Cerita Cinta – Chapter 9. Buah Simalakama Jovanda

Chapter 9. Buah Simalakama Jovanda

 

Seusai tingkah laku Nabila kemarin lusa, maka saya sedang jaga jarak dengan itu wanita. Maklum, bukannya saya sok jual mahal, saya hanya ingin menyelamatkan kepala saya dari tangan Nabila. Dengan ini jauh sudah tempat yang saya duduki dengan dia, numun sesekali pandangan itu tak dapat di curinya, ya saya tau, dia melirikku.

Begitu pula Fany, sebagai mamak yang selalu setia kepada anaknya, maka ia pun pamit kepada saya untuk menemani sang buah hantinya yang sedang gundah gulana. Jadi jelas lah saya duduk di deret medium dengan siapa,

Kala itu presentasi Jovanda, tentunya sodara sekalian masihlah ingat dengan siapa itu wanita. Putri orang nomor satu di jurusan SOSIOLOGI. Karena hati ini masih terbawa suasana, maka konsen pun saya tak bisa. Buyar lah sudah itu semua tentang presentasi Jovanda.

“Mes, kmren kmuh berentem toh ama Nabil” stevy mencoba menanyaiku.

“ga sih sbnerenya, dianya aj yg rada aneh akir – akir ini” jawabku seadanya.

“dia crita soal ortunya ga?? Katanya dia mo di tinggal kluar negri 2 taon gtu” jelas Stevy.

“loh masa, ko gw ga tau, salah denger kali lo ??” saya mencoba menegaskan.

“Sumprit akkuh ga bohong demiiiiii tuuuuh . . .PRAAAANG !!! ”

tiba – tiba saja meja dosen berbunyi. Pak Darsono yang biasanya mengajar dengan sangat santai kini terlihat beringas akibat percakapan saya dengan Stevy. Yah, saya harap beliau tidak cemburu akan hal ini, namun . .

“ Kha, daritadi bapak perhatiin kamu ngobrol terus sama Steve” kicau pak Darsono.

“ng,. anu pak, saya lagi diskusi sma Steve, biar bisa tanya jawab sama Vanda pak” bibir ini mencari alasan seadanya.

“yaudah sini kamu kedepan jadi penanya buat klompok Jovanda” suruh pak Darsono.

Terlihat itu mulut Stevy sempat – sempatnya ia berkata “mampus kamuh Kha” sebelum saya berpisah dengan itu satu banci. Duduklah saya di bangku paling depan dengan tingkat level “Brutal” yang belum pernah saya coba sebelumnya.

Dari sinilah saya bisa melihat sosok Jovanda kian dekat. Sedekat bumi dan bulan ketika September. Wajah mulus terawat, tiada berani jerawat untuk mendarat. Parfum wangi bukan ala emak – emak lagi. Indah sungguh itu wanita, menawan cantik di balut kemeja tipis putih polos. Dengan BH merah melingkar di dadanya, sungguh indaa . . .

eeh ???

sebentar sodara saya cek dulu . . .

Maaf bila saya jujur bercerita, mungkin ini yang membuat para pembaca semakin setia, tapi ini memang adanya.

Di perkirakan ukuran 32B, kemeja itu tak sanggup membendung buah si malakama milik Jovanda. Maka tumpah ruahlah itu buah keramat sedikit keluar kandang. Kancing baju hanya pasrah mengancingi semampu yang ia bisa. Jadi bisa sodara bayangkan bagaimana posisi kemeja Jovanda dangan kancing dada yang sudah pasrah tak bernyawa sedikit terbuka.

Sudah otak ini kosong akan presentasi barusan, yang sekarang justru di suguhi barang beginian. Jika kancing itu enggan bertahan, maka sudilah kiranya saya menggatikan.

Di tengah lamunan itu, hape ini bergetar memecahkan lamunan indah yang tengah saya lihat. Sambil curi – curi kesempatan, maka saya berusaha membuka SMS yang masuk barusan dengan pesan sebagai berikut :

“LO KALO MASI NGLIATIN ITU DADA JOVANDA GW BILANGIN KE DIA _ Fany”

Sontak saya kaget dan langsung melirik Fany, dengan Nabila di sampingnya yang tengah menggeleng – gelengkan kepalanya. Sambil cengar cengir tau saja apa yang tengah saya lihat. Maka rejeki itu haram hukumnya jika saya melihat untuk kedua kalinya. Dengan mata melotot Fany nunjuk – nunjuk ke arah saya sebagai tanda memperingatkan. Maka segenap hati jiwa dan raga, rejeki Jovanda cukuplah melegakan deret kursi dengan level brutal, Sungguhpun saya tidak menyesal.

Seusai presentasi Jovanda, saya berniat mengajak itu satu wanita untuk makan siang serta berbincang ringan dengan dia. Sebagai lelaki yang baik maka tentunya saya harus mengingatkan setiap ada sesuatu yang kurang berkenan.

“Jo, udah makan siang ??” perlahan saya menghampiri dari belakang.

“eh, iya kha. Belom, ini anak – anak jg lg males makan” jovanda masih sibuk mengajak makan siang beberapa komplotannya.

“klo gada temen, aku lg nyari barengan nih” santun saya berucap.

“ywdah, ma kamu aja kha, anak – anak pda mau pulang soalnya”.

Lebih baik begini adanya, daripada saya harus bergerombol dengan komplotan orang kaya seperti Jovanda, saya lebih suka keluar berdua secara privat. Sebab diri yang hina ini memang tau betul beda kasta dengan dia yang cantik jelita. Namun sebagai orang biasa, saya tidak lah jauh hina dengan perawakan itu satu wanita. Yang membedakan hanyalah harta, saya bingung mencari uang, dia bingung untuk berfoya – foya.

Dengan hati merendah tak ingin di rendahkan saya menawari Jovanda untuk sesekali menikmati tarikan motor bebek ala Rakha punya. Semoga ini bukan penghinaan untuk pantat Jovanda. Dengan enteng dia pun mengiyakan tawaran saya. Tak lupa saya berpamit kepada fany dan Stevy untuk tetap setia menjaga Nabila wanita yang tengah gundah gulana, maka melajulah saya dengan itu satu wanita ke tempat makan favorit Jovanda.

“saya pesen steak ayam sama nasi setengah porsi mbak. Trus minumnya Blue lecy esnya dikit aja” ucapnya pada salah satu pelayan.

“saya nasigoreng ayam sama es jeruk aja mbak” sungguh hina diri ini di depan Jovanda.

Meskipun sama – sama berbahan ayam, namun jelas sudah nasigoreng dan steak itu cukup mutlak untuk membedakan kasta. Sambil menunggu pesanan datang, maka pembicaraan serius ini pun saya mulai.

“Btw hari ini gerah ya jo ??” saya mencoba membuka pembicaraan.

“iya kha, gerah banget kalo kelas pak Darsono, gada ACnya sih” ternyata dia tidak bisa hidup tanpa AC sodara. seperti ikan kehabisan oksigen saja.

“owh, jadinya kamu suka pake baju yang tipis – tipis gitu ya ??” saya meminta penjelasan.

“ya ga juga sih, kalo Malang lagi dingin ya bajunya agak tebelan Kha. Mnrut kmu baju aku ni ketipisan ga ya ??” padahal sudah saya jelaskan tadi bahwa itu benang katulistiwa dapat melintang jelas melingkari dada Jovanda, maka sedikit berpendapat, saya tak berani jujur kepadanya.

“ya agak titipisan sih Jo, soalnya anak – anak dari tadi juga ngliatin kmu d kelas” padahal ya saya yang ngliatin itu tali katulistiwa.

“iya jugak ya Kha, ini make daleman juga kontras gini warnanya, hehe” saya meneguk ludah.

“aku sih biasa aja kha, bukannya cowo seneng liat beginian ya Kha ??” itu JELAS jawabku dalam hati.

“ya lebih baik make baju warna gelap aja Jo, biar ga kontras sama kulit kamu. Lagian kan image kamu bisa jelek kalo make baju beginian terus di depan anak – anak. Kamu lo lebih cantik make baju yang simple gitu, jadi ga terlalu ngumbar nafsu” usulku padanya.

“kmu mikirnya sampe segitunya kha, aku sih cuek. Di rumah ga da larangan juga sih sama papah buat ini itu. Jadi ga da yang ngarahin aku lah ibaratnya. Tapi mkasih Kha udah mau saran buat aku, kan ini demi kebaikanq juga ya”.

Sungguh dewasa betul itu dia bisa mengerti arah pembicaraan saya, maka selesailah tugas ini demi kebaikannya. Sebagai lelaki bertanggung jawab tentunya diri ini tak mau di curangi dengan bill pesanan Jovanda, namun jika sodara tau, kiranya cukup satu minggu saya berpuasa untuk menambal lubang angin di dompet tercinta.

Created BY : rakhaprilio KASKUS