Cerita Cinta – Chapter 91. Naskah Cerita Dari Tuhan

Chapter 91. Naskah Cerita Dari Tuhan

“ingin tau kamu kenapa ?? haa !!??”

“aku mau bantuin kakak nylesein masalah ama mbak Jovan . . .”

“lah ??? bantuin masalahku ??? kesambet kamu Sya ??” heran sudah diri ini mendengar pernyataan dari Tisya.

“iya aku pengen bantuin kakak, ya meskipun masih ada sih beberapa rasa buat kakak, tapi rasanya lebih baik aku tepis itu meski aku gak naïf di sini. Aku lebih pingin liat kakak bahagia dengan apa yang kakak inginkan”

“ya bagus dong kalo kamu mikir gitu” jawabku ketus masih bingung dengan pemikiran Tisya.

“kok cuek gitu sih balesnya, aku serius kak mau bantuin !!” ngototlah dia atas kemauannya sendiri.

“sebenernya kalo bisa kamu aja Sya yang gantiin penyakit Jovan. Aku ngrasa itu buat aku lebih seneng.

Apakah perkataan saya terdengar menusuk perasaan Tiysa, entahlah. Saya tak dapat berfikir jernih pada malam itu. Saya lebih memikirkan bagaimana cara agar jovan bisa sembuh dari penyakit itu. Sebenernya juga bukan maksud hati saya untuk berkata sekasar itu, namun apa mau di kata, kalimat yang kluar juga tidak bisa saya prediksikan. Dan jika harus ia terluka oleh ucapan saya barusan, dengan ini saya meminta maaf meski hal itu sudah berlalu beberapa tahun yang lalu.

“okey !! kalo tuhan ngeizinin aku buat gantiin posisi mbak Vanda aku jg ga masalah kok. Toh kalo aku kenapa – kenapa kakak juga ga peduli sama aku” jawabnya sedikit marah sambil bersiap – siap pergi dariku.

“lah, kok jadi kamu yang sewot ?? katanya mo bantu ?? kalo ga iklas bilang aja !! bantu itu ga usah setengah – setengah Sya !!” balasku dengan nada marah sambil mempersilahkan ia pergi.

“udah lah, mending kakak tenangin diri dulu aja, aku ga mau kita berantem karena ini”

Dengan penuturan tersebut, pergilah ia tunggang langgang bersama motor yang di kendarainya. Dan saya, masih terpaku bisu di gang sepi malam itu hanya bisa diam meratapi apa yang telah saya katakan dan keadaan yang tengah menimpa saya ini.

Usai kejaian malam itu, saya tetap jalani hari – hari saya di bawah bayang – bayang rasa takut atas apa yang bisa menimpa Jovanda sewaktu – waktu. Semenjak Jovan di vonis penyakit seperti yang sudah di jelaskan, maka untuk pergi kuliah, saya tidak akan membiarkan dia untuk menyetir mobil sendirian atau banyak melakukan aktifitas lain yang bersifat menguras tenaga. Jadi kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun ia akan pergi dan melakukan sesuatu, maka saya lah yang akan menghandle semua itu. Mulai dari ia berangkat kuliah, maka lebih sering saya antar setiap harinya. Dan begitu juga saat ia pulang kuliah, sepuluh menit sebelum ia keluar kelas, pastilah saya sudah standby berada di lantai bawah untuk menyambut kepulangannya. Tanpa terasa semua itu telah saya jalani dengan tulus dan iklas hingga akir smester lima. Dimana ujian lagi – lagi menanti saya dengan garangnya untuk menambah agenda yang semakin sibuk dan rumit ini.

Bisa di bayangkan pada saat akir semester lima itu, tugas menumpuk hampir di semua mata kuliah. Ada tiga jadwal kuliah praktikum di luar lapang yang mengharuskan saya jauh dari Jovanda untuk beberapa hari. Di tambah lagi jika tiba saatnya Jovan untuk cekup ke dokter spesialisnya, jelas saya yang mengantar hingga tanpa tarasa saya juga sempat jatuh sakit karena kecapaian mengurusi ini itu yang teramat membebani pikiran dan batin saya. Melihat kondisi seperti ini, Jovan pun sempat mengatakan beberapa hal mengenai hubungan yang menjadi sedikit rumit ini ketika saya sakit dan beristirahat untuk sesaat di kosan.

“sayang, kamu pasti kecapean yah ngurusin aku terus setiap hari . . .” tanya Jovan sendu di sebelah ranjangku memegang erat tangan panasku.

“ha ?? ga juga sih, ini udah kewajibanku kok” jawabku lemas karena kepala yang masih pusing hebat.

“aku kasian yank ngeliat kamu kaya gini, ini semua gara – gara aku” bibir itu mulai menyesali keadaan yang tak dapat di rubah ini.

“kamu mikiri apa sih kok ngomongnya kaya gitu”

“aku ga tega yank ngliat kamu sakit kaya gini, ini semua pasti gara – gara aku. Aku pengen lebih baik kita . . .”

“jangan bilang kamu pengen putus lagi” sahutku sewot sambil menahan pusing.

“aku ga mau kamu sakit gini yank, aku sayang sama kamu . . .” menangis sudah itu air mata turun menuruni pipinya.

“aku sakit kaya gini itu bangga yank”

“kok kamu malah bangga sakit begini ??” tanya jovan di sela tangisnya.

“aku bangga karena sakitku ini adalah bukti kalo aku udah melakukan yang terbaik buat kamu sampe batas kemampuan tubuhku. sakit ini bukti kalo aku masih setia ada di sisi kamu apapun yang terjadi. Apa aku pernah minta untuk putus ketika ngliat kamu sakit kaya kemaren ?? ini Cuma sakit panas biasa, sedangkan kamu ?? coba kamu pikir apa yg udah aku perjuangin dan korbanin sejauh ini. jadi tolong hargai usahaku. Buang jauh pikiran tentang putus, sebab apapun yang terjadi aku ga akan mundur dari masalah yg udah menimpa kita”

Adakah respon dari dia, tidak ada sodara. sebab yang bisa ia lakukan saat itu hanyalah menangis sambil meratapi keadaanku dan keadaannya sendiri serta seluruh masalah yang tengah di hadapinya. Air mata itu mengalir deras di atas tanganku sebab kepala Jovan sedang ia sandarkan di atasnya. Saya tau kondisi saat ini begitu pelik dan cukup menguras pikiran dan batin, hanya bersandar pada hubungan yang pasti, saya harap ia masih kuat untuk melanjutkan hubungan ini di sisa batas kemampuan yang di miliki.

“maafin aku yank . . .”

“maafin aku . . . .”

Tangis itu masih saja mengiringi suaranya untuk sekedar meminta maaf padaku.

“udah jangan di fikir lagi, aku tau kamu pastinya juga capek dengan semua ini dan kamu ga tega dengan apa yang terjadi padaku saat ini kan. Udah lah yank, ini kemauanku. Tolong jangan halangi aku”

“maafin aku udah berfikiran kaya gitu yank. Aku sayang banget sama kamu, aku ga pingin ngliat kamu ikutan sakit kaya gini. Pengorbanan kamu udah cukup besar untuk mempertahanin aku. Dan aku takut kalo suatu saat aku ga bisa ada di sisi kamu lagi. Aku takut ninggalin kamu bukan atas kemauanku lagi. Kamu terlalu baik buat aku yank. Aku ga mau kita berakir seperti itu, . . aku ga pingin kita berakir . . .”

Semakin deras air mata itu mengalir, maka saya berusaha untuk menenangkannya.

“tuhan udah nulis ceritanya untuk kita jalani. Kita itu ibarat bidak yang harus mengisi karakter di setiap tokoh yang sudah di sediakan. Jadi kamu fokus aja sama karakter kamu, dan aku akan fokus dengan karakterku sendiri. Jika saat ini kamu harus berperan sebagai orang yang sakit, yaudah sakit aja. Ini cerita tuhan yang tulis. Sebab kita gak punya penghapus untuk merubah kuasa tuhan selain kita berusaha. Harapanku, dengan kita tulus menjalani kehidupan ini, tuhan berkenan merubah naskah yang sudah di tuliskannya untuk kita. Jadi jangan sedih lagi, kita jalani cerita kita ini sama – sama”

“bagaimana bisa kamu mikir begitu jauhnya yank, aku cuma mikir buat hari ini aja tanpa harus memikirkan masa depan. Dan yang aku rasain saat ini ya seperti yang udah aku jelasin tadi. Aku takut kehilangan kamu dengan cara yang udah tuhan buat. Aku lebih mikirin perasaan kamu setelah aku pergi dari kamu nanti. Apa kamu bakal kuat dengan masalah sedemikian rupa yang bertubi – tubi udah menimpa kamu hingga saat terakir, aku takut kamu drop dan kenapa – kenapa”

“makasih yank udah mengkawatirkan aku sampe sejauh itu, tapi coba kamu pikir, putus itu bukan solusi. Itu sama aja jalan pintas untuk menyobek salah satu halaman dari naskan yang udah tuhan tulis buat kita. Tetep berusaha jadi tokoh yang terbaik hingga cerita ini habis, sebab kita nggak akan pernah tau kapan halam terakir dari buku itu akan di tutup. Jangan lari, kita harus buka mata dan hati biar bisa mendalami apa yg udah tuhan ukir untuk kita”

Diam sejenak itu kekasih saya untuk mencoba mengerti tentang apa yang telah saya katakan padanya. Lama merenung, akirnya ia meminta satu hal padaku dengan pernyataan yang masih sulit saya terima sebab pikiran ini masih penuh dengan segala tetek bengek yang tengah saya hadapi.

“aku mulai faham dengan apa yang kamu ucapin yank. Aku akan coba jadi tokoh yang baik sesuai yang tuhan mau. Kita jalani ini hingga tutup buku. Suatu saat, aku pingin menutup buku ini sama kamu, aku harap tuhan tau dan mendengar ucapanku ini. tapi jika suatu saat kamu gak bisa tutup cerita ini bersama aku, aku ingin ada seseorang yang bisa gantiin tokoh itu di hidup kamu”

“kamu gak akan bisa di gantiin dengan siapapun yank, Jovan itu satu. Satu – satunya orang itu ya cuma kamu Jovanda yang aku kenal”

“enggak yank, masih ada yang bisa gantiin karakterku di kehidupan kamu kelak, dan tokoh itu . . . . . .”

Created BY : rakhaprilio KASKUS