Cerita Cinta – Chapter 87. Kekasih Semata Wayangku

Chapter 87. Kekasih Semata Wayangku

Ospek itu telah usai, begitu juga dengan cinta Vian kepada Tisya yang harus ikutan selesai pasca ospek berlalu. Sungguh naas itu nasih sahabat laki – laki saya jika cintanya kepada sang pujaan hati harus berakir seperti ini tak kesampaian. Entah mau di buang kemana itu perasaan Vian yang masih begitu besar dalam menyukai Tisya, saya harap saja dengan kejadian ini ia tak salah arah untuk mencurahkan rasa suka itu kepada orang yang salah seperti misalnya sebut saja itu Stevy. Ya, lagi – lagi Stevy dan mungkin akan terus Stevy samapi cerita akan tamat sebagai orang yang jadi bahan guyonan. Sebab tidak bisa di bayangkan jika cinta Vian yang tak kesampaian harus di curahkan pada Stevy. Sungguh homo bin maho itu hukumnya.

Di perkuliahan awal semester lima ini semua mahasiswa sudah di sibukkan dengan segala jadwal perkuliahan yang telah di setujui kontrak perkuliahannya. Maka pastilah wajib hukumnya jika di gedung Fisip kala itu penuh dengan kepala botak gundul bertebaran di sana dan di sini sungguh menggelikan membuat saya ingin memakannya saja. sebab sungguh bentuk kepala itu mirip dengan jajanan jawa yang di sebut Klepon. Usai perkuliahan di pagi hari itu, saya coba temui Tisya untuk kali pertama setelah kami berpisah pasca ospek sebab saat itu saya tengah memberikan ruang untuk dia dan Vian agar bisa lebih dejat dan menjadi makin dekat namun berakir menganaskan. Maka untuk mencari sebuah kepastian jawaban, saya ajak ia untuk nongkrong di kantin dan ngobrol mengenai keputusan dia yang telah menolak Vian secara terbuka dan terang – terangan.

“Sya, gimana kulaihnya tadi, enak kah doseannya ??” tanyaku basa basi sambil memesan secangkir Hot Chocolate.

“owh, tadi kulaihnya ngebetein kak. Dosennya uda tua gitu, trus ngomongnya ga jelas bikin ngantuk aja, huuuuuuffh . . .” keluhnya dengan nada panjang pada kesan pertama kuliahnya.

“hahaha, ya aturan kamu aja Sya yang ngajar di kelas biar mabanya pada semangat. Daripada ngantuk semua gara – gara dosen tuwir gitu. Hahaha . .” candaku terbawa oleh basa – basiku sendiri.

“mo di ajar apa coba kalo aku dosennya, kakak ini ada – ada aja deh” sambil geleng – geleng kepala sungguh itu membuatnya semakin terlihat . . . , Ups !! saya tidak boleh keceplosan. Ingat Jovanda ingat Jovanda !!! FOKUS kha FOKUS !!!!

“eh Sya, btw kamu gak jadi pacaran sama Vian yah ?? aku denger kemaren dia nembak kamu. Iya tah ??” tanyaku langsung to the point tak ingin basa – basi lagi sebab saya takut terbawa suasana pagi itu.

“iya kak, aku ga bisa buat jadi pacar mas Vian . . aku udah bilang maaf kok sama dia dan kita temenan aja” tukas Tisya menjelaskan dengan kalemnya nan berwibawa bak bidadari turun dari . . . , apaan lagi sih ini pikiran, halaaaaaaaaaah !!!! FOKUS lagi FOKUS lagi !!!

“eh, lha aku denger dari dia kamu ternyata udah suka ya ama seseorang gitu ?? bner a itu Sya ??” penasaran itu mulai menyelimuti hati saya sodara.

“y gitu deh kak, orang suka udah lama hugak. Gimana mau jadian ama mas VIan coba”

“yak an di jalani dulu ama Vian bisa dek. Gak harus ngecut langsung ga bisa nrima Vian gitu aja”

“ga bisa kak, dah lama nyimpen rasa keg gini, dan abis bisa ketemu orangnya masa aku suruh jalan ama orang laen ??”

“emang siapa sih orang yang kamu cari itu ?? hm . . crita dong sama kakak” pintaku dengan berwelas asih mengharap jawaban itu semoga bukan saya.

“ya adalah pokok anak fisip cuman aku ndak bia curhat atau crita ke kakak. Tar swatu saat kakak juga tau ndiri kok. Aku masih pengen fokus ama kuliah dulu”

“owh gitu, oke deh. Serah kamu mo bilang apa enggak pokok jawabannya jangan bikin jantungan ya. Kakak tunggu aja deh cerita dari kamu. Okey !!”

Kami tengah asyik makan di kantin saat itu, bercanda ria kesana kemari sungguh ebak sekali. Senyum milik Tisya itu sungguh mengingatkanku pada bibir mungil kian centil menggoda saya yang kini berada jauh di Austria sana. Sesekali gaya bicaranya memang sungguh mirip dengan Nabila, kemana arah lidah itu bergoyang ketika ia berbicara seolah ia tengah menghipnotisku untuk masuk kedalam dunianya dan memaksaku untuk mengertinya. Saya sadar sesadar sadarnya bahwa saya tengah tertarik pada gadis satu ini. iman saya hampir runtuh saat di kantin itu, namun malaikat berkata lain. Sebab saya masih harus ada di sisi Jovanda sampai saat itu tiba. Maka datanglah Jovan yang sebelumnya kami tidak berjanjian untuk bertemu satu sama lain.

“loh yank, sayaaaaaank !!!” teriak kecilku untuk menyapa Jovanda usai melewati kantin tanpa mengetahui keberadaan saya.

“lho kamu ngapain di sini yank, bukannya abis kuliah pagi ya tadi” sapa jovan langsung merapat mesra kepadaku di depan Tisya.

“iya yank, ini kenalin temenku waktu kecil, hehehe . .”

“hay dek, Jovanda” senyum itu wajib hukumnya untuk di lempar kepada setiap orang yang di ajaknya berkenalan.

“Tisya mbak . . pacarnya kak Rakha ya mbak ??” tanya Tisya dengan santainya dengan wajah masih ceria mungkin ia belum percaya.

“iya dek, Rakha gak cerita tah sama kamu ??” tanya Jovan sedikit menatapku sinis.

“bukannya gak cerita, tapi BELOM sempet cerita yank, hadeeeeh !!!” jawabku dengan pasrah.

“hahahaha, iya iya yank, ga usah shock gitu ta” rangkul Jovan manja di atas leherku.

Sejak kedatangan Jovan, kami bertiga masih asyik bercanda ria satu sama lain di kantin saat itu. Namun sayang kebebersamaan itu harus usai ketika Tisya harus berpamitan untuk pergi terlebih dahulu sebab dia akan ada kuliah lagi pada pukul 9.40 AM di gedung GKB. Maka hilanglah sudah itu sosok Tiysa dari depan wajah saya meniggalkan baying di pelupuk mata ini. sungguh punggung miliknya itu mengingatkan saya akan bahu Nabila. Ah sudah lah, luapakan.

“yank, kmren Vian nembak Tisya itu tadi loh” ucapku memecahkan lamunan ini.

“oya ?? trus di trima gak ?? jawab jovan dengan heranya.

“ya jelaslah . . .” jawabku singkat.

“jelas jadian ??”

“jelas di tolak lah. Wkwkwkw” tawaku entah apa yang tengah saya tertawakan barusan.

“yeee, seneeng amat temen di tolak gitu, aturan kamu itu sedih yank” tegas Jovan mengingatkan saya.

“oh iya yank, aku sedih kalo gitu . .” dengan raut muka mimik sedih langsung saya rubah itu di depan Jovanda sekaligus.

“sedih sih sedih yank, tape ga gitu juga kaliii !!!” cubit Vanda di pipiku dengan gemasnya. Maka kami pun, tertawa bersama hanyut dalam mesranya pagi itu.

Merasa sudah tak ada urusan lagi di kantin, maka saya bergegas pulang dengan pacar semata wayang saya. Usai membayar di kasir, saya gandeng itu tangan Vanda agar terlihat lebih mesra dan saya fokus dengannya saat ini. Ya, saya fokus sebab tak ada Tisya mau pun Nabila di dekat saya. Sudah jelas jadinya jika saya bisa fokus dengan Jovanda. namun meski mereka berdua ada di dekat saya, mungkin perasaan terbiasa dengan Jovanda akan membuat saya lebih kebal dan resisten terhadap sosok yang bisa membuat setengah hati saya ini hilang seketika.

Perlu sodara ketahui kondisi perasaan saya saat itu, meski jujur jika saya katakan bahwasanya saat ini saya tengah bosan dan malas dengan Jovanda, namun secara tidak sadar saya telah terbiasa dengan keadaan ini. Dimana sehari – harinya kerjaan saya hanya smsan, telfon, sesekali keluar dan setiap hari terus bertemu. Pastilah jika sodara ada di posisi saya saat itu juga akan merasakan hal yang bernama bosan tersebut. Namun tak usah kawatir akan saya jika suatu saat akan nikung atau selingkuh dengan orang lain, sebab saya pastikan hingga saat itu tiba saya masih setia di sisi jovanda sampi batas kemampuan saya. Dan hari ini, sebuah tragedi kecil telah di mulai sebagai gerbang pembuka di mana kita akan masuk dalam sesi yang paling menyedihkan dalam cerita ini.

Pagi itu usai pergi dari kantin, saya hendak pergi dengan Vanda mengantarnya ke toko buku Gremedia di kawasan jalan pahlwan. Saya tengah mempersiapkan motor untuk di tunggangi Jovanda juga tentunya. Usai memakai helm, saya nyalakan itu motor dan kini sudah siap untuk di naiki. Namun secara tiba – tiba Jovanda tumbang tepat di depan mata saya saat ia hendak memakai helm. Diri ini panik bukan kepala, apa yang tengah terjadi dengan pacar semata wayang saya ini. semua orang di parkiran hanya bia memandang tanpa ada satupun yang menolong. Entah mereka taruh mana rasa kemanusiaan itu, yang jelas, dengan tangan ini sendiri saya bangkitkan Jovanda di atas pangkuan saya dengan keadaan motor masih menyala.

“sayaaaaang, kamu kenapaaa. Yaaaaaank !!!” saya coba sadarkan itu kekasih dengan memegang pipinya yang mulai terasa dingin.

“aku . . . . ak . . .ku, pus . . . .sing . . . banget, . . . yank . . . “ dengan maha lemah bibir itu seakan tak sanggup lagi untuk berucap menambah pikiran saya semakin kacau.

“aku . . . “

“gak , . .kuat , . . yank . . .”

“aku, ingin . . . . . . . . .”

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS