Cerita Cinta – Chapter 72. Ciuman Pertama

Chapter 72. Ciuman Pertama

Malam ke dua usai kami observasi, pastilah capai adalah yang di miliki para mahasiswa. Tak terkecuali kelompok saya. Semua pada tewas di buatnya. Malam itu pukul 11.00 PM di mana suhu udara turun dengan sangat drastis dan teramat sangat dingin lebih dari hari sebelumnya. Maka tak heran jika semua mahasiswa lebih memilih menghabiskan waktu senggang itu untuk tiduran serta bercanda di dalam ruangan. Saat itu, makanan berupa nasi teramat sangat susah untuk di dapatkan. Apalagi pukul sebelas malam begini, tukang bakso milik pak Budi yang ada di seberang Vila pastilah tidak menjamin untuk buka atau masih ada. Lapar itu kian menyelimuti perut ini, dengan gemparnya musik orchestra milik Erwin Gutawa terdengar samar – samar menyapa telinga, pertanda cacing dalam perut saya segera ingin minta Jatah.

Saya putuskan untuk keluar menanak nasi atau membakar kentang pemberian penduduk tengger sebagai oleh – oleh yang saya dapatkan dari hasil observasi. Sinyal di sana sangatlah kampret untuk di andalkan, untuk sekedar sms saja, saya harus naik itu ke atas gendeng sokalah SD bermodal anak tangga dari bamboo. Apa lagi telfon, maka saya harus naik bukit wajib itu hukumnya. Secara prosedur pastilah Vila anak laki –laki dan wanita itu di bedakan. Namun prosedur itu rupanya tak berlaku bagi Stevy. Pasalnya ia bisa blunas blunus masuk sana sini kemana pun ia suka. Justru saya pikir, para anak laki – laki lah yang berteriak histeris ketika Stevy masuk ke dalam kamar dan diam itu adalah milik anak perempuan ketika mereka harus ganti baju bersama Stevy. Sungguh indah nian hidup banci itu, namun maaf cukup untuk Stevy seorang.

Karena tak bisa menghubungi Nabila dan saya rasa ia sudah tepar bersama teman satu kelompoknya, maka saya keluar sendiri mengumpulkan kayu kering untuk di jadikan api unggun guna membakar kentang. Dengan mengajak beberapa ekor teman, saya berhasil itu menyalakan api unggun. Hangat sudah tubuh ini di terjang udara dingin kawasan Bromo. Tengah menunggu ubi dan kentang masak dalam bara api, beberapa rekan saya pamit ke kamar mandi guna berkompromi dengan para tititnya. Maklum, udara dingin membuat kami lebih sering ke kamar mandi. Sebab untuk sekedar berkeringat saja rasanya susah. Namun saya sempat berfikir jika ingin berkeringat, gampang saja. tinggal tidur satu kamar berdua dengan Stevy saya jamin itu kasur pasti basah semua, alias keringat dingin sodara.

“Ehm . . Ehm . .!!” kaget itu membuat saya hampir terseok masuk dalam bara api, maka dengan kesalnya saya tanya itu siapa gerangan berdehem malam – malam begini.

“sapa sih ganggu aja ??!!!” tanyaku ketus kepada arah suara.

“kalo aku masih ganggu ya ??” dengan senyumnya teramat cantik di bawah sinar rembulan, mulut ini tiada bisa untuk berkata iya. Maka ‘tidak’ adalah kata – kata yang tepat untuk saya ucap.

“eeeh, kamu ta. Enggak kok. Sini yank duduk aja” tawarku sambil memberi tempat pada Jovanda.

“aku nda bisa tidur yank, perutku sakit, kraaaaaaam !!” dengan menekan perutnya, ia menahan rasa sakit karena sedang mens.

“lagi dapet pasti, di kompres sama aer anget aja yank bisa ngurangin rasa sakitnya” usulku berdasarkan pengalaman ketika saya SD mecret di kelas.

“udah kok tadi, ini juga udah mendingan kok. Oiya, Nabila gimana keadaannya ?? baikan kamu satu kelompok sama dia ?? gada masalah kan ??” masih itu kawatir Jovanda dengan keadaan Nabila.

“iya, baek – baek aja kok. Kaya bisanya, berantem, becanda, usil dah gitu – gitu terus bawaannya kalo sama dia. Kenapa, kamu masih mikirin dia tah ??” tanyaku memandang paras Jovanda.

“iya yank, meskipun udah di restuin sama dia ya tetep aja sebagai cewek aku mikirnya ga tenang, uuuuuffh . . .” sambil menghela nafas panjang ia menyandarkan kepala di atas pundak bertulang ini.

“kadang aku juga dilema yank. Aku pengen balikan sama kamu, tapi aku nyakitin dia. Kalo aku ga bisa dapetin kamu, pasti aku bakal sedih dan itu juga buat dia sakit. Trs aku musti gimana coba,bingungkan kamu klo jadi aku” tuturku sambil membalikkan posisi jika ia berada dalam situasi ini.

“iya juga sih yank, tp aku sempet heran juga Nabila kok bisa berubah dan berfikir sedewasa itu ya, padahal kan dia 2 taon di bawah kamu” tanya Vanda yang masih keheranan.

“iya ya, Bila itu kan dua taon di bawahku kan ya umurnya. Heran juga sih yank kalo di pikir – pikir. Tapi udah deh, yang penting semua udah membaik kan . . .” pandangku pada mata Jovanda.

“iya yank, AduuuuuuuuuuhH !! DududuuuuuuuuuuuhH !!” perut itu kembali kram rupanya.

“kenapa lagi perut kamu, masih sakit ta ?? tanyaku sedikit panik melihatnya kesakitan.

“iya yank, sakit bangeeeeet !!! DuuuhH !!!” jawabnya sambil menekan perutnya erat – erat.

“lha trus kalo gini biasanya di gimanain biar sembuh ??” masih dengan gugupnya saya tanya itu keadaan dia.

“biasanya kalo di rumah suka di elus – elus sama mamah perutku, Uuuuuuuh” dengan kepala tiduran di atas paha saya, ia mencoba merebahkan diri mengurangi rasa sakit sambil merem melek.

“mau aku elus – elus apa gimana yank, gitu a ??” tanya ku reflek tanpa berfikir panjang yang penting ia sembuh dulu.

“iya yank boleh, tapi pelan – pelan yah, Emmmmmmhhh . . .” di angkatnya baju itu di atas pusar sehingga terlihatlah perut mulus itu dengan seksinya bernafas kembang kempis seolah tempo itu mengalir dalam detak jantung saya yang makin kencang saja.

“gini ta yank, ??” tanyaku padanya apakah pekerjaan ini sudah benar apa belum, sebab jangan sampai tangan ini meraba makin naik dan naik saja. tau lah sodara apa yang nantinya bakal saya sentuh jika bermain di daerah itu.

“iya yank, agak di tekan dikit aja gapapa sambil di pijit” merasa keenakan, dia malah asyik menatap mata saya yang saat itu tengah memantau perkembangan buah simalakama.

“eh yank kalo udah baikan bilang dong, maen diem aja. Mana curi – curi pandang lagi ?!!” tanyaku sedikit ketus padanya sambil salah tingkah.

“hehehehe, lucu aja yank ngliati kamu dari bawah gini” ujarnya centil di bawah sinar rembulan yang membuat paras wajahnya kian bersinar di atas pangkuanku.

“kalo aku lucu, kamu itu cantik yank” tanpa sadar wajah cantik itu membius alam bawah sadarku seolah ini adalah pelet milik Jovanda.

Di raihnya kepala ini oleh jari jemarinya yang mengusap lembut di atas rambutku. Bermain menggelitik di belakang telinga. Memadu kasih di bawah sinar rembulan berselimut dinginnya malam. Pelan tapi pasti kepala itu maju atas komando tangan Jovanda yang di arahkannya tepat di depan bibirnya. Kini jarak itu terasa kian dekat merekat memicu hasrat. Kudapati rembulan beriak dari dalam mata Jovanda, seolah memancarkan sinarnya. Maka, tanpa terasa bibir kami bertemu dalam sebuah peraduan kasih yang menghanyutkan. Saling mengecup satu sama lain, dan tarik manarik itu sudah rumusnya. Terasa kasih sayang itu mengalir deras di dalam laju darahku. Atas kesadaran yang masih saya punya, maka saya sudahi kecupan ini sebagai salam pembuka bagi hubungan kami.

“udah yank, jangan lama – lama, tar ketauan anak – anak malah ribet” tuturku dengan santainya.

“ummmh, iya yank. Makan kentang yok, baunya dah harum itu” ajak Vanda dengan teramat genit manarik saya mendekat pada bara api.

Malam itu, sungguh kian indah. Ciuman pertama yang saya dapatkan dari sang kekasih justru tanpa terduga saya dapati di tempat seperti ini. maka benarlah adanya jika Bromo merupakan tempat bersejarah bagi saya. Dimana bukit dan semak belukarnya merupakan saksi bisu atas kembalinya sepasang kekasih yang sempat berpisah karena sebuah masalah. Dan bunga cinta itu, mekar dengan cantiknya di bawah sinar rembulan berselimut hawa dingin yang akan membawa kami pada sebuah cincin kembar melingkar indah di jari jemari masing – masing.

Created BY : rakhaprilio KASKUS