Cerita Cinta – Chapter 35 . Break The Wall

Chapter 35 . Break The Wall

 

 

Beberapa bulan setelah kejadian gw mendatangi fika yang menginap dirumah deny. Terjadi perubahan yang begitu mencolok pada fika. Gw senang dengan perubahan yang terjadi pada fika. Sekarang fika sudah sangat jarang untuk keluar malam. Setidaknya sekarang ada waktu buat gw untuk mengobrol dengan dia.

Hingga suatu malam saat gw pulang kerja. Gw melihat fika sedang asik duduk di sebuah ayunan yang tempat duduknya seperti sofa di halaman belakang rumah.
Gw: Wiw, kapan belinya nih fik ?

Fika: tadi sore, gimana ? bagus kan

Gw: wah, bakal betah gw kalau duduk disini. Btw, gak keluar nih fik ?

Fika: bosan lah

Gw: tumben, kenapa gak dari dulu aja bosannya

Fika: *bletak* : (fika menjitak kepala gw)

Gw: gw mandi dulu, lo mau ikutan ?

Fika: gw jitak lagi ya lo :
Seusai mandi, gw melihat fika masih duduk sendirian di ayunan yang baru ia beli. Cuaca malam ini sangat lah dingin, musim panas dijogja. Gw bawa 2 cangkir the kearah fika,
Gw: mau teh ?

Fika: thanks ya ren, semoga musim hujan segera datang deh
Saat selesai ibadah shubuh, gw biasanya bantu-bantu mbak may beres-beres rumah. Pagi ini jogja diguyur hujan yang cukup deras. Hujan pertama setelah musim kemarau yang cukup panjang. Untungnya hari ini tidak ada kelas, jadi setelah beres-beres gw bisa ngelenyeh-ngelenyeh, apalagi ada ayunan baru. Sekitar 2 jam ngelenyeh-ngelenyeh handphone gw berbunyi, ada panggilan dari teman gw aji.
Aji: Rendi ?

Gw: ya kenapa ji ?

Aji: lo yang sabar ya, nenek sudah tiada ren.
Tiba-tiba aja gw merasakan suara dari degupan jantung gw. Semakin lama semakin jelas, tangan gw seperti mati rasa, satu-satu orangnya yang ingin gw bahagiakan kini telah tiada. Satu-satu orangnya yang mengejarkan gw tentang artinya hidup, orang yang telah memberikan kasih sayangnya melebihi kedua orang tua gw. Ingin rasanya gw menangis, tetapi nenek pernah berkata kepada gw “Kalau nenek nanti sudah meninggal, janganlah kamu menangis ya. Nanti air tangisan kamu membanjiri kuburan nenek, kamu gak mau kan nenek tidur ditempat yang basah ?”. Pesan ini membuat air mata gw terus tertahan didalam mata gw, yang terus memaksa-maksa untuk keluar.

Gw langsung mengambil beberapa uang tabungan gw untuk pulang kampung, dan mengepak baju. Setelah bersiap-siap gw langsung menemui fika untuk meminta izin.
Gw: Fika

Fika: masuk ren, gak dikunci.
Gw masuk kedalam kamar fika yang gw lihat masih asik dimeja komputernya.
Gw: fik, gw minta izin untuk pulang kampung ya

Fika: loh, ada apa ren ?

Gw: nenek meninggal

Fika: ren *mata fika memerah*. Tunggu gw ren, gw siapin pakaian dulu. Gw ikut dengan lo

Gw:
Langsung setelah fika mengepak pakaiannya, kita pergi ke bandara. Dalam perjalanan gw hanya bisa terdiam, gw masih dalam keadaan shock dengan kabar yang mendadak seperti ini. Sesampainya dibandara kita langsung mengambil penerbangan ke banjar masin yang langsung transit ke kuala pembuang.

Sekitar 1 jam gw dan fika menunggu diruang tunggu.
Fika: ren, lo yang sabar ya

Gw: iya fik

Fika: terus sekarang yang ngurus alm. Nenek siapa ?

Gw: ada aji dengan tetangga lainnya yang mengurus penguburan nenek.

Fika: masih keburu kan sebelum dikuburkan ?

Gw: semoga ya fik. Soalnya gw juga gak tega nenek lama-lama gak dikuburin.
*telolet telolet* (suara sms)

Sms Laras: morning ren

Sms gw: pagi ras, nenek gw meninggal ras. Ini gw sudah ada dibandara sama fika.

Sms Laras: Inalillah, turut berduka ya ren. Kok kamu gak ngabarin aq

Sms Gw: gw juga dapat beritanya mendadak ras

Sms Laras: ya udah, kamu hati-hati ya dengan fika. Maaf aq gak bisa nemenin kamu, soalnya aq lagi ada kelas pagi ini.
Gw gak tau mau balas apalagi ke laras. Pikiran gw sudah kacau saat itu.

Setelah mendapat sms terakhir dari laras. Panggilan keberangkatan pesawat tujuan banjarmasin pun diumumkan untuk segera naik kepesawat. Sampai dibanjar kita hanya menunggu sekitar 1 jam dan langsung transit menuju kuala pembuang.

Sesampai dirumah, nenek sudah dikuburkan tadi pagi. Sedih, karena gw tidak ada disampingnya untuk saat-saat terakhir. Setelah kejadian ini, gw berniat untuk tinggal disini selama sebulan untuk menyelesaikan beberapa berkas dan urusan yang berkait dengan meninggalnya nenek. Gw menyuruh Fika untuk duluan balik ke jogja tapi tetap saja dia menolak.

Selama gw berada di kampung halaman, laras semakin sering menghubungi gw setiap waktu. Walaupun terkadang gw tidak membalas ataupun menjawab panggilan dari laras. Ntah kenapa gw hanya ingin sendiri saat itu.

Sekitar 1 bulan lebih gw dikampung halaman, urusan gw disinipun selesai sudah. Gw berniat balik kejogja agar fika juga tidak berlama-lama disini.

Mengejar ketinggalan kuliah gw dalam 1 bulan itu terasa sangat sulit waktu itu. Gw merasa sangat down, seperti gw berjalan tapi gw tidak tau kemana gw akan pergi. Begitulah keadaan gw sekarang, yang awalnya gw berniat untuk kuliah, kemudian memiliki pekerjaan dan kehidupan yang layak. Semuanya itu gw lakukan hanya untuk membalas semua jasa-jasa nenek yang telah beliau berikan ke gw. Tapi sekarang, tujuan gw itu tiba-tiba saja menghilang.

Kadang dikampus, gw hanya duduk dibagian belakang tanpa memperhatikan apa yang dosen jelaskan. Jiwa gw serasa tidak berada disini, jadi apapun yang dijelaskan oleh dosen sama sekali tidak masuk kekepala gw. Gw lebih giat bekerja dibanding kuliah, bahkan akhir-akhir itu gw sering tidak masuk kuliah. Hingga akhirnya IP gw disemester itu mencapai 1,7. Dosen wali gw langsung terkejut dengan menurun drastisnya IP gw.

Semester selanjutnya gw dan laras mengisi KRS bersama lagi, tapi bedanya sekarang gw tidak bisa mengambil jumlah SKS yang sama dengan laras. Laras tampak sedikit kecewa dengan perubahan gw saat ini. Tapi gw tidak terlalu memikirkannya.

Di semester ini tingkah gw masih sama dengan semester lalu. Gw lebih sering tidak masuk kuliah, gw hanya turun kerja dan lebih sering menghabiskan waktu sendiri dikamar.

Sebulan, dua bulan keadaan gw seperti ini disemester 6. Hingga suatu hari…
*Kreeeek,,,* (Suara pintu kamar gw terbuka)

Gw melihat sosok fika masih mengenakan kemeja. Ya, fika disemester 6 ini kembali aktif kuliah, dia berkata ingin mengejar ketinggalannya di semester-semester lalu.
Fika: lo gak kuliah lagi ren ?

Gw: iya ( hanya kata itu yang bisa keluar dari mulut gw )
Fika pun melangkah pelan mendekati gw yang lagi duduk di pinggiran ranjang.

*PLAAAK*

Sebuah tamparan tepat mendarat dipipi kiri gw. Gw hanya bisa tercengang ketika fika menampar pipi gw.
Fika: begini cara lo ? lo yang bilang mau ngembimbing gw , mau menjaga gw. Tapi begini cara lo ?. Kalau lo tetap begini terus, lo gak pantas untuk menjaga gw. Lo gak malu dengan almarhum nenek ?
Gw melihat fika berkata demikian dengan mata yang agak memerah. Saat itu juga gw tersadar, betapa bodohnya tingkah gw akhir-akhir ini. Gw terlalu egois, terlalu naif dengan diri gw sendiri. Gw gak memikirkan tentang orang-orang yang berada disekitar gw, orang-orang yang masih peduli dengan hidup gw. Sejak saat itu, gw merasa ada sebuah dinding besar yang baru saja runtuh oleh tamparan itu. Sebuah dinding yang tumbuh semakin besar semenjak meninggalnya nenek.

 

Created BY : Biji.Salax KASKUS