Cerita Cinta – Chapter 75. Semoga Belum Terlambat

Chapter 75. Semoga Belum Terlambat

Ujian itu lewat begitu saja, tidak ada kontak dengan Nabila, tidak ada contekan dari Nabila juga tentunya. Semua berlalu begitu saja tanpa tarasa waktu dua minggu itu. Maka, waktu untuk mengantar Nabila pergi telah tiba. Saya masih ingat jelas hari itu adalah sabtu, hari di mana saya berada di kosan dan enggan untuk mengantar Nabila pergi. Mendengarnya saja sudah membaut sakit hati apa lagi saya harus antar dia sampai bandara, entah lah saya tidak tau bagaimana rasanya. Karena sifat saya yang seperti ini, akirnya saya di bujuk oleh Jovanda untuk menyusul teman – teman yang sudah terlebih dahulu berada di bandara.

“sayang, jangan kaya gini lah. Ini Bila udah ada di bandara. Masa kamu sahabatnya ga mau nganter dia pergi sih. Ayolah coba terima keputusan dia. Aku sebenernya juga berat, tapi gimana lagi ini kemauan dia udah bulet yank” dengan ramahnya Jovan merayu saya untuk segera bergegas ke bandara.

“aku bingung harus bersikap seperti apa yank, aku ga mau dia pergi, aku bakal gada temen berantem tar ?!” keluhku masih menjadi alasan untuk tetap di kosan.

“okey kalo kamu ga mau ikut buat anter dia pergi, tapi jangan nyesel kalo selamanya hubungan kalian bakal los kontak kaya gini. Soalnya kamu udah dua minggu yank ga nghubungin dia !!” dengan sedikit membentak Jovanda beranjak dan mulai pergi menuruni anak tangga.

Setelah beberapa saat saya berfikir, mungkin ada benarnya jika saat ini adalah waktunya saya untuk mencoba mengerti kemauan Nabila. Saya tidak ingin selamanya kehilangan kabar tentang dia. Saya tidak ingin menyesal semakin dalam. Maka saya beranjak pergi dan menyusul Jovanda yang saat itu tengah membuka pintu mobil.

“sini aku yang setir, kamu di sebelah aja” sahutku dari sebelah pintu mobil.

“nah ini baru pacarku, kamu tambah ganteng yank kalo gini” dengan gombalannya itu, maka saya semakin giat untuk tancap gas ke bandara sebelum terlambat.

Tengah berkemudi di jalan raya yang mulai macet ini, saya mendapat telfon dari Fany bahwa setengah jam lagi pesawat akan segera lepas landas. Sialnya, mobil yang saya kendarai, kini tengah terhimpit macet di tengah – tengah lampu merah. Tuhan ini cobaan apa lagi, saya tidak mau menyesal untuk selamanya dengan cara seperti ini. maka ketika macet itu mulai sedikit renggang, segara saja saya kebut itu mobil ugal – ugalan tidak peduli lagi dengan yang namanya polisi. Sesampai di sana saya rasa sudah terlambat, sebab saya dapati Fany, Stevy serta Doni telah keluar dari pintu masuk bandara.

“Bila mana !!!!” teriakku pada mereka bertiga.

“lo bisa – bisanya ya temen mau pergi kaga di anterin Kha” pitam itu adalah milik Fany.

“ah udah lah gw lagi ga mau debat sma lo, Bila mana !!!” masih dengan kerasnya saya tanyakan itu keberadaan Nabila.

“kamuh itu gag kasiand apa gimana toh Kha, Nabila tuh udah ngarep kamuh buad dateng tadi, sekarang kamu nyesel kan” tutur Stevy semakin membullyku.

“iya gw sadar tadi gw masih marah sma keputusan dia, sebab lo tau kan, gw orang paling ga trima kalo di tinggal pergi ama dia. Dengan alasan apapun. Gw ga mau dia pergi !!!! kalian harus ngerti juga perasaan gue !!!!!!!”

Saya semburkan itu kata – kata teramat kasar di depan mereka bertiga dengan Jovanda di samping saya. Sesaat keadaan hening dan seseorang berkata padaku bahwa ia berjanji akan kembali suatu saat nanti.

“gw pasti balik ke indo kok, lo ga usah kawatir Kha” dengan menenteng dua koper di tangannya Nabila berucap sambil tersenyum padaku.

“gw kira lo udah pergi nyet, lo cewek paling sialan yang pernah gw kenal. Abis lo nyatuin gw ama Jovan sekarang lo harus pergi ninggalin gw. Lo manusia terjahat yg pernah gw kenal tau gak. Gw benci sama lo. Gw benciiiiiiii !!!!”

Dengan memeluknya sambil saya menangis, biar saja. emang saya peduli ?? tentu tidak !! Saya lebih mementingkan perasaan saya yang akan di tinggal pergi oleh Nabila. Apakah saya tidak memikirkan perasaan Jovanda ?? tentu masih berfikir, namun pastinya dia tau ini adalah momen terakir saya dengan Nabila, maka toleransi besar itu pastilah ada di saat seperti ini.

“untung pesawat ada penundaan beberapa saat, jadi gw masih bisa ketemu sma lo. Bukan maksud gw buat pergi ninggalin kalian semua, tapi ini udah kemauan gw sejak awal kalo bokap butuh bantuan gw, ya gw bakal ikut kemanapun bokap pergi. Ini juga moment dimana gw bisa ngerti tentang sikap bokap gw, jadi dalam waktu dua taon ini gw pengen kenal bokap lebih jauh di sana. Gw masih sayang lo Kha, perasaan itu masih ga berubah sedikit pun. Jadi, lewat Jovanda, gw titipin lo ke dia. Dan lo harus bahagia sama dia. Iya kan Jo . .”

“iya Bil, aku bakal jagain Rakha buat kamu juga kok. Aku sayangin dia dengan caraku sendiri, dan saat kamu pulang nanti, aku harap hubungan kita masih baikan kaya sahabat”

“iya lah Jo, aku dah anggep kamu sama kaya Fany, aku titip mereka semua ke kamu. Jadi gantiin posisiku di hati mereka yah. Aku sayang kalian semua, jaga diri baik – baik”

Pesawat sudah menunggu di lapangan, petugas sudah menanti dengan ketidak sabarannya. Sebab Nabila adalah penumpang terakir yang di tunggu saat itu. Dengan sedikit terburu – buru, maka berlarilah itu gadis asal Bandung pergi bersama sebagian hati saya di bawanya terbang ke Austria. Kami berlima melihat garuda itu mulai mengepakkan sayapnya, membawa sahabat hati pergi nun jauh di sana. Kini kami hanya bisa saling menatap garuda itu yang telah melambung tinggi pergi membawa seseorang yang kami sayangi. Perasaan kehilangan itu tentu ada, berselimut di langit yang cerah itu. Dengan saling memandang, kami pun merasakan bahwa posisi Nabila tak akan pernah terganti. Dan kabarnya, akan selalu kami nantikan hingga ia kembali.

“kha, gw duluan yah sama Stevy dan Dony. Lo ama Vanda kan” tanya Fany sambil menepuk pundak saya.

“iya Fan, lo dluan aja. Gw bisa ama Jovan kok” jawabku masih menatap langit kosong.

“ywdah, gw dluan. Jo, gw cabut dulu yah” pamit Fany sambil cipika cipiki dengan Jovanda.

Saya, masih hening menatap langit biru siang itu. Kulihat garuda itu sudah tak terlihat di pelupuk mata ini. ia telah jauh pergi terbang tanpa membekas di awan – awan. Dalam keadaan kosong begini, maka saya di sadarkan oleh jovanda dari lamunan yang tak ada henti – hentinya ini.

“sayang, ayok kita balik. Fany udah duluan tuh” sapa Vanda begitu lembut membawa saya sadar dalam kenyataan.

“owh, iya yank. Ayok kita pergi dari sini. Abis ini aku pengen makan bareng sama kamu yank, terus kita nongkrong di depan balai kota sambil makan es krim trus malemnya kita tiduran bareng di kosanku sampe besok pagi, aaaaaaaaaaaah”

“mo tidur bareng ?? mank kamu berani ?? hahahaha !!!”

“ga juga sih yank, hahahahahaa . . .!!!”

Sambil menggenggam erat tangan Jovanda, saya pergi berjalan menyusuri pintu keluar bandara. Karena tidak mau hanyut dalam keadaan ini, maka saya ingin membuat hari kepergian Nabila dengan di isi oleh Jovanda seharian penuh untuk menemani saya. Merencanakan hal – hal yang sangat menyenangkan, terkadang bisa sedikit mengurangi rasa kehilangan ini, namun pada kenyataannya tentu tidak saya akan tidur dengan Jovanda pada hari itu. Sebab saya masih belum hilang kesadaran sepenuhnya atas kejadian ini.

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS