Cerita Cinta – Chapter 19. Penjelasan di akir UAS

Chapter 19. Penjelasan di akir UAS

 

Satu minggu tanpa terasa saya habiskan untuk mengisi lembar – lembar kertas jawaban yang sangat menyita waktu dan pikiran. Hari ini adalah hari dimana saya mengerjakan UAS dalam hari di minggu terakir. Usai sudah beban ini dan liburan selama 2 minggu sudah saya plaining untuk pergi ke Jakarta bersama sahabat – sahabat saya di sana.

Bisa di bilang, hari ini saya sudah bisa melakukan kontak dengan Fany, Stevy serta Nabila secara terbuka. Maka seusai keluar kelas segera bergegas saya menuruni anak tangga untuk mencari sosok yang ingin saya temui.

Masih berjalan pada lantai 3 menuju lantai 2 tiba – tiba saja suara keras berteriak memanggil namaku dari lantai empat. Spontan saya nengok ke atas siapa gerangan memanggil saya di siang bolong usai UAS begini.

“Rakhaaaaaaaaaaaaaaaa, tunggu !!!” suara itu dengan lantang bergema.

Sudah sepantasnya saya menengok ke atas jika ada seseorang yang memanggil dari lantai atas, maka saya tengok lah siapa itu gerangan memanggil nama saya di siang bolong pasca UAS begini.

Dengan menggunakan dres setinggi lutut kaki, maka sodara pastinya tau apa yang tengah saya lihat kala itu di bawah lantai empat.

Sialan, make CD warna putih dengan renda bunga di tepi selakangan, paha itu mulus banget, ga da bulunya lagi. Anak siapa bening begini pikirku. Maka dengan kagetnya, saya sadar sesadar – sadarnya bahwa itu jovanda tengah menuruni anak tangga.

Saya pun, istigfar pemirsa . . .

“oh, Vanda, da apa” spontan saya berhenti di anak tangga lantai 3.

“ng, gapapa pengen bareng turun aja, hehe” terasa gampang sekali ia melontarkan kalimat itu padaku.

“oh iya, turun aja dluan klo gitu” jawabku dengan nada malas.

Maka turunlah kami bersamaan tapi masih di dahului oleh Jovanda di depanku beberapa langkah.

“gada ujian lagi kan, ayok makan di kantin” serunya mengajakku.

“anu Jo, aku mau nyari . . .” belum selesai saya menjelaskan di tarik saja tangan ini.

“udah ikut aja Kha, aku gada temen nih” bodo amat pikrku dalam hati.

Siang itu belum kutemui juga sosok sahabat – sahabat yang tengah saya cari, sebab diri ini masih menjadi tawanan hati jovanda. Dari pada contekan Nabila berujung sia – sia karena Jovanda, maka saya ikut saja itu apa acara yang di buatnya.

Dengan memesan beberapa menu makanan yang kali ini tidak ada golongan untuk membedakan kelas kasta, maka kami berdua sepakat memesan mie dengan jus jeruk yang sama. Jujur saya katakana hati ini masih terasa mengganjal dengan pernyataan Jovanda selepas dari kekasihnya. Entah waktu satu minggu digunakannya untuk apa, yang jelas ia tiada kabar berita sedikitpun. Bagi saya ini sama saja menggantungkan jemuran di bawah terik panas matahari dan lupa untuk mengambilnya, maka hasil yang didapat adalah kering sudah hati ini memudar jadinya.

“Kha, . .” sepatah kata ia mencoba menyapaku.

“Hm, . .” hanya itu yang bisa saya ucap.

“marah ya sama aku ??” tersirat wajah itu penuh penyesalan.

“oh, gak koq. Marah kenapa jugak. Haha” tawaku penuh kebohongan.

“aku tau seminggu ini aku gada kabar buat kamu, aku ngilang gitu aja setelah malam itu di depan perpus, meski kadang kali kita sering bertemu pandang, aku ga nyapa kamu. Itu kan yang buat kamu marah sama aku”

Dah tau nanya pula ini wanita, bikin geram saja ucapku dalam hati sambil nundukin kepala menatap meja kosong.

“hm . . gitu ya” terasa berat saya untuk berucap.

“boleh aku jelasin sesuatu ke kamu, aku ga mau ini jadi salah paham” Jovanda mulai klarivikasi.

“ywda ngomong aja” jawabku sedikit ketus.

“slma aku ga nghubungin kamu tu aku ingin mastiin gmn perasaanku. Aku ga mau kalo aku salah ambil keputusan Kha. Aku jg sma skli g nghubungin mantanku ato siapa pun, q pingin netral dlu smp aku nyadar yang aku butuhin di hidupku itu siapa. Waktu jalan selama 3 tahon sama Deri itu ga sebentar, dan aku harus nglupain dia dalam waktu 7 hari. Kenangan sama dia masih jelas Kha di otakku. Bukannya kemarin aku bilang gitu aku ada rasa sama kamu, aku Cuma pingin dia ngerti kha” jelasnya terasa pahit di telinga ini.

“owh gitu ta” saya sedot itu es jeruk pesanan saya yg baru datang.

“kok gitu bgt sih responnya” dia mulai ngondek ga jelas.

“kan udah bertapa slma 7 hari tuh, nah trus yg kamu butuhin sapa skrang ??”

“ng, di jawab sekarang ya Kha ??” ia menawar.

“ga di jawab juga gapapa Jo, orang gada hubungannya sama aku” sembari saya tarik mie pesanan saya kedalam mulut. Masa bodoh itu dengan jawaban Jovanda.

“ih Rakha serius dikit napa, jangan keg anak kecil dong !!” protesnya mulai keras.

“iya, iya, non Vanda butuh sapa sekarang ?? Dery ato siapa ??” saya coba raih itu hati Jovanda.

“anu Kha, masa di tempat umum gini sih aku jawabnya, malu Kha” ia terlihat galau akan pilihan yang ada.

“malu ama sapa ?? omongan kamu ga bakal di catat ama malikat kale, palagi kamu ngomongnya kaya anak TK lagi contekan gitu, orang budeg juga ga bakalan denger Jo” masih saja saya terus sikat itu mie di hadapan saya.

“aku ga pengen nyakitin siapapun Kha, aku ga mau buat kamu kecewa dan aku ga mau buat dia semakin menderita gara – gara aku” ia berusaha meraih tangan saya dengan lalu di genggamnya erat serta memastikan saya akan baik – baik saja mendengarnya.

Dari sini sebenarnya saya faham mau di bawa kemana arah pembicaraan ini, dan berakir dengan nama siapa Jovanda berkata. Saya faham betul itu mulut mau menyebut nama siapa, namun saat itu saya terlalu asik menghisap mie yang mengalihkan perhatian saya dari pembicaraan Jovanda. Entah mood saya terasa sangat malas untuk mendengarkan jika bibir itu menyebut nama Dery.

Saya tegaskan bagaimana perasaan saya terhadap Jovanda pemirsa, saya memang manaruh beberapa hati terhadapnya, bukan karena sayang atau iba, saya merasa dia cantik dan saya kagum dengan parasnya yang di tiap detiknya menyita perhatian serta nafas ini. terasa jantung ini berdetak mau loncat tak karuan jika bersanding dengannya. Saya sadar saya siapa, bahkan saya beda kasta dengan dia. Saya sama sekali tak pantas untuknya, dekat dan bisa ngobrol dengan dia saja merupakan suatu anugrah.

Nyatanya banyak laki – laki di kampus yang belakangan ini mulai mengawasi saya sebab kedekatan hubungan ini dengan Jovanda. Maka di sini jelas saya katakan bahwa paras cantik jovanda menjadi incaran lelaki hidung belang di kampus. Tak jarang saya merasa minder jika harus satu meja atau berhubungan dengan dia baik batin ataupun fisik ( saya gak ML pemirsa ). Jadi cukuplah diri ini mengagumi dia sebagi wanita yang cantik dan kita hanya berteman, sebab mulai dari sini saya bisa mengontrol diri untuk tidak lebih terjerumus dalam peliknya kondisi dengan Jovanda.

Sebab saya jauh di bandingkan dengan Deri, jika Deri memiliki kendaraan roda empat, maka saya hanya punya roda dua. Ketika kejadian di perpus Deri menghampiri saya, dari pakaiannya saja saya juga sudah faham bahwa itu baju bermerk punya. Maka samalah kastanya dengan Jovanda. Namun sejauh yang saya pikir tentang perbedaan ini, saya hanya merajuk pada perbandingan materi tanpa memperhatikan bagaimana perasaan Jovanda sebenarnya.

Created BY : rakhaprilio KASKUS