Cerita Cinta – Chapter 29 . Biji Salak [Part 2]

Chapter 29 . Biji Salak [Part 2]

 

 

[FONT=”Comic Sans MS”]Gw gak mengerti maksud fika berkata demikian kenapa. Sepertinya ada yang disembunyikan oleh fika. Malam itu berlanjut dengan obrolan-obrolan ringan sambil kita semua menyantap hidangan makan malam. Sebenarnhya gw kecewa dengan makan malam saat itu. Percuma gw berlibur ke thailand tapi tetap makan makanan eropa. Hingga ada suatu percakapan yang membuat gw terdiam.
Ayah Fika: fika, maret nanti ayah dan ibu akan balik kejogja untuk menyelesaikan sidang perceraian. Papah yakin kamu sudah dewasa untuk menerima hal ini

Fika: …..

Ayah Fika: rendi, tolong jaga fika ya

Gw: eh ? iya om
Wajah fika terlihat sangat muram. Beginikah sikap egois dari para orang tua tanpa memerhatikan perasaan dari anak ?. Sebenarnya dari perceraian ini perasaan yang paling tersakiti adalah si anak. Karena mereka akan hidup diantara 2 orang yang sudah tidak memiliki keterkaitan 1 dan lainnya. Gw mulai mengerti kenapa fika selama ini bersikap begini. Sosok yang terlihat kuat diluar tetapi sebenarnya didalam diri fika sedang terguncang saat ini. Beginikah kehidupan orang-orang kaya ? dibalik bergelimangkan harta, mereka mengorbankan sesuatu yang sangat berharga. “Hati”, sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Seusai makan malam gw dan fika langsung diantarkan balik kerumah oleh supir. Sedangkan ayah fika masih ada keperluan meeting dengan client. Didalam perjalanan fika dan gw hanya diam, gw bingung mau ngomong apa. Gw serba tidak nyaman, gw mengerti gimana perasaan fika saat ini. Sesampai dirumah fika langsung pergi kekamarnya, gw pun pergi kekamar gw buat rebahan. Tapi tetap aja hati ini tidak tenang, pengen gw ngebuat fika senang. Setidaknya ada hal yang bisa gw lakukan untuk saat ini membuat fika tersenyum.
*Kreeeeek* (suara pintu kamar terbuka)

Fika: Ren keluar yuk

Gw: eh, yuk.
Kita berjalan kaki menapaki malam dikota bangkok ini. Sekitar 30 menit fika belum bicara 1 kata pun. Gw memutar otak gw gimana caranya agar fika bisa merasa tenang. Gw berjalan disamping fika lalu gw pegang tangan fika. Erat, erat sekali. Seakan gw akan selalu ada disampingnya untuk menjaganya.
Gw:

Fika:
Fika tersenyum kepada gw, gw merasa sedikit lega. Setidaknya dia percaya kalau gw ada disini untuk membuat dia merasa lebih nyaman. Kita berhenti disebuah kedai minuman dipinggir jalan. Dikedai itu disebar meja-meja ditrotoar untuk menikmati minuman yang ada.
Fika: ice lemon tea kaf, lo ren ?

Gw: Sprite mbak
Saat minum fika masih belum mau ngomong, gw kembali pegang tangan fika. Tapi fika hanya tersenyum terhadap gw. Masih belum mau ngomong sepatah katapun. Sebenarnya gw yakin, ribuan kata ingin keluar dari mulut fika. Hanya saja dia belum bertemu orang terpercaya tempat menjadi curahan hatinya. Dekapan tangan gw masih belum bisa meyakinkan dirinya untuk mencurahkan isi hatinya ke gw. Gw kembali memutar otak gw, apa yang harus gw lakukan.

Gw: tunggu sini bentar ya fik

Fika: :
Gw menghampiri seorang pedagang dan gw gak tau dia dagan apa saat itu. Gw melihat dia sedang memasak “Biji Salak” didalam pasir hitam. Bentuk persis sekali dengan biji salak.
Gw: What this sir ?

Pedagang: : Peanut

Gw: sir, one sir please

Pedagang: (lalu dia memberikan aq sebungkus “biji salak” itu)

Gw: Can I pay with this sir ? (gw memberikan selembar uang 10ribu rupiah)

Pedagang:

Gw: I’m from Indonesia sir

Pedagang: Ooo, Indonesia.

Gw: yes yes, Indonesia. Can I get this ?

Pedagang: *mengangguk*
Gw membawa sekantong “biji salak” tadi ke fika.
Gw: nih

Fika: apaan nih ?

Gw: kata pedagangnya sih kacang, tapi gw baru lihat kacang segede biji salak gini. Gw kupasin ya ?

Fika: Hmmm
Saat gw bukakan buat fika, fika minta suapin tetapi tidak ngomong langsung. Dia membuka mulutnya untuk memberi tau kalau dia ingin disuapin. Gak nyangka kalau fika bisa berlaku semanja ini.
Gw: eh gw ada permainan. Mas mas sini ( gw berteriak kepada penjual kacang yang letaknya tidak jauh dari tempat kami duduk)

Pedagang: *menunjuk kearah dirinya*

Gw: iya sini (sambil gw melambaikan tangan gw)
Pedagan kacang itupun menghampiri kita.
Gw: Mas lo gila ya, masa jualan kacang segede biji salak. Jangan gila donk mas. Ntar kalau cowok makan kacang ini wajar lah mas, nah kalau cewek kek fika yang makan gimana ? misalnya ni kacang nyangkut ditenggorokannya lalu tumbuh biji salak ditenggorokan fika. Apa gak disangka ngondek nih fika ntar (omongan dan cara gw bicara bertolak belakang, jadi gw ngomong tentang kejelekannya. Tetapi tangan gw : dan mulut gw tetap tersenyum serta nada bicara gw yang seolah-olah kacang itu sangat enak)

Fika: :

Pedangan: $%^&*())(*&$#$%^&*()_+_)(*&%$#$%^&*()_+ *mengangguk sambil membalas senyum seolah sedang dipuji*
Pedaganpun tampaknya sangat senang sekali seolah dia mengerti apa yang gw bicarakan tadi adalah tentang kacangnya yang sangat enak.
Gw: Lo lihat kan ? lo mau ngomong apa aja bebas. Gak bakal ada yang ngerti disini. Tuh pedagang aja cuman ngangguk senyum-senyum seolah kacang dia enak. Padahal gak tau dia gw tadi ngomong apa.

Fika:

Gw:

Fika: Ren

Gw: hmmm ?

Fika: gw minta maaf ya soal tadi, gw bilang ke papah kalau lo pacar gw.

Gw: gak papa kok ( gw pegang kembali tangan fika)

Fika: gw boleh pinjam bahu lo gak malam ini ?

Gw: malam ini bahu gw tersedia

 

Created BY : Biji.Salax KASKUS