Cerita Cinta – Chapter 40. Rintik Hujan di Bulan Febuary

Chapter 40. Rintik Hujan di Bulan Febuary

 

Malam telah larut, keramaian telah di redam oleh sunyi. Suara jangkrik adalah penghias melodi saat itu. Rintik hujan sedari tadi sore masih setia membuka aroma rerumputan harum wangi semerbak. Fany dan Stevy, dengan pulasnya telah beranjak tidur terlebih dahulu karena suasana kala itu entah mengapa terasa sangat dingin menusuk tulang. Sedangkan Angga dan Anggi, di temani oleh si Mbok bak ibu mereka sendiri. Nabila, terakir kulihat ia masih berusaha tidur meski di ranjang kudapati sesekali ia tengah berguling – guling untuk mendapat rasa kantuk yang teramat sangat.

Saya pun lekas tidur saja malam itu, suasana sangat mendukung untuk membuatku segera beranjak ke atas ranjang berselimutkan sutra tebal. Satu dua jam saya coba untuk menutup mata, namun belum juga kantuk itu menyelimuti saya. Entah apa yang salah dengan diri ini, padahal jam sudah menunjukkan pukul 01.00 AM dini hari.

Tak lama hujan sedari tadi sore berubah menjadi deras teramat deras untuk di lukiskan. Pemandangan beberapa meter kedepan sampai tak terlihat karenanya. Sungguh pun malam itu saya merasa seperti sedang uji nyali. Bagaimana tidak, semua penghuni rumah ini sudah tertidur dengan lelapnya, hanya saya yang masih terjaga di tengah hujan nan berbadai ini.

Maka saya putuskan untuk pergi ke teras depan sekedar menunggu kantuk sambil melihat hujan. Mungkin dengan ini akan terasa lebih baikan ketimbang di kamar sendirian, sebab jujur saja saya merasa takut tidak lain tidak bukan. Hujan malam itu mungkin akan menjadi saksi bisu atas kejadian yang tidak akan pernah saya lupakan sapai detik ini. apa yang tengah terjadi malam itu, sebab maaf saya kehilangan kontrol di sini.

Terserah para pembaca beranggapan saya sebagai manusia yang hina atau ** SENSOR ** jika memang itu julukan yang pantas untuk saya dengar, sebab saya disini hanya ingin sekedar berbagi cerita pengalaman yang menurut saya teramat sangat abstrak untuk di ceritakan.

“Rakha, . . . .?” suara itu samar – samar memanggil namaku di tengah derasnya hujan.

“siapa ya ??” dari arah belakang saya mencoba berbalik badan.

“kok belom tidur lo jam segini ??” ternyata itu Bila yang saat itu tengah tak bisa tidur juga.

“iya Bil, belom bisa tidur soalnya, nah lo sendiri ngapain nyusul gw kemari ?”

“ya sama, gw ga bisa tidur juga. Kliatan seseorang di teras atas gw kira maling ternyata lo Kha, hff”

“kenapa lo ga bisa tidur, ini udah larut bgt Bil”

“ya namanya orang ga bisa tidur mo gimana lagi Kha, mo guling – guling kaya apa pun ya ttep aja ga ngrasa ngantuk”

“hm . . . gitu. Oiya maaf sblmnya gw nanyain hal ini lagi. Btw bonyok lo jadi berangkat ke luar negri ??”

“iya jadi, kenapa Kha lo peduli bgt sama bonyok gw” mata itu kosong larut dalam rintik hujan.

“gapapa sih, gw ngrasain aja apa yg lo rasa Bil” jawabku sendu.

“maksud lo ????”

“g tau entah sedari kapan gw ngrasa sakit banget ngliat lo yang sering di tinggal pergi sama orang tua lo di rumah. Gw tau lo ga butuh semua ini kan, pasti rasanya sakit banget. Gw akirnya juga faham apa alasan lo kuliah sampai Malang jauhnya, lo ga mau tinggal di Jakarta sebab sikonnya sama aja gada orang tua lo di rumah. Belom selesai gw ngrasain ini semua, gw denger adek – adek lo cerita tentang bokap nyokap lo, kaya di iris ati gw Bil. Jujur gw ga kuat ngliat lo kaya gini sama adek – adek lo. Mungkin ini yg sedari tadi gw pikirin sampe gw ga bisa tidur” berkaca mata ini atas semua kalimat yang saya ucap.

“lo siapa, kenapa lo mikir sampe sejauh itu Kha. Ini penderitaan gw, gw yang alamin ini semua. Cukup gw yang ngrasain ini. Gada orang sebelumnya yang bisa ngrasain apa yang gw rasa selain Mbok yang udah gw anggep kaya nyokap gw sendiri. Dan sekarang, tiba – tiba aja lo ngomong kaya gini. Peduli apa lo sama masalah gw” bibir itu mulai bergetar pertanda hujan baru akan turun semakin deras.

“iya gw cuman sahabat lo, gw sebatas temen doang. Tapi kalo lo tanya kenapa gw mikir sejauh ini, jawabnya ada di hati gw Bil. Gw disini seolah ikut ngrasain sakit sama persis seperti apa yang lo rasain. Pengen rasanya gw ngasih sesuatu ke lo yang mungkin itu bisa buat lo nyaman dan tenang jauh dari masalah ini !!” Dengan sedikit menyentak saya berkata kasar padanya.

Hujan malam itu turun lebih deras dari biasanya, padahal ini Febuari. Entah angin musim apa yang saat ini tengah berhambus, yang jelas, mata Bila pun ikut menetaskan air mata yang makin meramaikan gemercik air malam itu.

“maaf gw kasar Bil, gw ga bermasud nyentak lo. Maaf banget, gw cuma ngarsa iba aja atas apa yang lo alamin” dengan lembut saya raih punggung Bila seraya untuk menenangkannya

“iya gw tau Kha, gw Cuma kaget aja kok bisa ada orang yang bisa ngrasain apa yang gw rasa selama ini. dan itu kenapa harus lo !” air mata berderai deras melewati sela pipi yang tak berdosa.

“apa gw salah ngrasain hal kaya gini atas penderitaan lo ?? gw ngrasa seolah perasaan lo sampe ke gw bgtu aja. Entah sejak kapan rasa sakit itu ikut bersemayam dalam hati gw, yang jelas ini nyiksa batin gw” tuturku lembut membelai rambut bergelombang Nabila.

“ga ada yang salah atas apa yang lo rasain belakangan ini, gw cm g pengen lo ngrasain sakit sperti yang gw rasa. Kalopun perasaan gw emang harus tembus ke lo, jujur emang ketika gw ngrasa sakit, cuma lo yang gw inget” tangis itu makin berderai air mata, merasa tak sanggup masalah ini di embannya, maka ia berbalik padaku dan memeluk mesra tubuh ini.

Ya, saya masih ingat jelas ketika dia memeluk erat tubuhku, lagi – lagi dada ini merasakan hangatnya air mata bercampur suhu panas tubuhnya.

“Bil maaf gw belom bisa kasih apa – apa saat ini, gw ga bisa tenangin perasaan lo yang berkecamuk kaya gini. Gw cm bisa dengerin dan rasa apa yang lo rasain, Bila maafin gw ya . . .” dengan segenap hati maka saya meminta maaf atas kejadian ini.

“lo ga perlu minta maaf Rakha, gw seneng lo bisa ngrasain apa yg gw rasa, tp di sisi lain gw jg sedih kalo lo jg harus ikutan menderita kaya gini, gw yang harusnya minta maaf sama lo, maaf ya Kha” mata itu masih berderai air mata dan menatap kosong dalam mataku.

“enggak Bil, gw yang mestinya minta maaf” pandangan ini dengan seketika menatap kosong pada mata Nabila yang air matanya kurasa sudah sedikit mereda.

maka dengan perasaan berdosa, saya teringat oleh kekasih nun jauh di sana. Bagaimana cara saya mengkianati kasih sayang tulus dari Jovanda yang telah saya nodai dengan ini. Logikaku dengan keras mencoba mengingatkan bahwa masih ada Jovanda yang setia menungguku di sana, namun hati ini tidak. Dia terus mendorongku hingga kejadian saat itu tidak bisa saya hindari dan kami pun terjerumus dalam sebuah kekilafan.

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS