Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #24

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #24

Indi: Ensiklopedia Penuh Warna (bagian II – habis)

Cerita Cinta Dewasa – Peristiwa itu terjadi pada suatu siang yang terik….

Indi malas ke sekolah, dan gagal membujuk Mutia dan Rika ikut membolos. Akhirnya ia nekad sendirian ke rumah Eming, padahal belum tahu apakah cowok-nya itu ada di rumah atau tidak. Sudah beberapa kali Indi bertandang ke sana, dan kedua orangtua Eming sudah biasa menyuruh gadis manis itu langsung saja ke kamar Eming.

Entah kenapa, Ayah dan Ibu Eming sangat percaya bahwa kedua remaja itu tidak akan macam-macam. Indi pun menghargai kepercayaan itu, walaupun kadang-kadang ia tersenyum sendiri kalau ingat kelakuan cowok-nya!

Rumah Eming bersebelahan dengan bengkel milik Ayahnya, dan kamar Eming terletak di antara bengkel dan rumah utama. Di depan kamar itu ada lagi bengkel kecil tempat Eming biasanya mengutak-atik mesin mobil kesayangannya.

Juga ada sebuah go-kart dan sebuah motor trail di sana. Dari pagi sampai siang bengkel Ayah Eming sangat bising. Maklum, di seantero kota, bengkel itu termasuk yang paling populer.

“Misi, Oom… Eming ada?” teriak Indi, melawan bising, kepada seorang gaek berpakaian montir yang sedang bertolak pinggang memberi instruksi kepada pegawainya. Ia menoleh mendengar suara Indi.

“Eh, si nDi…,” sahutnya dengan berteriak juga, “Ada upacara apa lagi di sekolah?”

“Ah, si Babe bisa aja!” sergah Indi mendengar godaan orang tua yang sangat ramah itu.

“Eming sedang asyik dengan go-kart-nya. Besok katanya mau balapan,” kata orang tua itu.

Indi mengernyitkan dahi, “Lho, besok ‘kan janjian sama Indi?” sergahnya seakan-akan sedang menyampaikan keluhan kepada pihak yang berwenang.

Ayah Eming tertawa sambil kembali mengamati pekerjaan para pegawainya, “Kalau sudah dengar ada balapan go-kart, Eming mana ingat apa-apa lagi!”

Sambil mencemberutkan muka, Indi melangkah masuk ke bengkel, menuju pintu samping yang menghubungkan bengkel dengan rumah. Hatinya tiba-tiba kesal. Betulkah aku kalah penting dibandingkan go-kart? gerutunya.

Eming sedang asyik berjongkok mengutak-atik mesin go-kart-nya. Ia tidak mendengar ada orang datang dari belakang. Indi berdehem keras-keras, tetapi kalah oleh suara bising dari bengkel. Dengan kesal, Indi menendang pantat Eming. Tidak terlalu keras, sih…

“Hey!” si empunya pantat ternyata jongkok dengan gamang, sehingga tendangan lemah-lembut itu pun sudah membuatnya tersungkur ke depan. Hampir saja hidungnya mencium mesin go-kart yang belepotan oli.

Indi menahan tawanya, tetapi tidak berkata apa-apa dan berdiri menunggu Eming yang bangkit sambil menggerutu, “Dateng-dateng main tendang aja!”

“Mau aku tendang lagi?” kata Indi dengan galak, sambil mengambil ancang-ancang menendang.

Eming memasang muka sedih, “Kurus begini mau kamu tendangin?” katanya memelas sambil menyelampirkan lap kuning dekil ke bahunya. Gaya merayunya boleh juga!

Indi benar-benar menendang lagi dengan kakinya yang terbungkus sepatu basket itu. Tetapi tentu saja Eming sudah siap. Sekali tangkap, kaki mulus itu tercekal erat di tangannya. Nah-lo!.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Lepaskan!” jerit Indi.

“Enak, aja!” sergah Eming sambil menarik kaki gadis itu. Terpaksalah Indi tertatih-tatih mendekat sambil menjaga keseimbangan dengan merentangkan kedua tangannya.

“Awas, ya.. Eming!” ancam Indi tetapi tak berdaya terus ditarik mendekat.

“Awas apa?” tantang cowok itu sambil melap bibirnya dengan punggung tangan yang masih bebas, dan sambil terus menarik Indi mendekat.

“Awas nanti aku gigit!” ancam Indi kehilangan akal.

Eming menarik Indi sampai tubuh gadis itu menubruk tubuhnya. Lalu cepat-cepat dilepaskannya kaki Indi, dan dengan dua tangan yang di sana-sini hitam kena oli, pemuda itu memeluk kekasihnya. Secepat kilat pula ia mencium gadis itu tepat di bibirnya yang ranum.

“Eming! Bajuku kena oli!” Indi menjerit, tetapi terlambat. Dalam dua detik bibirnya sudah dilumat gemas oleh Eming.

Sial bagi Indi, ciuman itu ternyata bagai air segar di panas terik. Niat hati ingin berontak dan menggigit, apa daya tubuh lemas dan ingin terus didekap-dipeluk. Selama setengah menit Eming menikmati kemenangannya, lalu melepaskan pelukannya sambil cengar-cengir.

“Jelek!” sergah Indi sambil menahan senyum.

“Aku cuci tangan dulu, ya!” kata Eming tidak peduli, lalu meninggalkan Indi menuju kamar mandi.

“Mandi sekalian. Badan kamu bau oli!” teriak Indi sambil melangkah ke kamar Eming.

Gadis itu biasa bebas masuk ke kamar pemuda yang berantakan tetapi, entah kenapa, selalu terasa nyaman itu. Apalagi ada seperangkat stereo dan berlusin-lusin kaset (waktu itu belum jaman CD, lho!) yang tersebar di mana-mana. Sambil membuka sepatu dan melemparkannya sembarangan, Indi memilih kaset kelompok Chicago.

Sejenak kemudian, lagu-lagu jazz-rock memenuhi udara. Ini merebahkan tubuhnya di kasus yang masih berantakan, menelungkup sambil mengikuti syair Just You and Me. Kakinya ditekuk sehingga kedua tumitnya yang terbungkus kaos kaki menyentuh bokongnya.

Tidak lama kemudian Eming muncul dengan badan segar. Ia benar-benar mandi, walau dengan gaya cowboy, tidak lebih dari 5 menit. Di tangannya ada sebotol air es dan dua gelas.

“Beresin dulu, dong… baru tidur-tiduran!” celoteh pemuda itu sambil ikut duduk di kasur.

Iseng, ditepuknya pantat Indi yang bahenol, membuat pemiliknya menjerit kaget.

“Sekali lagi kamu begitu, … aku siram pake air es!” ancam Indi sambil cemberut. Eming senang sekali melihat si cantik-manis itu cemberut, karena makin cantik saja. Aneh, ya… ada orang yang semakin cantik kalau cemberut.

“Kamu, kok, galak banget hari ini. Semua-semua, marah. Apa-apa, marah,” gerutu Eming sambil ikut telungkup di sebelah kekasihnya.

“Besok kamu ke mana!” sergah Indi tak mempedulikan ucapan Eming.

“Ngga ke mana-mana,” jawab Eming kalem …. syair lagu Chicago melantun merdu… “You are my love and my life…., you are my ins – pi – ra – tion…. Just you ‘n me…. Simple ‘n free…. Life is so easy, when you are beside me…. .

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Indi mengernyitkan dahi, “Betul-betul ngga kemana-mana?”

“Paling-paling mengantar Tuan Puteri, pulang sekolah ke….. mana, tuh?” Eming malah balik bertanya.

“Ke pasar bunga, beli bonsai,” sambung Indi, karena tahu siapa yang dimaksud “Tuan Puteri” itu adalah dirinya, “Jadi, kamu ngga balapan?”

“Ya, balapan, dong!” sahut Eming sambil meneruskan syair Chicago… give me your own special smile….promise you’ll never leave me….

Oh, begitu, pikir Indi. Jadi aku akan diantar ke pasar bunga, lalu dia akan mengajakku menontonnya balapan. Ah, pintar juga si ceking ini mengatur waktu.

Sambil meraih kepala cowok itu dengan gemas, Indi mencium pipinya yang kini sudah segar bau sabun mandi. Sambil berkata pula dengan lemah-lembut, “Kamu kok baek banget, sih!”

Hati Eming berbunga-bunga mendengar ucapan lembut yang jauh berbeda dari hentakan dan makian sebelumnya.

Ia sebenarnya sudah tahu, pasti Indi datang menuntut janjinya. Makanya, ia sudah siap dengan jawaban. Berhadapan dengan si caberawit ini, harus selalu siap-siaga.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Jika Indi bertandang ke Eming, atau sebaliknya pemuda itu bertandang ke kekasihnya di malam Minggu, pastilah ada saat-saat bergairah. Saat-saat berciuman yang berlama-lama, karena Indi tidak mau cuma dicium sekilas seperti angkot menurunkan penumpang.

Terburu-buru, gitu… Indi tidak mau dianggap penumpang yang harus ditinggalkan sebelum kakinya menjejak bumi. Indi akan membiarkan Eming menciumnya, asalkan pemuda itu mau menciumnya lama dan lembut dan sayang dan manja dan …..

“Jangan digigit, dong!… Sakit!” sergah Indi setelah ciuman semakin bergelora. Ia meronta melepaskan diri.

Eming sibuk mengatur nafasnya yang memburu, “Habis… kamu duluan yang gigit!” sahutnya tak mau kalah.

“Kalau cewek boleh, kalau cowok ngga!” kata Indi tertawa kecil, lalu menarik lagi leher pemuda itu dan membiarkan lagi bibirnya dilumat-habis. Mmmm… sambil sekali-sekali bermain dengan lidah.

Eming termasuk ahli berciuman. Indi suka dicium pemuda ini, maka ia sering memejamkan mata membiarkan dirinya terhanyut-terlena dalam dekapan hangat yang bergelora itu. Dalam soal ciuman, jangan kira Indi tidak punya pengalaman, karena ia punya “koleksi” cowok lumayan banyak sebelum resmi jadi pacar Eming.

Indi tahu, mana cowok yang bisa ciuman, mana yang bego. Indi juga punya satu referensi khusus, yakni seorang mahasiswa indekosan sebelah rumah…. yang kalau mencium pasti membuat dirinya meminta lebih banyak!… Sedangkan Eming, bagi Indi, termasuk pandai berciuman, walau ah…. tentu saja….. masih kalah juga kalau dibandingkan mahasiswa indekosan itu!

Di tengah ciuman yang hangat-bergelora itu, Indi membiarkan pula Eming bermain dengan dadanya yang tak sanggup membungkus debar jantungnya. Membiarkan puting payudaranya dielus-elus dari atas baju seragamnya… Mmmm… nikmat sekali.

Ada getar-getar halus yang timbul dari elusan-rabaan itu, yang naik ke atas lehernya untuk bergabung dengan rasa lembut-manja akibat bibirnya yang dihisap-kulum penuh gairah. Juga, getar-getar itu, turun ke bawah berpusar di perutnya membuat nafasnya bersusulan tak karuan.

“Buka aja…,” desah Indi tak tahan dirangsang lewat baju. Lebih enak diremas-remas langsung!

Eming dengan sigap membuka kancing baju Indi satu per satu. Tidak butuh waktu lama untuk itu. Sekejap pula beha gadis itu dilepas kaitnya, dan dua payudara yang ranum itu pun bebas-lepas merdeka-terbuka. Pemiliknya mengerang ketika tangan Eming mulai mengelus, ….lalu memijat, ….lalu meremas.

Indi juga bukan gadis egois. Ia tahu pemuda yang mencium dan meraba-meremas-gemas ini juga perlu mendapat perhatian. Maka dengan telaten gadis itu mengusap-menelusur tubuh kekasihnya, semakin lama semakin ke bawah.

Tidak lama kemudian, telapak tangan yang halus itu sudah tiba di atas celana jeans yang tak sanggup menyembunyikan tonjolan keras-tegang di bawah sana. Telapak tangan halus itu pun mulai mengelus, naik-turun perlahan dan penuh perasaan. Eming pun mengerang di tengah kesibukannya memainkan lidah Indi yang basah dan hangat itu.

Indi ikut mendesah-mengerang pula. Matanya terpejam nikmat karena sebuah rasa geli-gatal yang sangat dikenalnya itu kini menyebar-merata di sekujur tubuhnya yang mulai berkeringat tipis. Mereka berciuman dalam posisi berbaring miring berhadapan. Dengan manja Indi menaikkan kakinya, memeluk pinggul pemuda itu.

Tubuh mereka pun semakin rapat. Dan karena tangan Indi terselip di antara keduanya, maka sambil mengelus-elus pemuda itu, tak sengaja pula punggung tangannya bergesekan dengan tubuhnya sendiri. Tepat di antara dua pahanya. Gesekan yang membawa panas!

“Buka, dong, nDi…,” Eming mengerang . Ia juga ingin diremas-remas langsung. Dan Indi pun cepat-cepat menarik turun resleting celana Eming… ternyata pemuda itu tidak memakai celana dalam… sehingga cepat sekali tangan Indi bisa bertemu dengan daging keras-tegang-kenyal yang berdenyut-denyut liar itu!.. Besar dan panjang dan panas.

“Cupang, dong, Ming,” Indi mendesah gelisah, melepaskan diri dari pagutan kekasihnya. Nafasnya memburu keras dan ia ingin Eming segera melakukan apa yang digemarinya: mengulum putingnya dan membuat cupangan di seluruh permukaan dadanya yang putih mulus itu!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Eming menurunkan sedikit posisi tubuhnya, dan seperti bayi dahaga segera menelusupkan kepalanya ke dada Indi, menangkap salah satu puting susunya yang tegak menantang, lalu langsung menyedot dan mengulum dengan bergairah.

Indi menjerit kecil, antara kaget dan terpesona. Dengan cepat tubuhnya seperti dilecut oleh tegangan birahi maha tinggi, mungkin 10.000 volt besarnya!

Bukan itu saja, Indi juga memanfaatkan punggung tangannya untuk menggosok-gosok celah sempit di antara kedua pahanya. Buku-buku jarinya mengelus-melesak celah yang mulai basah itu. Semakin ia bergairah mengelus-elus kejantanan Eming, semakin pula ia terangsang oleh gesekan-gesekan di bawah sana.

Maka semakin bergairahlah percumbuan itu, dipenuhi erangan-erangan tertahan, sementara kaset Chicago sudah berputar-balik untuk yang kedua kalinya.

Eming merasakan gejolak di tubuhnya juga semakin lama semakin tak terkendali. Ia menikmati remasan dan elusan tangan yang halus mulus itu sepanjang kejantanannya. Apalagi jika telapak mulus itu tiba di ujung atas, dan di sana meremas-remas. Ahhhh… bukan main rasanya.

Seluruh tubuh pemuda itu bergetar-bergelora, dari ujung rambut sampai ujung jempol. Ia menikmati pula puting kenyal yang semakin lama semakin mengeras dan semakin basah oleh ludahnya sendiri.

Ia menyedot dan mengulum sepuas-puasnya, merasakan betapa bukit lembut yang membusung di dada Indi itu berdegup-degup sesuai irama jantungnya yang bekerja keras.

Dan Indi juga semakin terlena. Ia semakin mengangkat kakinya tinggi-tinggi di pinggang Eming. Rok seragamnya tersibak sampai pinggul, menampakkan celana nilon coklat muda yang sudah agak basah di bagian di antara dua paha mulus itu.

Tak tahan hanya dengan elusan tangannya sendiri, Indi menarik tubuh Eming lebih mendekat lagi, lalu menggunakan kejantanan pemuda itu untuk merangsang dirinya sendiri.

Digosok-gosokkannya batang tegak-tegang itu di atas kain nilon tipis yang tak sanggup menyembunyikan radiasi panas di bawahnya. Eming menggelinjang kegelian merasakan ujung kejantanannya menelusuri permukaan halus-licin yang basah di sana-sini.

Tepat pada intro lagu ke empat di side B kaset Chicago, Indi mulai merasakan kedatangan orgasme pertamanya. Seperti kereta api di kejauhan yang sudah memberi tanda, Indi merasakan segumpal rasa nikmat muncul jauh di dalam pinggulnya. Lalu gumpalan kenikmatan itu membesar dan menyebar ke mana-mana.

Mula-mula hanya di sekitar pinggang dan paha. Tetapi lalu cepat sekali memenuhi seluruh tubuhnya, sehingga kini seluruh tubuhnya seperti sebuah gumpalan gas padat yang hendak meledak setiap saat.

“Aaah!” gadis itu mengerang keras dan melepaskan cengkramannya pada kejantanan Eming. Ia tak sanggup melakukannya sendiri, karena geli sekali. Ia ingin Eming yang melakukannya untuknya.

Maka ia tarik tubuh pemuda itu sambil berguling menelentang. Ia bawa tubuh pemuda itu ke atas tubuhnya, sambil merentangkan kedua kakinya lebar-lebar, lalu mengepit pinggangnya erat-erat. Eming sigap memposisikan tubuhnya di antara kedua paha Indi, sambil cepat-cepat meloloskan celana jeansnya sampai lutut.

Sehingga kini tubuh bagian bawahnya yang telanjang itu melesak-melekat di selangkangan Indi yang hanya tersaput celana nilon tipis. Kejantanannya tepat berada di permukaan kewanitaan gadis itu, yang kini sudah terkuak-terpampang siap menerima gesekan-gesekan final menuju puncak kenikmatan.

Dan mulailah Eming bergerak, maju-mundur, naik-turun….. Dan Indi mengerang semakin keras, meraih leher pemuda itu untuk mengulum bibirnya. Ciuman mereka bergairah sekali, sejalan dengan semakin dekatnya Indi ke puncak asmara. …

Dan setelah beberapa kali gesekan-gosokan, Indi menjerit tertahan di dalam ciuman kekasihnya… Dan tubuhnya bergeletar-bergejolak hebat ketika orgasme meledak-ledak tak terkendali.

Selagi Indi meregang menikmati orgasme itulah, Eming terlanda nafsu yang membuta. Dengan tanpa pikir panjang ia menarik celana dalam Indi untuk membukanya. Gadis itu masih terpejam dan mengerang menikmati rasa geli-gatal merebak di sekujur tubuh, sehingga tak bereaksi ketika akhirnya celana dalam itu lepas terbuang.

Sekejap tubuh Indi bagian bawah terpampang-telanjang, menampakkan kewanitaannya yang agak membasah-berkilauan, agak merona-merah pula.

Lalu Eming bersiap menelusupkan-menusukkan kejantanannya dengan penuh determinasi. Ia tak ingat apa-apa lagi kecuali perasaan ingin segera masuk tenggelam dalam-dalam di tubuh gadis yang masih meronta-meregang menikmati orgasmenya itu.

Tetapi tanpa pengalaman yang cukup, ternyata tidaklah mudah melakukan hal itu. Upaya pertamanya tidak berhasil karena kejantanannya melejit naik ketika ia mencoba mendorongnya masuk.

Indi tiba-tiba tersadar dari alunan orgasmenya, dan merasakan sebuah tusukan kecil di selangkangannya. Sejenak ia mendesah, karena tusukan itu terasa nikmat, tetapi meleset ke atas dan menyentuh bagian sensitif yang tersembunyi.

Tetapi lalu gadis itu terkaget, kenapa tubuh bagian bawahnya terasa begitu terbebas? Cepat-cepat ia membuka mata dan melirik ke bawah.

“Eming! Apa-apaan….,” belum habis ia menjerit, Eming sudah mencium membungkamnya.

Indi meronta kuat-kuat, menyadari bahwa kekasihnya sedang berupaya menyempurna-tuntaskan percumbuan mereka dengan sebuah persetubuhan. Seperti disiram air dingin, gairah Indi tiba-tiba sirna berganti panik karena ternyata Eming bersikeras melanjutkan percumbuan.

Indi berusaha mendorong tubuh pemuda itu kuat-kuat, tetapi Eming bereaksi sama kuat. Mereka saling dorong, dan hampir saja Indi kalah kalau ia tidak segera mengangkat kedua lututnya, dan menggunakan lutut itu untuk mendorong perut Eming.

“Stop! Eming!” jerit Indi sambil mendorong sekuat-kuatnya. Eming terkejut dan merasa ulu hatinya sesak. Tenaganya langsung melemah, dan ia terguling ke sisi ranjang, hampir saja jatuh ke lantai.

Cepat-cepat Indi bangkit dari kasur, mencari dan menemukan celana dalam tergeletak dekat kakinya. Ia pun lalu melompat turun dan bergegas menuju sudut kamar yang paling jauh dari ranjang. Di situ ia cepat-cepat pula memakai celananya.

Eming tertegun di pinggir ranjang sambil menggeleng-gelengkan kepala seperti orang yang berusaha mengusir pikirannya. Ia memang baru sadar apa yang terjadi, dan cepat-cepat pula menaikkan celana jeansnya yang tadi sudah melorot sampai lutut. Ia malu sekali, dan menundukkan kepala.

“Gila kamu!” jerit Indi sambil mengancingkan baju dan merapikan rambutnya.

“Sorry!” cuma itu yang bisa dikatakan Eming sambil tetap menunduk.

“Aku mau pulang!” jerit Indi lagi sambil memasang sepatunya. Eming bangkit dan mencoba memeluk kekasihnya, tetapi dengan kasar gadis itu meronta.

“Sorry,… aku sudah bilang sorry!” sergah Eming penuh penyesalan.

“Masa bodo!” sahut Indi sambil memasukkan kakinya ke sepatu yang kedua, lalu melangkah keluar.

“Indi!” seru Eming sambil mencoba menahan tangan gadis itu. Tetapi Indi meronta lagi dan berhasil melepaskan tangannya lalu melangkah cepat keluar.

“Aku anterin pulang. Tunggu!” teriak Eming sambil mencari-cari sandal atau sepatunya. Sialan, jika diperlukan, barang-barang itu sembunyi di mana?

Indi tidak menengok lagi, melangkah cepat menuju pintu keluar, menerobos bengkel yang masih bising dan sibuk.

“Lho, kok sudah pulang nDi?” teriak Ayah Eming dari balik sebuah mobil sedang yang sedang dibetulkan. Lelaki tua itu heran, biasanya Indi bertandang sampai sore dan pulang diantar Eming dengan wajah ceria.

Kali ini gadis itu keluar dengan cemberut dan tidak tengok kiri-kanan. Sambil tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya, lelaki tua itu kembali mengalihkan perhatiannya ke pekerjaannya. Urusan anak-muda adalah urusan anak-muda!

Eming berlari mengejar Indi, tetapi gadis itu sudah naik angkot yang pertama dijumpainya. Pemuda itu lalu balik ke dalam, dan sebentar kemudian terdengar raungan motornya keluar. Kembali Ayah Eming menggeleng-gelengkan kepalanya. Urusan anak-muda selalu dramatis!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Sejak itulah hubungan Indi dan Eming memburuk. Berkali-kali Eming mencoba minta maaf, tetapi Indi diam seribu basa. Lewat Mutia dan Rika, pemuda itu juga mencoba untuk membujuk Indi, tetapi bahkan kedua sahabat itu pun dibentak oleh Indi agar tidak ikut campur.

Sekali waktu, Eming mencegat Indi pulang sekolah sendirian, karena kebetulan Mutia atau Rika tidak masuk. Terpaksa Indi bersedia berjalan berendengan menuju tempat menunggu angkot.

“Jangan begitu, dong, nDi. Aku, kan, sudah minta maaf!” ucap Eming berulang-ulang.

“Kali ini kamu sudah kelewatan!” sergah Indi sambil mendekap bukunya erat-erat di dada. Wajahnya tampak dingin dan tak-acuh.

“Habis kamu juga sih…,” sahut Eming membela diri. Ia lama-lama kesal juga diperlakukan sebagai pesakitan terus menerus.

Indi menghentikan langkahnya. Eming ikut berhenti. Wah, panjang, nih, urusannya! pikir pemuda itu gelisah.

“Indi mau bilangin kamu sekali ini saja. Tidak akan Indi ulang,” kata gadis itu tegas dan getas. Eming diam menunggu.

“Indi menghargai cowok yang tahu diri. Indi suka cowok yang tidak memanfaatkan kelemahan ceweknya. Kamu tidak memenuhi kedua syarat itu!” kata Indi sambil mulai melangkah lagi.

Eming terdiam, tidak mengikuti langkah Indi. Ia kehabisan kata-kata dan pikirannya sedang sibuk mencerna ucapan Indi yang terasa benar belaka. Apalagi kalimat terakhir itu….. Kalimat ultimatum itu.

Di kejauhan terlihat sebuah motor merah darah meraung-raung mendekat: Dicky.

Eming minggir teratur, berdiri di tepian jalan. Dicky melintas cepat sambil menengok sekilas kepadanya. Dalam hitungan detik, Dicky sudah tiba di samping Indi yang sudah meninggalkan Eming.

“Ada apa, nDi? Si Mi-ing ngaco, ya!?” tegur jagoan itu dengan nada bersahabat, tanpa turun dari motornya.

Indi tersentuh juga oleh teguran yang penuh concern itu. Kalau gadis itu mau, dia tinggal menganggukkan kepala satu kali, dan tamatlah riwayat Eming. Tetapi ia tidak ingin ada keributan, dan terlebih-lebih lagi ia merasa sudah cukup menghukum Eming.

Sambil tersenyum manis, gadis itu berkata lembut kepada Dicky, “Ah, biasa, lah, Dick. Ngga ada apa-apa.”

“Betul, nih,…. beres-beres aja?” desak Dicky sambil mengendalikan motornya agar bisa berjalan seperlahan langkah Indi.

“Betul!” kata Indi meyakinkan, lalu sambil tetap tersenyum gadis itu merajuk, “Tetapi kakiku pegal, nih, jalan kaki. Bisa boncengan sampai rumah?”

Wow! Dicky merasa jantungnya melompat keluar dan menggelepar jatuh di tanah. Permintaan Indi ini bagai durian runtuh… Mungkin lebih itu… Bagai emas Monumen Nasional yang runtuh menimpa kepalanya!

Cepat-cepat Dicky menghentikan dan meminggirkan motornya, lalu memposisikan duduknya lebih maju lagi. Sejenak kemudian ia merasakan gadis pujaannya meraih pinggangnya, lalu duduk di jok belakang.

Dunia saat itu terasa berisi kecoa-kecoa saja di mata Dicky, dan dia sanggup mengalahkan negara Amerika Serikat sekalipun kalau diberikan cukup tank atau kapal selam. Dengan Indi diboncengannya, Dicky melarikan motornya, melesat menuju utara. This world is mine! jeritnya dalam hati.

Sebaliknya bagi Eming, dunia sudah runtuh. Pemuda ini menunduk dan menghela nafas dalam-dalam. Selesailah sudah salah satu babak paling indah dalam hidupnya. Kini ia mungkin harus berkonsentrasi ke go-kart saja, dan teringat akan hal itu ia pun bergegas menuju mobilnya. Forget that girl! sergah hatinya. Tetapi bisakah?

*** Cerita Cinta Dewasa ***