Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #6

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #6

Musim Berderap Berlalu (2)

Cerita Cinta Dewasa – Pengumuman kelulusan 100% membuat anak-anak SMA di kota kelahiran Kino bersuka-cita. Walaupun sebenarnya SMA ini sudah sejak tiga tahun silam selalu meluluskan semua siswanya, tetap saja berita tersebut ditanggapi agak berlebihan.

Anak-anak kelas tiga saling menandatangani baju mereka, melakukan arak-arakan di sekitar sekolah, atau menceburkan diri ke sungai kecil di belakang lapangan voli. Suasana serba ceria ini menular ke adik-adik mereka di SMP dan SD, lalu juga merembet ke seluruh penduduk kota yang jumlahnya memang tidak banyak.

Pak Camat bahkan membuat hajatan khusus, mengundang sebuah band dari sebuah kota besar untuk manggung di depan kantornya. Pasar malam segera digelar di sekitar panggung, dan para pedagang berlomba-lomba memberikan potongan harga. Semarak sekali suasana kota, nyaris menyerupai suasana hari raya.

Malam itu, Kino duduk bersebelahan dengan Alma menonton berbagai acara di atas panggung. Dodi dan Iwan entah kemana, masing-masing dengan pacar mereka. Kino mengajak pula Susi, adiknya. Tetapi, gadis kecil ini kemudian lebih suka ikut Ayah dan Ibu yang berkeliling pasar malam.

“Mau sekolah ke mana?” tiba-tiba Alma bertanya di tengah acara tarian daerah.

“Aku ingin jadi arsitek,…. mungkin di institut teknologi di kota B atau kota S,” jawab Kino, tersadar bahwa keceriaan lulus sekolah ternyata akan segera disusul dengan ketegangan baru: masuk perguruan tinggi.

“Aku ingin jadi dokter,.. mungkin ke ibukota,” ucap Alma sambil memainkan dompet di pangkuannya.

Kino terdiam. Kalau mereka diterima di masing-masing perguruan tinggi yang mereka lamar, berarti keduanya akan berpisah. Cukup jauh jarak antara kota-kota tujuan Kino dengan ibukota.

“Kenapa kamu tidak ke ibukota juga?” tanya Alma dengan suara pelan, nyaris tenggelam oleh suara gamelan di panggung.

“Ayah dan Ibu mengatakan, biaya hidup di ibukota terlalu mahal,” jawab Kino.

Alma menghela nafas panjang dan menghembuskannya dalam desah, “Yaaah…, aku beruntung punya paman yang tinggal di ibukota dan bersedia menampungku. Setidaknya, Ayah dan Ibu tidak perlu membiayai indekos.”

Kino juga punya seseorang di ibukota. Seorang penari yang sedang meniti karir. Tetapi saat ini, menyebut namanya pun ia tak berani. Ia takut menyinggung perasaan Alma.

“Bagaimana kabarnya Mba Rien?”

Kino tersentak. Justru Alma yang memulai menyebut nama itu. “Tidak tahu,” jawab Kino cepat. Ia memang tidak pernah mendengar kabar dari wanita itu.

Keduanya terdiam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. Acara silih berganti dengan cepat dan lancar. Lalu, band pop dari kota M naik ke panggung disambut tepuk tangan riuh dari anak-anak muda yang sudah tak sabar menunggu.

Kino dan Alma pun tenggelam kembali dalam keceriaan, mengikuti lagu demi lagu dengan bersemangat. Sejenak, mereka lupa akan perguruan tinggi dan perpisahan.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Seusai pertunjukan band, masih ada satu pertunjukan lagi, yaitu wayang kulit sampai pagi. Tetapi kebanyakan anak-anak muda tidak lagi menyukai medium tradisional ini. Apalagi timing-nya juga kurang tepat. Sehabis jejingkrakan menikmati musik rock, mana mungkin mereka mau duduk-diam mendengar tutur-cerita dalang dalam bahasa daerah!

Kino mengajak Alma pulang, terpisah dari teman-teman yang lain dan dari kedua orangtua mereka yang masih ingin menonton wayang. Berdua, pasangan ini berjalan pelan-pelan sambil mengobrol kiri-kanan. Perbincangan menyerempet pula masalah masa depan dan kemungkinan perpisahan.

Mereka sama-sama mulai menyadari bahwa hidup ternyata masih sangat panjang di depan sana, masih berliku dan mendaki. Alma banyak menunduk mencoba memikirkan skenario apa yang akan mereka berdua mainkan di masa mendatang. Apakah mereka akan tetap bisa berhubungan walau terpisah ribuan kilometer?

Kino mengusulkan mengambil jalan pintas, menyusuri pematang sawah. Bulan hampir purnama, awam hujan tidak tampak, sehingga malam tak terlalu gelap. Pematang bahkan jelas terlihat, seperti lintasan-lintasan bersinar membentuk aneka kotak hitam yang adalah sawah-sawah tanpa padi.

Ini baru musim tanam, padi belum lagi muncul dari air yang tergenang. Bayangan bulan dan bintang-bintang tampak di permukaan sawah, bagai lampu-lampu penunjuk jalan.

Berdua mereka berjalan beriringan, lalu masuk ke perkebunan kopi yang memisahkan persawahan dan areal perumahan kota. Pohon-pohon kopi tidaklah terlalu lebat berdaun, sehingga sinar benda-benda langit malam tetap bisa menerobos menerangi tanah.

Bagai lampu-lampu sorot, membentuk beraneka tuas sinar, seperti pilar-pilar putih yang menjulur ke bawah dari langit. Indah sekali malam ini.

Kini Alma bisa berjalan sambil memeluk lengan kekasihnya, terbebas dari kekhawatiran dilihat orang banyak. Berjalan di tengah kota, tak mungkin bisa bergandengan mesra begini. Biar bagaimana pun, kota kecil belumlah siap menerima sepasang kekasih yang saling memperlihatkan perasaan di tengah orang ramai.

Tampaknya tidak ada orang lain melintas di kebun kopi. Mereka pun bisa berciuman sambil berjalan pelan, terutama jika jalan sedang lurus. Alma tinggal memalingkan dan mengangkat muka, membiarkan Kino mengecup ringan bibirnya.

Nafas mereka yang hangat berpadu-satu, terkadang menimbulkan uap tipis yang segera bergabung dengan embun malam. Semakin jauh mereka masuk ke dalam kebun kopi, semakin romantis suasananya.

Lalu mereka tiba di sebuah pondok yang agak terpencil, dan bagai sudah bersepakat, mereka berhenti di halamannya. Di sini keadaan jauh lebih gelap, karena ada pohon-pohon lain yang berdaun lebat. Kino mendorong Alma ke arah beranda pondok yang tak berpenghuni, yang kalau pagi hari digunakan untuk istirahat para petani.

Di beranda itu Kino melumat bibir kekasihnya lebih bergairah lagi. Alma menerima pagutan kekasihnya dengan tak kalah bergairah. Ia senang sekali dicium Kino yang bisa menggabungkan gairah dan kemesraan dalam takaran yang tepat. Ciuman pria ini tidak terburu-buru, tetapi tidak pula terlalu perlahan.

Tidak memaksa-maksa, tetapi justru mengundang. Alma terutama senang sekali merasakan bibir bawahnya dihisap-dikulum perlahan, ditelusuri oleh lidah Kino yang hangat. Sebentar saja, nafas gadis ini sudah terengah-engah.

Sejak mengenal percumbuan yang menggairahkan ini, Alma berani pergi dengan Kino tanpa beha. Ia cuma mengenakan kaos, dan untuk menyembunyikan puting-putingnya, ia selalu memakai jaket.

Dengan begitu, Alma memberikan keleluasaan kepada kekasihnya untuk bermain-main dengan payudaranya yang ranum. Kino tak perlu repot membuka beha, yang kadang-kadang seperti tidak mau dibuka itu!

Malam ini pun Kino segera menelusupkan kedua tangannya ke bawah kaos Alma, meremas-remas kedua bukit menggairahkan itu, perlahan membangkitkan bara birahi di antara mereka berdua.

Dengan kedua ibu jarinya, Kino mengusap-usap kedua puting Alma yang menegang-mengenyal. Halus-lembut rasanya kedua puncak payudara itu di jari-jari Kino. Nafas Alma semakin menderu, menyebabkan dadanya turun-naik semakin cepat, dan puting-putingnya bagai meronta-ronta di bawah telapak tangan Kino.

Di beranda pondok ada sebuah bangku panjang dari kayu. Ke sana lah Alma perlahan-lahan mendorong kekasihnya agar duduk. Kino pun menurut, membiarkan dirinya terduduk. Alma cepat-cepat mengangkat tubuhnya, duduk di pangkuan pemuda itu dengan kedua kaki direntangkan. Oh, ini lah posisi yang sejak dulu diimpikan Alma!

Ia senang sekali dipangku seperti ini, dengan rok tersingkap sampai ke pangkal pahanya, dan dengan selangkangan yang terhenyak lekat di pangkuan Kino. Ia merasa terkuak-terbuka bebas, siap menerima sentuhan-sentuhan kenikmatan dari setiap gerakan Kino. Ia mengerang perlahan, merasakan serbuan gairah tiba-tiba muncul dengan cepat dari dalam tubuhnya yang semakin hangat.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kino melepaskan ciumannya, menelusuri leher Alma yang harum sabun wangi (dia belum mengenal parfum, tentu saja!). Kedua tangannya tetap meremas-remas payudara gadis itu, yang kini terasa semakin kenyal dan keras saja. Puting-putingnya semakin tegak dan panas pula, seperti menyimpan arang-bara yang masih menyala.

Alma mengangkat kedua tangannya agak ke atas, memeluk kepala kekasihnya. Jaketnya terpampang-terbuka, dan kaosnya sudah terangkat setengahnya, menampakkan dua bukit putih-mulus menggairahkan. Dalam suasana remang-remang, tubuh Alma tampak indah sekali, bagai lukisan seorang maestro.

Bibir Kino kini menelusuri pangkal leher Alma, dan gadis itu mengerang pelan merasakan geli yang menimbulkan nikmat menjalar-jalar sepanjang perjalanan bibir pemuda itu. Dengan tak sabar, ditunggunya bibir Kino menuju ke bawah, semakin mendekati dadanya yang dipenuhi debur jantungnya yang bergelora.

Oh,.. cepatlah sedikit sayangku! jeritnya dalam hati, menanti akhir perjalanan bibir yang terasa terlalu pelan itu. Alma merasa jaketnya telalu menganggu, maka ia melepaskannya, sehingga kini ia tinggal berkaos, itu pun sudah setengah terbuka.

Lalu, ia lebih berani lagi, meloloskan kaosnya dari atas kepalanya, sehingga kini gadis itu bertelanjang dada, di keremangan malam yang mempesona.

Kino sebenarnya agak kuatir mereka berdua dipergoki dalam keadaan seperti ini. Tetapi jangkerik ramai berbunyi di sekitar mereka, menandakan bahwa serangga-serangga itu tidak terganggu. Jika mereka tidak terganggu, berarti tidak ada mahluk lain di sekitar mereka. Itu lah antara lain pelajaran dasar seorang pencinta alam!

Bibir Kino kini telah tiba di celah di antara dua bukit yang membusung mempesona itu. Oh,.. harum sekali dada Alma yang mulus dan lembut. Kino berkali-kali menghela nafas, memasukkan keharuman tubuh gadis itu ke dalam tubuhnya, menjadikan keharuman itu sebagai pembangkit gairah yang memang sudah sejak tadi bergelora.

Kedua tangannya semakin gemas-meremas, membuat Alma merintih pelan. Lalu, Kino pun melakukan sesuatu yang sudah ditunggu-tunggu gadis itu sejak tadi: ia menghisap salah satu puting Alma, perlahan-lahan saja.

Alma seperti tersedak, tubuhnya terangkat sedikit dari pangkuan Kino, menggeliat-geliat seperti di ulat ditusuk duri. Sebuah kenikmatan tak terkira memenuhi tubuh gadis belia ini, bagai sebuah siraman air surgawi, membuatnya berenang-renang melayang-layang mengapung-apung.

Satu tangan Kino meninggalkan payudara yang kini dihisap-hisap oleh mulutnya. Tangan itu meluncur cepat ke bawah, menelusup ke balik rok, mengusap-usap bagian belakang tubuh Alma yang agak terangkat dari pangkuannya.

Telapak tangan Kino terasa nyaman mengusap-usap bagian itu, yang saat ini masih terbungkus celana dalam nilon tipis dan halus. Kino senang sekali mengusap-usapnya, terasa penuh dan padat, dan hangat pula.

Sesekali ia gemas meremas, membuat Alma tersentak lagi, menghenyakkan tubuhnya ke pangkuan Kino. Akibatnya, bagian depan kewanitaannya membentur keras bagian depan kejantanan Kino yang tentu saja masih tersembunyi di balik celananya. Itu pun sudah lah mampu membuat keduanya merasakan serbuan kenikmatan.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Alma kini bahkan tanpa sadar menggesek-gesekkan selangkangannya ke pangkuan Kino yang menonjol keras menyembunyikan kejantanannya yang telah tegak-tegang. Oh,.. nikmat sekali rasanya gesekan-gesekan itu, walaupun masih diperantarai kain nilon dan jeans.

Alma merintih-rintih pelan merasakan kewanitaannya terkuak dan terhenyak di sebuah tonjolan keras yang panas membara itu. Tonjolan itu tepat terhimpit di antara dua bibir menebal di bawah sana, menimbulkan rasa geli-gatal yang nikmat.

Kino pun mendorong tubuh bagian bawahnya lebih ke depan, mempererat penyatuan mereka, sementara tangannya menekan bokong Alma ke bawah.

“Aaah,… Kino, geli sekali rasanya….,” Alma mendesah, seakan-akan ingin minta penegasan, apakah yang dirasakannya itu sudah betul, sudah nyata? Gadis ini sungguh tak punya pengetahuan, dan tak bisa menamakan, apa yang sedang dialaminya bersama pemuda ini? Gerangan misteri kehidupan apa yang kini sedang dijalaninya?

Kino berhenti mengulum puting kekasihnya, lalu berbisik dengan nafas memburu, “Pindah ke dalam, yuk?”

Alma tak bisa lain selain mengangguk cepat. Ia pasrah saja ketika Kino dengan perkasa mengangkat tubuhnya, seperti seorang kakak menggendong adiknya.

Alma memeluk leher kekasihnya erat-erat, melingkarkan kedua kakinya di pinggangnya, memejamkan mata merasakan tubuhnya seperti dibawa terbang. Mungkin begitulah rasanya dibawa terbang burung garuda raksasa!

Sambil tak lupa meraih jaket Alma yang tertinggal di bangku, Kino membopong tubuh kekasihnya masuk ke dalam pondok. Di dalam ada dipan kayu, agak ke belakang dari ruangan yang gelap pekat. Dengan cekatan Kino meletakkan jaket Alma di dipan, lalu perlahan-lahan menurunkan tubuh gadis itu di atasnya.

Alma kini terlentang dengan kaki tetap melingkari pinggang kekasihnya. Kino menindih tubuhnya, kembali menciumi leher dan lalu segera mengulum puting payudaranya. Alma mengerang-menggeliat, kini menyerahkan tubuhnya diperlakukan apa-saja.

Ia merasakan celana dalamnya perlahan ditarik, merasakan salah satu kakinya diangkat sehingga celana dalam itu kini lolos terbuka, merasakan kewanitaannya terpampang-telanjang, dibelai angin malam yang menerobos masuk dinding pondok. Darahnya mendesir cepat, menunggu dengan tegang, apa yang akan dilakukan Kino?

Sambil tetap mengulum puting Alma dan menindih tubuhnya, Kino mengusap-usap kewanitaan Alma yang telah terbuka bebas. Ah,.. hangat dan sedikit basah bagian itu. Jari tengah Kino dengan leluasa bisa meluncur licin di antara kedua bibirnya.

Alma menggelinjang merasakan jari itu menelusup menimbulkan rasa nikmat di seluruh selangkangannya. Tanpa sadar, ia membuka kedua pahanya semakin lebar, dengan kedua kaki kini bertelektekan di atas dipan. Lalu tangan Kino sejenak meninggalkan kewanitaannya, Alma agak kecewa: kenapa berhenti?

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Sebelum bisa memprotes, Alma tiba-tiba tersentak, merasakan sebentuk otot-kenyal menyentuh permukaan kewanitaannya. Bukan,… itu bukan jari tengah Kino,.. terlalu besar untuk sebuah jari. Terlalu kenyal dan padat dan panas pula.

Oh,… Alma tiba-tiba sadar bahwa yang dirasakannya di bawah sana adalah kejantanan Kino. Ia belum pernah melihat kejantanan seorang pria, tetapi ia bisa membayangkannya setelah merasakan benda itu menyentuh kewanitaannya. Ia mengerang merasakan betapa sentuhan kejantanan itu jauh lebih nikmat dibandingkan sentuhan jari.

Lebih penuh-padat-kenyal, terjepit di antara bibir-bibir kewanitaannya, membentur-bentur bagian atasnya. Alma menggeliat kegelian ketika ujung kejantanan yang basah-hangat itu membentur sesuatu yang terletak di celah atas kewanitaannya. Oh,… bagian itu terasa sangat geli, dibentur-bentur benda halus-kenyal-tumpul.

Oh,… rasanya seperti gatal yang minta digaruk-garuk. Terus…, terus…, terus…., Alma menjerit dalam hati, merasakan tubuhnya seperti dipenuhi geli-gatal yang bersumber-utama di selangkangannya.

Kino mengerang pula, merasakan kenikmatan dari kejantanannya yang menelusur celah basah-panas di bawah sana. Setiap kali ujung kejantanannya membentur tonjolan kecil di antara lepitan bibir kewanitaan Alma, serbuan kenikmatan memenuhi tubuhnya.

Gerakan menggesek-menekan menyebabkan kejantanannya seperti diurut-urut, enak dan nikmat sekali. Apalagi kemudian Alma mengangkat kakinya, kembali memeluk pinggang Kino, menyebabkan kewanitaaanya semakin terkuak.

Kejantanan Kino kini sempurna terjepit melintang di atas kewanitaan yang semakin lama semakin dipenuhi cairan licin. Kino pun menggerak-gerakkan pinggulnya, maju-mundur sambil tetap menekan. Alma mengerang-merintih dengan kedua tangan semakin erat memeluk leher kekasihnya, nyaris membuat Kino tak bisa bernafas.

Dari bagian bawah perutnya, Alma merasakan seperti ada gumpalan yang semakin lama semakin membesar, hendak meledak. Gumpalan itu seperti dipenuhi kenikmatan, siap menyebarkan isinya ke seluruh tubuhnya.

Alma semakin mengangkangkan kakinya, meletakkan keduanya semakin tinggi di punggung Kino. Bagian belakang tubuhnya bahkan kini sudah terangkat dari dipan. Oh,…. tiba-tiba ia merasakan gemuruh birahi memenuhi tubuhnya, bergulung-gulung seperti ombak besar menuju pantai.

Dengan punggung tangannya, Alma menutup mulut, mencegah teriakan yang kini memenuhi kerongkongannya. Kino semakin cepat memaju-mundurkan pinggulnya, menyebabkan kejantanannya semakin cepat menggeleser-geleser membentur-bentur.

Alma menjerit tertahan ….. tubuhnya terasa meledak berkeping-keping, kepalanya dipenuhi sensasi kenikmatan, pandangannya hilang melayang walau matanya masih terbuka.

Kino mendorong keras untuk terakhir kalinya. Kejantanannya tergelincir lepas dari jepitan bibir kewanitaan Alma, terus ke atas, ke bagian yang ditumbuhi rambut-rambut halus.

Di sana, di atas rambut-rambut itu, kejantanan Kino seperti bergelegak sebelum akhirnya meregang dan menumpahkan cairan-cairan kental putih. Alma tersentak, merasakan perut bagian bawahnya dipenuhi rasa panas dan lengket. Oh,… apa yang terjadi?

Kino pun terkaget ketika merasakan cairan-cairan panas keluar dari tubuhnya tanpa bisa dicegah. Alma mengangkat tubuhnya, bertelektekan di kedua sikunya. Nafasnya masih memburu.

“Kino! … apa yang terjadi?” sergahnya dengan suara mengandung nada kuatir.

“Aku … aku…,” Kino tergagap, cepat-cepat menegakkan tubuhnya sambil menjauhkan kejantanannya dari tubuh Alma.

Tangan Alma mengusap bagian yang dipenuhi cairan lengket itu. Oh,… tiba-tiba ia teringat pelajaran informal dari Ibunda. Bukankah ini air mani seorang pria? Bukankah ini yang dapat membuat seorang wanita hamil? Astaga!

“Kino! … tadi kamu tidak memasukkannya, bukan?” bisik Alma yang kini sudah sepenuhnya terduduk di dipan.

Kekhawatiran telah memusnahkan rasa nikmat yang barusan diterimanya.

“Memasukkan?….. Memasukkan apa?” Kino masih tergagap, sambil memakai kembali celana dalam yang tadi tersangkut melingkar di pahanya.

“Oooh, Kino!… kita tadi melakukan hubungan suami-istri!” nada suara Alma kini seperti hendak menangis.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kino tersadar, berpikir cepat. Tidak. Tadi ia tidak memasukkan kejantanannya ke dalam kewanitaan Alma. “Tetapi, aku tidak memasukkannya, Alma. Hanya menggesek-gesekkannya di bagian luar!” ucapnya, berusaha tenang, walau tak sepenuhnya berhasil. Sebuah perasaan bersalah memenuhi dadanya.

Alma mengambil saputangan dari kantong jaketnya, menghapus sisa-sisa cairan cinta di bawah perutnya. Cepat-cepat ia merapikan pakaiannya. Kino duduk di sampingnya, nafasnya masih agak memburu.

Alma tak tega melihat kekasihnya tertegun dengan perasaan bersalah. Setelah selesai merapikan diri, ia memeluk Kino erat-erat, menyembunyikan wajahnya di pundak kekasihnya, sambil berbisik, “Ooh.., aku yang bersalah, kenapa membiarkan kamu melakukannya!”

Kino mengusap rambut Alma penuh kelembutan, “Kita berdua yang bersalah..” bisiknya.

“Ya…, tempat ini berbahaya,” ucap Alma, nada khawatir telah hilang, berganti nada waspada.

“Sebaiknya kita segera pergi,” balas Kino sambil bangkit dan menarik kekasihnya keluar.

Dingin malam menyambut keduanya di luar. Orkes malam dari para jangkerik masih menguasai suasana. Dengan langkah cepat, sepasang kekasih itu meninggalkan pondok, kembali menembus kebun kopi, menuju areal perumahan.

Mereka bahkan lalu berlari sambil tertawa kecil, lega karena merasa telah terhindar dari peristiwa yang masih penuh misteri bagi mereka berdua. Alma sendiri kini merasa mendapatkan pengalaman sangat berharga tentang cinta dan birahi.

Entah bagaimana ia bisa menggambarkannya, karena semuanya masih samar-samar. Semuanya masih penuh misteri, menegangkan sekaligus mengasyikkan.

Bagi Kino, ini pengalaman baru pula. Tetapi ia masih kuatir, terutama karena kini ia berhubungan dengan wanita yang sama-sama belia. Kembali pikirannya menerawang ke Mba Rien. Dengan wanita itu, Kino merasa segalanya terkendali.

Segalanya serba pasti. Sementara dengan Alma, setiap percumbuan adalah petualangan baru, sebuah perjalanan menembus wilayah asing yang penuh misteri tak terungkapkan.

Mereka tiba di rumah Alma tepat pukul 12.00. Kedua orang tua Alma rupanya masih menonton wayang. Kino mengecup pipi kekasihnya, menyuruh gadis itu cepat-cepat masuk rumah lewat pintu samping. Lalu ia sendiri juga cepat-cepat kembali pulang. Ia ingin segera berbasuh dan berganti pakaian dalam!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Pada suatu hari, Ayah memanggil Kino dan mengajaknya berbincang serius.

“Bagaimana persiapan mu masuk perguruan tinggi?” ucap Ayah membuka percakapan. Kino menguraikan secara singkat rencananya masuk jurusan arsitektur. Ia menjelaskan kepada Ayah bahwa perhatiannya kini difokuskan pada matematika dan pengetahuan alam.

“Bagaimana dengan bahasa Inggris?”

Kino tersenyum kecut dan menunduk. Ia memang lemah di mata ajaran yang satu ini.

“Ayah dengar, mata ajaran itu diperhatikan pula dalam seleksi. Kalau kamu cuma pintar di matematika dan ilmu alam,
tetapi gagal di bahasa, ya…. kesempatan kamu berkurang.”

Kino diam saja. Sebetulnya, ia ingin mengatakan bahwa kelemahannya disebabkan oleh guru yang kurang pandai mengajar. Juga oleh kurangnya fasilitas di kota kecil ini. Di mana bisa membeli buku untuk latihan bahasa Inggris di sini? pikirnya.

“Bagaimana kalau kamu kursus di luar kota?” usul Ayah.

“Di mana?” Kino balik bertanya, “Lagipula bagaimana dengan biayanya?

Ayah tersenyum. “Jangan kuatir soal biaya. Ayah dan Ibu ada sedikit tabungan yang memang kami siapkan untuk membantu kamu mempersiapkan diri.”

“Tetapi di mana Kino bisa kursus? Apakah harus pulang-pergi?”

“Ayah punya teman di kota M, kamu bisa tinggal di sana sambil mempersiapkan diri.”

Kino memandang lantai rumah. Kota M adalah kota yang cukup besar dan sering diperbincangkan oleh anak-anak sekolah. Pada umumnya, kota itu memang menjadi tujuan bagi mereka yang ingin melangkah lebih jauh. Katakanlah, kota itu semacam tempat mengasah kemampuan, sebelum bersaing di kota-kota besar.

Di situ ada berbagai fasilitas pendidikan yang jauh lebih baik daripada di kota kelahiran Kino, termasuk kursus-kursus yang diselenggarakan sarjana-sarjana baru.

“Minggu depan, teman Ayah itu akan kemari. Nanti, kamu bisa ikut dia kembali ke M dan tinggal di sana 2 atau 3 bulan. Lalu, baru ikut ujian saringan perguruan tinggi. Setuju?” ucap Ayah.

Kino mengangkat muka, tersenyum lebar. Tentu saja ia setuju. Ia ingin sekali masuk ke perguruan tinggi, dan segala dukungan orangtua kepadanya sungguh membesarkan hati. Dengan cepat dan kuat, Kino menganggukkan kepala. Ayah tertawa sambil mengusap-usap kepala Kino.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Kapan kamu berangkat?” tanya Alma mendengar kabar dari Kino. Pemuda itu sengaja datang ke rumah pacarnya untuk memberi kabar tentang rencananya. Alma ikut senang, tetapi ia juga tiba-tiba menyadari bahwa akan ada perpisahan.

“Minggu depan. Ah,.. aku tak sabar menunggu hari itu!” jawab Kino riang, tak memperhatikan wajah Alma yang agak tersaput kekhawatiran.

“Lama sekali di sana…,” potong Alma. Tiga bulan bukan waktu yang sedikit. Sekarang, setelah menjadi pacar Kino, gadis ini merasa satu hari tak bertemu saja sudah menggelisahkan. Bagaimana harus menghadapi 90 hari tanpa Kino? Dengan siapa aku belajar?

“Aku memerlukan persiapan sungguh-sungguh Alma. Aku ingin sekali masuk perguruan tinggi, menjadi arsitek,” celoteh Kino bersemangat.

Ia sungguh tak melihat reaksi Alma. Ia lalu menceritakan impiannya, ingin merancang bangunan-bangunan yang indah sekaligus kokoh. Bangunan modern tetapi bernafaskan tradisi. Gedung tinggi, tetapi tidak kaku. Banyak sekali yang diinginkannya!

Alma terdiam mendengar celoteh pacarnya. Kini semakin jelas baginya, perpisahan dengan Kino tak akan bisa dihindari. Pemuda itu penuh ambisi.

Kalau ia belajar dengan tekun di M, Alma pun yakin pemuda itu akan berhasil masuk jurusan yang diimpikannya.

Ia tahu, Kino bukan anak yang menganggap enteng masa depan. Pastilah pemuda ini akan mencurahkan seluruh perhatiannya. Lalu, apakah ia akan melupakanku?

*** Cerita Cinta Dewasa ***