Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #23

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #23

Indi: Ensiklopedia Penuh Warna (bagian I)

Cerita Cinta Dewasa – “Indi Tantina!” suara mengguntur dari Pak Robertus menyentak seluruh kelas.

Semua orang menengok ke arah tempat duduk Indi, ke arah seorang gadis berambut pendek yang tersenyum-senyum sambil sesekali menggigit bibirnya. Wajahnya yang manis tetapi galak itu kini berubah penuh penyesalan, tetapi tetap saja nakal!. Apa lagi yang diperbuatnya kali ini?

“Maju ke depan!” sentak Pak Robertus, guru matematika nomor wahid dalam soal teriak-teriak di depan kelas.

Dengan tenang Indi bangkit dari duduknya, berjalan cepat ke depan kelas, masih dengan senyumnya yang ditahan. Seluruh kelas sudah tahu kebiasaan guru matematika yang galak ini, yaitu kalau ada murid yang bersalah, maka dia harus melakukan semacam “pengakuan dosa” di depan kelas.

“Hayo. Mulailah mengaku di depan kelas!” ujar Pak Robertus sambil duduk di kursinya, menghadap seluruh kelas dengan matanya yang galak itu. Di tangannya ada sebuah buku bersampul coklat, dan bertuliskan nama Indi. Apa yang terjadi dengan buku itu?

Indi mendehem sejenak, sebelum mulai bicara dengan suaranya yang lantang. Gayanya berdiri tegak seperti orang membaca Sumpah Pemuda. Matanya masih berbinar nakal dan wajahnya masih menahan senyum.

“Saya,…. Indi Tantina,… dengan ini mengaku belum menyelesaikan PR dan telah mengisi buku PR Matematika dengan lukisan…”

Seluruh kelas tertawa terbahak-bahak mendengar pengakuan gadis yang terkenal paling nakal di kelas ini. Bebarapa waktu yang lalu, dia juga membuat ulah dengan menempelkan poster Pak Dodo -guru olahraga- dalam bentuk karikatur di dinding kantin.

Kali ini Indi menggambarkan seseorang dalam bentuk yang berlebihan, dan Indi sungguh menyesal lupa menyobek halaman itu ketika menyerahkan buku PR Matematika-nya.

Pak Robertus memukul meja, meminta kelas berhenti tertawa, lalu berseru kembali ke Indi, “Hayo, mengaku yang lengkap!”

“Saya mengisinya dengan lukisan …… nggg,… Lukisan wajah seorang cowok!” kata Indi sambil menggigit bibirnya. Lukisan itu sebenarnya lucu, gabungan dari lukisan wajah gorila dan wajah cowok itu. Makanya dari tadi Indi menahan senyum.

Kelas tertawa lagi. Beberapa orang bersuit-suit dan bertepuk tangan. Pak Robertus memukul meja lagi, dan berseru,
“Siapa namanya!”

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Indi menoleh dan membelalakkan matanya yang indah tetapi nakal itu, “Lho, Pak… Apa perlu disebut namanya?”

“Ya! Kamu harus mengaku dengan lengkap!” ujar Pak Robertus, tetapi ia melengos tidak mau menatap balik ke muridnya. Sebetulnya dalam hati ia juga ragu, apakah perlu menyebut nama?

“Tapi….,” Indi mengalihkan lagi pandangan ke depan kelas, menatap nanar ke teman-temannya. Ada yang mengedipkan mata memberi dukungan moril, ada yang mencibir menyatakan ketaksetujuan, ada yang meniupkan ciuman menggoda.

“Tapi apa?” sergah sang guru, sebetulnya tidak lagi segalak tadi karena ia pun mulai ragu, apakah perlu membongkar sesuatu yang tampaknya urusan pribadi.

Diam-diam ia kagum pada gambar hitam putih yang dibuat dengan pensil itu. Bagus dan sangat detil. Tetapi ia guru matematik, dan wibawanya dipertaruhkan di depan kelas.

“Nggak enak sama orangnya, Pak…,” kata Indi memelas, memohon ampunan dan memandang gurunya dengan gaya merayu. Kelas tertawa lagi, dan beberapa anak laki-laki bersuit-suit lagi.

“Saya tidak melihat wajahnya di sini!” kata sang guru sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kelas. Anak itu memang tidak ada di kelas ini.

“Tetapi temen-temen-nya banyak di sini..,” kata Indi kembali memelas. Seluruh kelas tertawa lagi terbahak-bahak.

Pak Robertus bangkit dan menuju samping Indi yang meringkuk takut dijewer. Tetapi sang guru tidak menjewer, melainkan berkata tegas sambil menuding-nuding Indi dengan bukunya sendiri, “Kamu meremehkan pelajaran saya. Kamu harus minta maaf dengan menyelesaikan PR khusus yang sudah saya siapkan. Mengerti!?”

Indi mengangguk-anguk cepat sambil menggigit bibirnya. Matik aku!, siapa yang bisa membantu membuatkan PR yang pasti banyak itu? Cepat-cepat pikirannya melayang ke Mas Kino-nya. Tetapi cepat-cepat pula pikiran itu dibuang.

“Satu lagi!” kata Pak Robertus sambil kali ini beralih memandang seluruh kelas, “Kamu harus menyatakan nama cowok itu, supaya temen-temen-nya tahu dan kamu kapok. Mengerti!?”

Indi mengangguk-angguk lagi, tetapi masih mencoba menawar, “Boleh nggak menyebut inisialnya saja, Pak!”

“Tidak! Harus lengkap, atau perlu saya beberkan halaman buku ini di depan kelas?” ancam Pak Robertus sambil berpura-pura akan membuka buku Indi.

“Jangan, Pak!” jerit Indi penuh permohonan, “Saya akan sebut namanya lengkap!”

Pak Robertus bertolak pinggang dengan wajah penuh kemenangan, “Hayo sebut namanya!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kelas tiba-tiba menjadi hening, menunggu dengan tegang nama yang akan keluar dari mulut Indi. Gadis itu mengedarkan lagi pandangannya ke seluruh kelas sambil menggigit bibirnya. Rika dan Mutia, dua sahabat Indi, tampak ikut gelisah karena mereka tahu siapa yang digambar gadis itu.

Indi menghela nafas dalam-dalam, menguatkan hatinya, lalu cepat-cepat berkata, “Namanya Dicky!”

Kelas bagai meledak oleh tawa dan teriakan-teriakan. Semua orang tahu, Dicky adalah jagoan sekolah yang punya pengikut banyak sekali, termasuk hampir semua cowok di kelas Indi. Semua orang juga tahu, jagoan itu “naksir berat” kepada Indi.

Dengan cepat muncul diskusi-diskusi informal tentang apa yang akan terjadi berikutnya jika Dicky tahu bahwa gadis pujaannya melukis wajahnya.

Spekulasi bermunculan: apakah gambar itu berupa pujian, atau sebaliknya penghinaan? Beberapa anak meminta Pak Robertus menunjukkan gambar ke semua orang.

“Diam!” bentak sang guru, dan kegaduhan segera mereda. “Kita lanjutkan pelajaran, dan Indi boleh kembali ke bangkunya. Gambar ini saya simpan untuk barang bukti!” katanya sambil menyobek satu halaman dan melipat-lipatnya menjadi seperempat. Indi menghempaskan nafas lega sambil bergegas menuju bangkunya.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Dicky tentu saja tidak seperti gorila, walau memang tidak bisa dikatakan ganteng sama sekali. Ia jagoan berkelahi, dan wajah bukan sesuatu yang penting baginya. Otot dan keberanian menantang musuh jauh lebih penting.

Tetapi belakangan ini ia terpikat gadis dari kelas lain yang lincah dan manis, si Indi itu. Belakangan ini ia sering melihat ke cermin, dan baru tahu bahwa wajahnya memerlukan sedikit perhatian!

Siang ini ia mendapat kabar tentang kelakuan Indi di pelajaran matematika, dan hati Dicky agak berbunga. Ternyata gadis itu menaruh perhatian pula kepadaku! sergahnya dalam hati. Tetapi ia kecewa karena ada suara-suara yang menasehatinya agar jangan terlalu optimis. Gambar itu mungkin saja bermaksud mengejek.

Dicky pun bimbang. Tetapi, bukan Dicky namanya kalau kebimbangan itu dibiarkan berlanjut. Ia mencegat Indi yang baru keluar dari gerbang bersama Mutia.

“Aduh, kita dicegat, nDi!” kata Mutia sambil memegang lengan sahabatnya.

Indi tenang-tenang saja, meneruskan langkah seakan-akan tidak ada apa-apa.

“Halo, Indi..,” sapa Dicky se-galant mungkin. Ia berusaha tampak cool dengan kacamata hitamnya. Tetapi tetap saja ia seperti jawara petantang-petenteng. Tingkahnya lebih cocok untuk menghadapi musuh berkelahi daripada memikat cewek.

“Halo, Dick. Sakit mata, ya?” balas Indi sambil tersenyum.

Grr! Dicky menggeram dalam hati. Cewek ini seperti caberawit. Untung senyumnya manis buaaaa…nget!

Sambil melepaskan kacamata hitamnya, dengan tenang Dicky berkata, “Aku antar pulang, ya?”

Mutia bergidik membayangkan Indi naik motor berwarna merah darah milik Dicky yang konon tidak ada rem-nya. Belum lagi suara motor itu, bisa membuat seluruh kota gempar.

Indi kelihatan tenang saja dan berkata, “Ngga mau. Nanti masuk angin!”

Dicky merendengi jalan kedua gadis itu sambil menunjuk ke seberang jalan, “Mana mungkin ada angin kalau naik yang itu!”

Serentak Indi dan Mutia menengok ke seberang jalan, ke sebuah sedan putih yang diparkir di bawah pohon dan “dikawal” beberapa jagoan lain anak buah Dicky. Itu pasti mobil salah satu dari anak di sekolah ini. Mudah-mudahan pemiliknya masih sehat!

Indi menghentikan langkah. Mutia berdoa semoga temannya tidak berubah jadi konyol. Dicky ikut berhenti melangkah, merasa agak heran juga atas keberanian si caberawit ini.

“Apa, sih, maksud kamu sebenarnya?” kata Indi sambil menatap Dicky lekat-lekat.

Sang jawara tiba-tiba merasa kepalanya gatal sekali. Sial, bagaimana caranya menghadapi cewek? gerutunya dalam hati. Kalau cowok seperti ini, aku tinggal menonjok hidungnya saja keras-keras. Tetapi kalau cewek, gimana ya?

“Aku pengin ngomong sama kamu,” kata Dicky menguat-nguatkan hati.

“Ya ngomong, dong!” sergah Indi.

“Jangan di sini, dan tidak dengan dia..,” kata Dicky sambil menoleh ke Mutia. Siapa, sih cewek cantelan ini? gerutu pemuda itu dalam hati.

“Ini Mutia, temanku. Dia boleh dengar apa saja,” sergah Indi membuat Mutia semakin yakin bahwa ia tidak salah memilih teman.

“Oke…si Mumut boleh ikut…,” kata Dicky.

“Namanya Mutia!” potong Indi galak sambil menghentakkan kakinya di tanah.

“Oke… Oke… marmut… eh, Mutia,… boleh ikut!” kata Dicky sambil mengangkat tangan seperti sedang bersiap menangkis serangan lawan.

“Tapi aku tidak mau diantar,” kata Indi sambil mulai melangkah lagi. Dicky bergegas merendengi kedua gadis itu lagi.

Busyet! si caberawit ini bandel banget, gerutunya dalam hati.

“Ayolah, Indi…. sekali-kali pulang naik mobil,” rayu Dicky.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Tetapi itulah kesalahan Dicky. Pemuda ini salah strategi, karena menyangka Indi akan terpikat oleh fasilitas kenyamanan pulang di siang terik. Ia lupa, banyak cewek lebih suka cowok yang mengandalkan dirinya sendiri daripada mobilnya.

Apalagi mobil pinjaman. Dicky sudah melakukan kesalahan terbesar. Indi berhenti melangkah lagi, lalu dari mulutnya yang menggemaskan itu keluar serentetan mitraliur yang pada intinya berisi satu pernyataan, … get the hell out of my sight!… menyingkir dari depanku!

Dicky menggaruk-garuk kepalanya yang gondrong. Menyerah setelah diserang bertubi-tubi. Ia melangkah mundur, menjauhi Indi yang dengan galak memelototkan matanya yang bulat indah itu.

Sambil menjauh, ia cuma sempat berkata, “Oke… Oke…” berkali-kali. Lalu cepat-cepat ia meninggalkan arena yang sangat asing baginya itu, menyebrang jalan menuju gang-nya yang sejak tadi mengamati diam-diam.

“Jangan ada yang buka mulut!” bentak Dicky ketika tiba di seberang jalan. Anak buahnya segera mengunci mulut mereka dan membuang kuncinya jauh-jauh. Sungguh tidak bijaksana berbicara di siang terik dengan seorang jagoan yang diusir oleh sang putri pujaan!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Dicky bukan satu-satunya cowok di ensiklopedia kehidupan Indi. Ada Wandi, seorang jagoan lain dari sekolah lain yang punya kebiasaan lain pula!

Kalau Dicky cenderung “tembak langsung”, maka Wandi bisa juga bergaya sedikit puitis. Suatu hari Indi pernah kaget setengah-mati menerima sekuntum mawar dibungkus plastik bening dari seorang bocah ingusan.

Kata bocah itu, seseorang menugaskannya mengantar bunga itu ke Indi. Cepat-cepat Indi mengedarkan pandangan ke seberang jalan, mencari siapa gerangan pemberi bunga misterius itu. Si bocah tertawa serak sambil bilang, “Orangnya udah pergi, Non!”.

Di lain waktu Indi pernah makan bakso bersama Rika dan Mutia, tetapi ketika hendak membayar, si Abang Bakso menolak mati-matian. Katanya, semua bakso yang dimakan Indi hari itu, dan seminggu setelah itu, sudah dibayar oleh seseorang!

Bayangkan, ada orang membayar bakso seminggu dimuka! “Siapa, sih orangnya, Bang?” desak Rika dan Mutia berbarengan. Indi diam saja, karena sejak menerima mawar itu dia tahu siapa yang suka berulah demikian.

Indi bertemu secara tidak sengaja dengan jagoan itu beberapa bulan yang lalu. Waktu itu Indi terseok dari angkot yang dinaikinya, dan hampir saja jatuh terpelanting kalau tidak ditahan oleh tubuh Wandi yang walaupun kerempeng ternyata kokoh juga.

Indi mengucapkan terimakasih, dan Wandi membantu membereskan buku-bukunya yang berantakan. Dari buku-buku itulah si jagoan tahu nama Indi dan sekolahnya.

Sebenarnya Indi kemudian sudah lupa peristiwa yang mirip kejadian sinetron itu, sampai kemudian ia menerima mawar yang bertulisan… “dari seseorang yang membantu membereskan buku-bukumu di Jl. Dg..”.

Si Abang Bakso mesem-mesem tidak mau menjawab desakan-desakan Rika dan Mutia. Bukan saja dia tidak mau mengungkapkan nama sang dermawan, tetapi ia juga takut setengah mati pada Wandi yang punya anak buah sama banyaknya dengan butiran-butiran bakso yang dibuatnya setiap pagi!

“Siapa dia Indi… Kamu kayaknya tahu, deh!” sergah Rika melihat temannya yang satu ini tenang-tenang saja menikmati minuman dinginnya.

“Someone special, lah!” kata Indi dengan kenes, membuat teman-temannya gemes.

“Alaaaah!.. paling-paling si gorila itu, kan?” kata Mutia sambil mencibir.

“Eh, jangan menghina, ya!” kata Indi kalem, “Gini-gini, banyak fans-nya, lho!”

Mereka bertiga tertawa-tawa bersama menikmati minuman dingin yang juga gratis!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Lalu juga ada Hara, yang tidak bisa dikategorikan jagoan sama sekali, tetapi tak kalah populernya karena memimpin sebuah grup band musik hard-rock anak-anak SMA. Grupnya pernah manggung di sebuah acara untuk merayakan “perdamaian” antara tiga SMA yang selama ini berperang-batu.

Penampilan gitaris kidal ini cukup memukau, dan Indi terus terang sempat tertarik ketika pertama kali melihatnya. Apalagi kemudian ada yang membisikinya, mengatakan bahwa penggemar Sting [dulu pemain The Police… penulis] itu ternyata juga ingin kenalan.

Tetapi setelah berkenalan, Indi kecewa berat. Ternyata Hara pemalu sekali dan tidak bisa buka mulut sama sekali ketika mereka berkenalan.

Apalagi setelah teman-temannya meninggalkan mereka berdua, Hara pun berubah menjadi orang bisu. Dengan kesal, Indi meninggalkannya di belakang panggung sendirian. Ngapain kenalan sama orang bisu! sergahnya dalam hati.

Hara mencoba menghubunginya berkali-kali, lewat kurir segala!, .. tetapi Indi menolak dengan halus. Hara bahkan membuat sebuah lagu khusus, sebuah lagu soft-rock yang diberinya judul “Indah Sekali Dia” dan Indi cekikikan membaca liriknya yang sangat gombal itu.

Rika dan Mutia bahkan menjadikan lagu yang sebetulnya enak didengar itu menjadi lagu dang-dut. Sungguh kurangajar mereka, bukan?!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Ada seorang lagi, dan kali ini sempat menjadi pacar “resmi” Indi. Nama kecilnya Eming, dan nama panjangnya Indi lupa karena memang sangat panjang! Dia bukan anak SMA, tetapi anak STM. Di jaman Indi sekolah, anak STM dianggap “kelas dua” dibandingkan anak SMA.

Tetapi Eming adalah anak STM yang berkategori istimewa karena dia sangat trampil dengan mesin dan punya mobil yang konon dirakitnya berdua dengan Ayah-nya, seorang pemilik bengkel besar. Nama Eming populer, bahkan di kalangan anak-anak SMA yang tentu saja doyan mobil.

Maka dari itu, ketika akhirnya terdengar kabar bahwa Indi menjadi pacar Eming, bahkan Dicky-pun “merestui”-nya. Jagoan itu bilang, “Kalau sama si Mi-ing itu,biarin. Pokoknya asal jangan dengan Wandi!”

Sementara Wandi berpikiran sama, dia punya jargon ABD… Asal Bukan Dicky!

Sedangkan Hara tentu saja patah hati, lalu menciptakan lagu romantis berjudul “Jahat Sekali Dia”…!!

Eming dan Indi berpacaran selayaknya anak-anak seumur mereka berpacaran: sering pergi bareng, jalan-jalan sore dan yang semacamnya. Eming jelas sekali sangat sayang kepada pacarnya yang bagai kuntum segar kalau dibawa jalan-jalan bersama gerombolan anak STM yang “suram” itu.

Indi suka kepada Eming, karena cowok ini galant serta punya harga diri sehingga bisa bergaul dengan semua orang walau pada mulanya dipandang remeh. Indi juga suka pada keterbukaannya, dan pada kelembutan hatinya.

Eming mengingatkan Indi pada seseorang yang sangat disukainya, seseorang yang menolaknya dengan halus ketika ia telah menyerahkan diri. [Bagi Pembaca yang belum tahu, silakan baca serial Kino, terutama “Interlude Indi”… penulis].

Maka Eming juga menjadi tumpahan kekecewaan dan pelarian Indi. Dengan Eming, gadis centil ini bisa bermanja-manja secara terbuka. Bisa percaya bahwa cowok itu tidak akan memanfaatkan keterbukaannya, sebab Indi adalah gadis yang lumayan liberal dalam pacaran.

Indi mengijinkan Eming mencium bibirnya sepuas hati, karena Indi juga menyukainya. Indi mengijinkan Eming meraba dadanya yang ranum, karena memang enak diberlakukan begitu.

Indi bahkan menikmati remasan-remasan Eming di sekujur tubuhnya, atau usapan bergairah di bawah sana. Indi merasa bahwa dengan Eming hubungan mereka bisa aman, karena selama ini Eming tampak bisa menjaga diri.

Tetapi lalu terjadilah peristiwa itu….

*** Cerita Cinta Dewasa ***