kalo di pikir – pikir beruntung tuh mbak Bila cantiknya ketularan dari bu Alif”

“Bila ?? bu Alif ?? ketularan cantik ?? maksudnya . . .”

“anak cewe mana mas yang ga beruntung di warisi paras cantik dari ibunya kaya bu Alif. Bibik juga mau kali . . hihihihi”

“ja . . jadi . . . itu . . . di . . . depan . . . .”

“lah, . . lah . . . mas kenapa, . . kok glagapan gitu ??!!!!”

“i . .itu yang di depan siapa bik coba sebutin skali lagi”

“bu Alif, mamahnya mbak Bila mas . .”

INALILAHI . . .!!!!

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS