Cerita Cinta – Chapter 20. Bukan Dia tapi Aku

Chapter 20. Bukan Dia tapi Aku

 

Masih di kantin depan fakultas, saya menghabiskan siang itu bersama seseorang yang sebenarnya tidak ingin saya temui. Namun apa daya, sudah terlanjur mengiyakan semua ajakan Jovanda. Maka ikutlah saya kedalam permainannya sampai usai di buatnya.

Masih saja saya asik dengan mie yang kala itu tengah belum habis berhenti di perempatan bibir saya, Namun maaf tidak ada lampu merah di wajah harap sodara catat. Dengan sedikit bersusah payah saya tuntun gulungan mie menuju tenggorokan dan sedikit tegukan maka masuk sudah itu mie suapan terkir bagi saya. Kenapa hal ini terasa berat, sabab secara tiba – tiba Jovanda menggenggam tangan saya dengan eratnya.

Tidak banyak yang saya harap dari kejadian ini, anggap saja dia sedang menenangkan saya jika suatu waktu dia berkata bahwa Deri yang di pilihnya, maka dengan ini saya akan terasa kuat dalam genggaman tangan Jovanda.

“iya Jo aku ngerti, aku juga nyadar akan kondisi kamu kaya gimana, aku juga bukan cowok munafik yang bisa manfaatin konsidi kamu yang barusan pisah sama Deri. Aku juga nyadar aku siapa, dan kita beda sebeda bedanya. Balik aja ama Deri klo km emng masih sayang ama dia. Aku cuma sebatas suka aja sama kamu, selagi aku belum bisa sayang, kita udahin aja semuanya ampe di sini”

Lihat respon apa yang terjadi, . .

Ia menangis . . .

Entah kalimat bagian mana yang menuntun air matanya untuk sakali lagi turun tepat di hadapanku. Saya sudah katakan apa yang seharusnya saya katakan dan semua ini jelas adanya. Dengan tegas ia menatapku tanpa berkedip di iringi air mata yang masih setia mengalir, genggaman di tangannya juga makin erat terasa. Entah ini pertanda apa, haya satu kata yang secara kasat telinga berbisik di telingaku.

“jangan berenti Kha” ucupnya sepatah kata.

“berenti buat apa ??” saya bingung di buatnya sungguh.

Belum usai pertanyaan itu di jawab, lagi – lagi wajahnya tumbang dalam kekalutan. Dengan menatap mie pesanannya yang sudah mendingin tepat di bawah wajahnya, ia masih setia menangis untuk memperbingung saya.

“jo, berenti buat apa, aku masih di . . .” terpotong sudah kalimat itu dengan pernyataan Jovanda sebagai berikut.

“jangan berenti untuk sayang sama aku . . .” kembali ia kuatkan dirinya untuk menatap tajam mata ini.

“ha ?? kenapa aku ga boleh berenti ?? bukannya kamu lebih milih . . .” dan kalimat ini terpotong untuk kedua kalinya.

“iya, aku lebih milih kamu Kha, sayangin aku apa adanya. Aku nyaman sama kamu, mulai dari salah paham yang kamu buat di kelas waktu itu, aku ngenal siapa kamu. Pembawaan kamu, gaya kamu yang simple, semua buat aku nyaman. Kamu ngajarin aku bnyak hal, kamu bisa nguatin aku, kamu bisa buat aku yakin ngambil keputusan yang besar dalam hidup aku. Aku juga ga peduli orang bakal bilang apa, yang jelas aku nyaman dan aku mulai . . .”

“sayang sama aku ??” jawabku.

“iya Kha, aku sayang sama kamu !” tegas bibir itu berkata.

Apa yang sedari tadi saya bayangkan kini berbalik 360* dengan segala pertanyaan yang muncul bagaimana tanggapan teman – teman sekelas jika saya gebet ini anak pejabat di fakultas. Bagaimana saya bisa bahagiakan dia dengan materi yang sangat terbatas. saya sudah bayangkan akan berpuasa seumur hidup jika jadian dengannya, dan ini membuat saya lebih terlihat pucat dari pada mendengar nama Deri untuk di ucap.

Maka saya terdiam sejenak untuk berfikir baik buruknya, ini memang hal yang saya inginkan, namun jika sudah ada di depan mata seperti ini, bisa jadi saya buta stadium akut lebih mengerikan dari kakek – kakek yang hidupnya ada di ujung tongkat.

“aku ga minta kamu untuk bilang sayang sama aku sekarang Kha, aku ga mau maksa kamu. Tapi aku pingin kamu sllu ada di sisiku buat nyemangatin aku dan ada di tiap hari – hariku”

“waktu mandi aku harus ada di samping kamu buat nyabun gitu Jo ??” saya coba cairkan suasana dengan sedikit bercanda.

“ya enggak lah Rakhaaaa, haha” sembari ia mengusap air matanya bercampur tawa sutra.

“aku ga bisa janjiin aku bakal bisa sayang sama kamu Jo, aku cuma bisa ada di saat kamu butuh aku gitu aja”

“gapapa Kha, aku tau kok apa yang jadi pertimbangan kamu, aku bisa nunggu itu. Jadi status kita sekarang gimana ??”

“setatus kita ?? ya mahasiswa sosiologi jo kan ya ??”

“lhah Rakhaaa, ngaco mulu dari tadi, serius dikit dong” dia memelas padaku.

Coba bayangkan saja dia meminta sedikit kepastian akan hubungan ini, apa yang harus saya jawab ?? sayang memang sayang, namun jika harus berucap bahwa kita pacaran itu adalah hal berat dan besar resikonya. Dan tidak mungkin sekali bahwa saya harus menghindar dari pertanyaan satu ini, maka mau tak mau saya harus akiri pembicaraan ini sebisa mungkin tak melukai perasaan dia.

Created BY : rakhaprilio KASKUS


⇒ Part 21 >