Cerita Cinta – Chapter 34. Berempat Kembali

Chapter 34. Berempat Kembali

 

 

Masih di dalam kereta berselimutkan sisa jaket yang di pakai Nabila untuk di kenakannya, maka saya pun bangun sekitar pukul lima subuh dengan punggung terasa di sate, Menyiksa itu sungguh menyiksa. Kulirik gadisku asal Bandung ini masih asik berdusel dengan pangkuanku yang di rasa hangat untuknya. Ku usap rambut di atas jidatnya, demi tuhan paras itu seakan membuatku menyesal karena telah menerima cinta Jovanda. Kenapa aku tak menyadarinya sejak awal, bahwasanya paras itu teramat manis untuk di tamatkan. Dengan centilnya bibir mungil itu sesekali bergoyang pertanda ia tengah merasa keenakan di atas pangkuanku. Maka tak lama kusudahi saja adegan ini dari pada saya terkena diabet karna parasnya yang teramat manis sungguh itu manis sekali.

Kulihat pemandangan dari arah balik jendela, terlihat mentari mulai unjuk gigi untuk menyambut kedatngan saya di Jakarta. AC yang masih dengan giatnya berhembus memaksa tubuh ini untuk beranjak mendapatkan sinar matahari yang mulai terbit. Namun saya bingung ini bagaimana dengan Nabila yang masih asyik tidur di atas pangkuanku, tidak tega rasanya jika wajah imut itu harus berubah menjadi sedikit malas untuk bangun karena paksaku.

“uuuuummhh, . . . zzzzzzzzztss, hoaaaaaams” terdengar Nabila menguap dari tidurnya.

“nyampe mana ini Kha, ummmmh” bertanya ia di sela kantuk.

“kga faham bil, yang kliatan Cuma sawah doang sedari tadi. Jangan – jangan kita mo ke hutan amazon neyh” candaku membangungkan Nabila.

“haha, ada – ada ja lo Kha, btw lo ga cape Kha gw jadiin bantal tidur, hehehehe” nyengir itu gadis asal Bandung.

“ya cape sih Bil, mana badan lo banyak gerak juga semalem” keluhku padanya.
“abis bisa – bisanya gw di pangkuan lo mimpi sesuatu Kha, hahahay !!” tawanya memecah sunyi di pagi hari.

“mimpi apa lo emang, jangan2 celana lo basah aja, eh . .” sindirku melirik selakangan Nabila.

“ngaco, emang gw kaya lo. Kha, keluar yuk cari sinar, ini gerbong gabeda jauh ama kulkas” ajaknya sambil mengurai rambut. Aih, indah sungguh itu betul.

Sisa waktu sebelum kami sampai ke Jakarta, saya habiskan bersama Nabila di tepi gerbong bermandikan sinar matahari. Dengan aroma tubuhnya yang harum walau sudah tidur semalaman di gerbong, tak membuat badannya bau sedikitpun. Sungguh indah betul Nabila pagi itu, membuat adekku ikut terbangun dari tepi selakangan Joni namanya.

Kiranya tepat pukul 07.45 AM kereta ini mulai bertiup kencang, pertanda roda akan menepi di sebuah setasiun. Ya. Setasiun Pasar Senen yang kulihat pada papan pengumuman. Terlihat hiruk pikuk para pemudik yang ikut meramaikan. Maka segeralah kami bergegas untuk meningglkan padatnya setasiun yang sudah sangat sesak di penuhi dengan bongkahan manusia.

“aaaaaaaah, Jakarta lage Jakarta lage, panas, macet, seseg, huff apa lagi ini” keluh Bila sambil berjalan mendahuluiku menuruni gerbong.

“gilaaaak, ini orang di setasiun tiap harinya kaya gini Bil, rame paraaaaaah” kagumku akan kerumunan manusia yang teramat banyak.

“yaelah Rkha katro amat, di Jakarta mana ada yang sepi sih, Jakarta Is Never Sleeps U Know?” tutur Nabila dengan gaholnya.

“iya2 gw ndeso, idup di kota terpencil tanpa ada satu mall di dalamnya, huff idup gw ini” keluhku sambil menghela nafas.

“hahahaha, gak gak Kha, gitu aja sedih. Makanya nyari pacar anak Jakarta gih biar gaul” ujar bila berbangga hati.

“berati ama fany dong gw pacarannya ??” lirikku sinis padanya.

“kok fany ?? mo di gebukin Doni lo ??” jawab Nabila sedikit sewot.

“lah kata lo Jakarta, Jakarta itu kan Fany. Hahahahaha” jawabku berlari meninggalkan Nabila.

“ih bego ni anak, Rakha tungguuuuuuuuu . . . . !!!” teriak Bila mengejarku.

Pagi itu sudah terasa panas dengan asap kenalpot yang sudah tersedia di depan setasiun, sesak dan masih saja berjubel itu tentunya. Maka mencari tempat tunggu yang telah di usulkan oleh Bila, kami pun sepakat untuk menunggu beberapa saat hingga Fany datang dengan Avansanya lengkap bersama Stevy di dalamnya. Sungguh pun itu pemandangan yang amat melegakan sodara sungguh.

“Ciiiiindthaaaaaaaaa, AaaaaAaaaaaaAaaaaawwWW !!!” tebak siapa yang berteriak.

“iiiiih, sayooooooonk, apa kabar remponk mumuaaach” jawabku ikutan bencong seperti Stevy.

“hehehehe, Bila jangan cemberut dong sayang. Iya2 gw salah, maap – maap udah ninggalin lo ama Rakha berdua. Soalnya gw diajakin Doni dadakan cz bokapnya ada perlu. Trs ni Stevy pengen ikut skalian, yauda gw dluan deh, hehehe, maap ya sayaaaang, cup cup cup” peluk fany pada Nabila bertubi – tubi untuk menenagkannya.

“sayang ama Stevy aja sonoh, huh” jawab Bila masih ngambeg sambil memasukkan barang ke bagasi.

“udah – udah, acara ngambegnya tar aja di lanjut lagi. Skrang kita kemana nih Fan ?? langsung ke rumah lo aja apa gimana ??” ujarku memotong suasana.

“ke rumah gw aja langsung Kha, spesial kusus hari ini gw masak buat kalian berdua. Cie cie, . . . hahaha. Jadi kalian gausa makan di luar. Trs mnding buran kalian mandi ato junub gitu gimana. Uda semaleman kan di gerbong kaga mandi” ujar Fany sambil masuk mobil.

Dengan segera maka kami berempat pun masuk ke dalam Avansa yang telah di boyong oleh Fany. Lega sekali rasanya ketika AC itu di nyalakan tepat di belahan tubuh saya. Dingin yang mulai merambat, membuat saya nyaman dalam kondisi leye – leye berpundakkan bahu Stevy. Saya katakan sebelumnya bahwa Stevy ternyata adalah banci dengan indra penciuman yang saya rasa terbilang cukup peka terhadap bau, maka dengan satu kali tebakannya, di buatnya kaget diri ini beserta Nabila dan Fany di sekitarnya.

“Kha, kamuh kok aroma parfumnyah samma kaia Nabila yah ??” ujar Stevy curiga.

“oh, kenapa emang Step, aneh ?” jawabku dengan nada sempoyongan.

“kaliand ngapaind ajah di kreta semalem hayoh lo ngaku gak !!” tebak Stevy dengan doagnosanya.

“kita ngapain ya Kha semalem, hahahay . . . , mo tau aja ini bencong pasar senen” goda Nabila pada Stevy.

“ini kaliand pastih gityu – gityu eah !! hayoo lo, iiih Bila gimana rasanya ama Rakha !??” ngondek Stevy membayangkan hal yang iya – iya.

“rasanya itu, nikamat banget Step. Sumpah, Uuuuuuuh . . . ssssSSsshht. Waktu mulai di masukin gw cuma bisa bilang “aaaaaasshH . . . , Ouuuuch, Ummmmph, ssssH” ahahhahahahahaha . .” kibul Nabila pada Stevy.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAWWW, pasti enak bangedt eah cindtha di gituin ama bang Rakha, gw juga mau dong Rak !!!!” pinta Stevy ngondek padaku.

“idiiii, najong ama lo. Mending gw nyewa pecun sertus rebuah daripada am aloe” jawabku menjauhin itu banci.

Ya itulah perbincangan kami yang mengantar tiba sampai di depan rumah Fany di daerah Jakpus. Di sambut dengan ibu Fany yang membukakan gerbang kala itu, maka berkenalan lah saya dan Nabila bak tamu istimewa. Jadi, hari pertama itu, saya tiba di rumah Fany untuk pertam kalinya. Sungguh sangat terkesan dengan orang – orangnya yang ramah bedarah asli betawi punya. Dengan satu adeknya yang masih kelas 5 SD, ternya ibunda Fany adalah seorang single parents yang tinggal ber 4 di rumah yang lumayan luas dengan tatanan nun artistik rapi seperti kosan Fany.

Created BY : rakhaprilio KASKUS