Cerita Cinta – Chapter 51. Burung Saya Sakit

Chapter 51. Burung Saya Sakit

Sudah sekitar satu bulan ini saya merawat burung hantu kesayang saya yang di beri nama oleh Jovanda yakni Bubo seperti nama latinnya. Setiap harinya saya harus memberi makan daging tikus putih segar atau daging puyuh yang baru di sembelih. Pada nalurinya Bubo mempunyai insting yang sangat peka terhadap mangsanya sehingga tak jarang tangan saya yang masih berlumuran darah bekas makanannya juga ikut di samber. Satu bulan ini semua berjalan lancar, hari – hariku saya habiskan bersama Vanda serta Bubo jika sedang di kosan. Tak jarang ketika saya kencan di area out door, Vanda meminta saya untuk mengajak Bubo sekalian mejeng.

Yah, syukur itu tak henti – hentinya saya ucapkan ketika mempunyai seorang pacar yang bisa mensuport sang kekasih atas hobby yang di punyai. Justru kadang info mengenai burung hantu juga saya dapatkan dari Vanda yang ternyata dia belajar lebih cepat dariku. Sungguh pun Jovanda dapat mengerti apa yang saya butuhkan dan segalanya terasa lancar berkat support dan dukungannya. Sebagai golongan orang kelas atas, sepertinya gengsi Jovanda hanyut dalam perasaannya yang belajar menyukai seperti apa yang saya sukai.

Beralih mengenai Jovanda, ia adalah tipe wanita yang cepat beradaptasi dengan pasangannya. Misalnya saja, ketika saya menyukai bakso sebagai makanan favorit, maka ia yang awalnya biasa saja juga akan belajar menyukai itu yang namanya bakso. Begitu pula dengan sayuran, ia yang awalnya gak doyan dengan sayur sawi, ketika melihat saya begitu lahap memakan sawi, maka ia pun akan mencobanya sama seperti saya. Hal ini tidak saya tinjau dari segi makanan saja, tapi juga dari segi gaya serta kebiasaan saya. Hanya saja jangan sampai kebiasaan saya yang sesekali nonton video 3gp sampai di ketahui olehnya. Sebab tidak bisa di bayangkan jika ia nantinya bakal berubah jadi Miyabi versi Indonesia.

Kembali pada topik burung hantu yang masih saya getoli saat itu, hari ini ada sedikit masalah sebab karena semalam saya memberi makan kepada bub terlalu banyak. Di usianya yang baru menginjak 3 bulan jalan ini, saya memberi porsi makan di atas rata – rata dari berat badannya. Dan apa yang terjadi, Bubo muntah di pagi harinya. Saya bingung, itu pasti. Curhat kepada sang kekasih itu tentu, maka melaporlah saya perihal masalah ini kepada Jovanda siapa tau ia mempunyai solusi untuk menanganinya.

Usai perkuliah kampus selesai, maka saya segara ngabur ke fakultas lain dengan Vanda agar tidak ketahuan oleh rekan – rekan di kampus. Dengan kata lainnya, saya numpang kencan di fakultas orang. Di situ saya curhat seadanya sampai terasa diri ini tak begitu bersemangat bercerita di depan Jovanda. Dan tetap dengan kekalemannya, dia mencoba menguasai
kegalauanku yang saat itu benar – benar tengah bingung akan keadaan bubo.

“yank ada apa kok hari ini rasanya kamu ga semangat gitu ?? apa ada masalah lagi ??” tanya Vanda dengan kawatir.

“gak koq yank, hubungan kita masih fine – fine aja sampai sejauh ini. huuuuufh” saya menghela nafas dengan lemahnya.

“trus kenapa kok kaya lemes gitu, cerita dong sayang, biar aku bisa kasih solusi sama kamu” sambil mengelap keringat di dahi ini ia berucap.

“burungku muntah yank tadi pagi” hanya itu yang bisa saya ucap sebab diri ini masih teringat oleh Bubo di kosan.

“Hah ?? burung yang mana nih yank ?? aduh kamu tuh kalo cerita yang jelas dong biar aku ga salah tangkep” tutur Vanda kegelian.

“Lah, emang kamu kira burung yang mana, kamu ini otak gak jauh beda sama aku yank yank, hadeeee” jawabku sambil geleng – geleng kepala.

“oalah, si Bubo tah. Ya bilang dong yank, jangan ngmong burungku muntah gitu. Kan burung kamu itu ada banyak. Kaya orang monokotil aja, hahahahaha” justru Vanda menertawakan saya kala itu.

“ngapain juga ngomongin Joni ke kamu, itu kan privasiku nyet !!” ejekku pada Vanda.

“jadi si Bubo muntah gitu, biasanya hewan kalo gitu tu kebanyakan makan alias offerload yank. Kata tmenku anak Kdokteran hewan gitu” ia mulai memberikan kesimpulan.

“iya sih, semlem aku kasih daging puyuh bnyak banget, tapi dianya juga ga nolak sih. Dasar rakus” jelasku sedikit jengkel pada Bubo.

“ya namanya burung baru 3 bulan pasti kalo di sodorin makanan di depan paruhnya ya tinggal lhep aja yank. Jadi hewan kalo baru muntah gitu mending jangan di kasih makan dulu biar kondisi perutnya tenang, mungkin tar malem kamu baru bisa kasih dia makan kalo kondisinya udah nunjukin tanda – tanda ga lemes” ini yang hobby siapa yang pinter malah orang lain.

Sungguhpun saya ini sangat lambat dalam memahami sesuatu, dengan cekatannya Vanda itu lebih terampil dari pada saya. Kadang saya berfikir ini yang melihara siapa, kok yang pinter malah Jovanda. Dari segi informasi sampai tempat jual beli juga ia kuasai. Memang bisa di sebut wanita multi talent lah dia itu. Bila boleh saya sedikit berbangga hati, ibarat Vanda itu tiada cacatnya sodara, betul itu sungguh.

Usai dari kantin fakultas lain, saya segera beranjak ke kosan bersama Vanda untuk melihat kondisi Bubo dan ada juga hal lain yang ingin saya bahas di sini dengan dia perihal pekerjaan saya di caffe Amelia yang sudah hampir habis masa kontraknya. Sebab sebagai lelaki tentu saya tetap harus mendapat restu dari sang kekasih agar pekerjaan ini berjalan lancar serta di ridoi olehnya. Maka di suatu kesempatan sambil melihat kondisi Bubo yang masih lemah saya bertanya lebih dulu pada Jovanda.

“oia yank, kan aku kerja di caffe omnya temenku. Aku di situ sebagai penghibur yank, kasarannya aku biduannya gitu. Tapi aku kalo lagi nyanyi ga pake asolole atau di sawer kok sueeer !! nah ini kontrakku udah mau abis kan ya, berhubung kamu lagi di sini aku mo nanya gimana kalo aku nglanjutin pkerjaan itu. Soalnya kemaren yang punya caffe sms terus nanyain perihal kontrak ini. ya sebagai pacar tentunya aku mau kamu ikut ambil keputusan dalam langkahku ini” ujarku panjang lebar pada Vanda.

“hm . . . gitu ya. Sebulan berapa yank di situ ??” tanya Vanda singkat sambil asyik dengan Bubo.

“tiga ratus yank, itu tiap dua minggu sekali aku ngisinya. Jadi ga terlalu nyita waktu sih” tuturku kalem.

“buat saat ini kalo pingin di perpanjang gapapa, tapi ntar kalo perkuliahan udah mulai bnyak praktek, aku pingin job kamu itu di stop untuk sementara waktu dulu. Gimana ??” tatap Vanda tajam ke mataku.

“oke, gitu deal ya. Jadi besok aku ke caffe langsung buat memperpanjang kontraknya buat 6 bulan kedepan, soalnya paling sebentar itu yank”

“iya wes iya, pkok klo di semester 3 nanti mulai banyak praktek kamu harus stop dulu jobnya yank. Aku ga mau kuliah kamu ke ganggu itu aja” ucap Vanda kalem sambil menyandingku.

“segitunya sama masa depanku, hahahaha. Tenang aja yank, aku bisa atur waktu kok” tepuk tangan ini di bahu Jovanda.

“bukan masa depan kamu aja yank, tapi kita . . .” bibir itu berbunga senyum menghiasi kegundahanku di hari itu berujung pada sebuah perasaan tenang.

Maka dengan ini jelas apa yang telah saya sepakati oleh Vanda seperti yang telah ia jelaskan di atas. Jadi acara besok hari sehabis pulang kampus, maka saya akan ke caffe om Andi untuk membicarakan perihal pekerjaan saya di sana. Tidak lupa saya mengabari Amelia yang pada chapter berikutnya ia akan mulai kembali aktif dengan kisahnya bersama saya yang membuat hubungan saya dengan Vanda menjadi sedikit terganggu karenanya.

Created BY : rakhaprilio KASKUS