Cerita Cinta – Chapter 88. Harapan di ujung Senja

Chapter 88. Harapan di ujung Senja

Kejadian itu masih di parkiran fisip dekat fakultas. Dimana pagi yang cerah itu berubah menjadi kelam karena kondisi Jovan adanya. Rasa panik itu jelas tersirat di wajahku tentang bagaimana saya mengkawatirkan keadaan Jovan yang secara tiba – tiba tumbang di depan mata saya sendiri. Ketika saya panik untuk menolong Jovan, saya sempat memandang ke beberapa orang yang ada di parkiran dengan maksud agar mereka mau untuk menolong atau menanyakan apa yang tengah terjadi dengan kekadih saya. Namun harapan itu hanya mimpi belaka, entah mereka taruh mana rasa kemanusiaan sesama manusia untuk saling tolong menolong, yang jelas mereka hanya memandang bingung tanpa mau mendekat. Sungguh hati ini hancur ketika melihat kelakuan orang sosial yang seperti ini sungguh jiwa sosialnya tidak ada. Maka perasaan benci terhadap jurusan saya sendiri saat itu pun muncul untuk membuat saya marah dan semakin larut dalam keadaan itu.

Belum habis saya memandangi kelakuan para manusia di sekitar fisip yang saya yakin mereka adalah anak sosial juga tentunya, saya kembali di fokuskan pada kondisi Jovanda yang tak kunjung membaik. Dengan nafas sesak ia berusaha mengucap sepatah kata yang sempat terpotong tadi. Dengan ini hancur sudah bunga cinta yang selama ini saya banggakan. Bukan hancur karena penghianatan, namun hancur karena kisah saya harus di hiasi dengan keadaan seperti ini. Dengan segenap hati yang telah saya teguhkan, saya coba untuk menatap paras Jovan dalam – dalam agar diri ini bisa jadi semangat untuknya merangkai kalimat. Dengan tertatih dan berusaha semampunya, akirnya Jovan berkata dengan lirih di tepi daun telinga saya.

“aku . . . ingiiin, . . pulang yank” tutur Jovan teramat lemah.

“iya sayang kita pulang sayang, sebentar ya” rasa panik itu masih melanda pikiran ini.

Saya berfikir sekuat tenaga bagaima ini cara membawa Jovan pulang ke rumah dengan selamat dan aman di jalan. Apakah motor tak aman untuknya, tentu masih aman. Namun rasa nyaman itu sungguh akan sangat menganggu jika ia dalam kondisi seperti seperti ini. dengan menyandarkannya di tempat duduk untuk menunggu sebentar, maka saya segera mancari pinjaman mobil lari ke fakultas Hukum yang tak jauh dari situ sebab saya punya banyak kenalan di sana yang mayoritas anak – anaknya membawa mobil ketika mereka kuliah. Usai mendapat pinjaman, saya langsung boyong itu Jovanda untuk pulang ke rumah dan motor saya pun di tinggal di parkiran sana sendirian. Masalah balik ke kampus, masa bodoh. Yang penting Jovan harus saya pulangkan lebih dulu.

Sesampai di kediaman Jovan, ia di sambut panik juga oleh pembatu yang berkerja di sana. Saya bopong dia sampai masuk kamar dan saya tidurkan ia di atas ranjang agar bisa segera beristirahat, saya lepas sepatu yang tengah ia kenakan agar kaki itu bisa berselimut kain hangat, sebab dingin itu saya rasa mulai menjalar pelan menggerogoti kakinya. Ayah Jovan saat itu masih berada di kampus, sedangkan ibunya, berada di Palembang ada urusan keluarga. Maka hanya ada saya dan beberapa pembantu yang saat itu menunggu kondisi jovan untuk membaik setelah saya suruh beberapa pembantu untuk membuat teh hangat dan memijit kepala Jovan pelan. Dan saya, tentu berada di sampingnya untuk menghiburnya.

Jika sodara menjadi saya, pasti sodara akan merasa curiga tentang apa yang saat ini tengah jovan sembunyikan dari saya. Dengan kondisi yang secara tiba – tiba tumbang ini tidak bisa di sebut sebagai sebuah kebetulan atau rasa lelah belaka. Maka saya yakin ada penjelasan lain di balik rasa sakit yang tengah di derita oleh pacar saya ini. maka dengan ekspresi sedikit marah, saya tanyai itu para pembantu di rumah Jovan untuk berkata jujur kepada saya mengenai kondisi Jovanda saat ini.

“ini sebenernya Jovan sakit, apa ?? tolong jelasin ke aku bik !!” tanyaku sedkit kasar pada bibik yang biasa merawat Jovan sejak kecil.

“bibik ga tau mas, taunya non Vanda udah suka pingsan gini” jawab bibik berbelit kata.

“masa bibik yang ngrawat Jovan sejak dulu ga tau dia sakit apa ??” cecarku masih tak percaya dengan segala omongan dari bibik.

“iya mas, bibik ga tau. Mnding mas Rakha sekarang balik dulu ke kampus, biar bibir yang urus non Vanda. Tadi bibik udah telfon dokter buat dateng ke rumah” tutur bibik seperti mengusirku secara halus.

“aku masih pingin nemenin Vanda dan mau lihat hasil tesnya bik . . tar aja baliknya” masih saja saya ngotot untuk mendapat kepastian dari bibik.

“mas, udah deh. Mending balik dulu aja, tar bibik kasih tau deh gmn kata dokter. Soalnya non Vanda juga ga mau kalo kondisi sakit gini di lihatin sama mas Rakha, makanya mending mas Rakha pulang dulu. Ntar kalo dokter udah selesai ngcek kondisi non Vanda, pasti bibik kabarin kok” dengan alasan ini itu bibik merusaha membuatku yakin.

Saya tak mau debat di sana lebih lama lagi dengan bibik yang saat ini bisa di bilang lebih mengerti tentang kondisi Vanda. Maka saya pulang dengan perasaan terpaksa dan sedkit ada rasa curiga terhadap penuturan yang sempat bibik ucapkan. Tak sanggup memendam masalah ini sendirian, saya coba kasih kabar tak enak ini kepada Fany sebagi sahabat yang pasti punya jawbaan terbijak dalam menyelesaikan masalah. Sesampai di kampus langsung saja saya kembalikan itu mobil pinjaman saya kepada rekan yang telah berkenan membantu di saat genting tadi. Dan kini, saya segera meluncur ke kosan Fany guna membicarakan permasalahan ini.

“Fan, gw pengen ngomong sama lo” tuturku frontal sesampai di kosan Fany setelah ia menemuiku di teras halaman depan kamarnya.

“da apa Kha, Ummmmmh . . . hoaaaaaams” jawab Fany yang saat itu ternyata baru bangun tidur.

“gw tadi ada masalah ama Jovan, gw butuh masukan ama analisa lo tentang masalah gw ini”

“lo berantem ama Jovan, ah elah Kah, . . gak Bila, gak siapa – siapa, semua ada aja masalahnya ama loe” tutur Fany malas sambil sandaran di atas kursi.

“ini bukan masalah marahan Fan, tapi tadi waktu gw mau boncengin Vanda nyari buku di gramed, dia pingsan di depan mata gw”

“hah ?? pingsan ?? kok bisa, mank dia kenapa ??” tanya Fany kini bersemangat 45.

“ya gw kaga tauk, gw tadi udah anter dia pulang ke rumahnya, trs gw tanya ama bibiknya dia sakit apa, cuman gw malah di sruh pulang trs tar gw bakal di hubungin lagi kalo vanda udah kelar di priksa ama dokter. Kan secara gw pengen ada di samping Vanda waktu dia sakit dan gw pengen tau juga gimana hasil ceknya dari dokter langsung”

“lah, brti lo di usir dong secara ga langsung. Klo glagatnya kaya gitu ya gw sebagai cewe jg grasa ada hal yg di sembunyiin Kha, tapi kalo sikonnya kaya gini ya lo musti sabar dulu. Kayanya ga sekarang waktunya lo buat tau apa yang sedang terjadi ama Vanda”

“nah trus kapan gw boleh tau ?? nunggu Vanda sampe sakit parah ??”

“ya ga juga sih, cuman bukan sekarang, soalnya sikonnya jg lg g memungkinkan. Lo gada narasumber yang bisa di tanyain secara langsung kecuali Jovan sendiri. Makanya gw bilang ini bukan waktunya. Kan lo tau ndri jovan lagi sakit”

“iya juga sih, gw jg bingung soalnya pgn cepet dapet info. brti gw musti tunggu Vanda sampe mendingan dulu dong ??”

“ya iya Kha, lo mesti sabar dulu”

Sabar ?? sabar dari mana bisa saya dapatkan dalam kondisi seperti ini. melihat Jovan tumbang di depan mata kepala sendiri rasanya sudah cukup menguras kesabaran saya. Menghadapi masalah kali ini rasanya tak akan mudah seperti saya menyelesaikan msalah – masalah sebelumnya.

“trus gw curiga ama obat yang sering Vanda minum kemanapun dia pergi Fan. Bentuknya kaya kapsul kuning gitu ada cairan benig di dalemnya. Dia bilang itu vitamin buat dooping tubuh dia, cuman kalo vitamin kan mestinya minum Cuma sesekali doang, lah ini ?? dia minum ampir tiap jam Fan. Menurut lo gimana ??”

“kapsul kuning ada cairanya gitu ?? keg gimana wujudnya gw kurang faham kalo ga liat langsung Kha”

Akirnya saya coba cari gambar itu kapsul di internet melalui leptop Fany. Lama searching sana sini tak kunjung saya temukan bentuk yang sama persis dengan obat yang biasa di minum oleh Vanda. Sampai akirnya, pencarian saya berhenti pada salah satu obat yang saya yakini mirip dengan milik Vanda. Namun di sini ada sedikit perbendaan bentuk yang tidak terlalu signifikan jika di bandingkan dengan obat milik Vanda. Maka setelah lama saya membaca artikel mengenai fungsi oabt tersebut, betapa kagetnya ternyata obat tersebut adalah obat untuk penderita . . .

Created BY : rakhaprilio KASKUS