Cerita Cinta – Chapter 38. Rumah Mewah tak Bertuan

Chapter 38. Rumah Mewah tak Bertuan

 

Pagi itu masih ku habiskan tidur di atas sofa, terasa kepala ini berat dan pusing adanya. Sebab di kamar sudah ada stevy dari acara semalam yang membuat kami harus tidur sampai larut dini hari. Pedih sungguh mata ini terbuka sekedar untuk melihat jam yang tengah asyik berdenting berusaha membangunkanku, kutarik lah slimut ini kuat – kuat pertanda saya ingin tidur lebih lama lagi. Sungguh pun kemarin adalah malam yang panjang.

“Kha, Rakha, bangun yuk” tepuk Nabila di kaki berusaha membangunkanku.

“ini jam berapa Bil, mata gw masi pedih” berdusel saya pada itu pinggang Nabila.

“ini uda jam 8 Khaaa, duh kok malah molor lagi sih ni anak” keluhnya yang saat itu pasrah dengan duselanku.

Masih teringat jelas dalam keadaan antara sadar dan tidak, telinga ini mendengar sepotong dua potong kalimat yang dimana di dalamnya ia membicarakan tentang diriku. Namun masih berselimut ketidak pastian bahwa apa yang saya tangkap saat itu benar atau tidak, maka kalimat yang ia ucapkan adalah sebagai berikut.

“anda aja lo tau Khaa . . . . . . . . gw sebenernya . . . . . . banget sama lo. Awal . . . . itu gw . . . . kalo . . . . . ada di depan mata gw. Mungkin lo ga akan pernah . . . . . kalo sebenernya perasaan ini ga bisa . . . . . dengan yang laen. Andai saat ini lo . . . ., gw pingin . . . . . ke lo Kha, andai aja”

Ya, hanya sepotong dua potong kalimat itu yang sanggup saya dengar. Rasa kantuk itu sungguh pun menutupi kekuatan indra pendengar yang membuatnya menjadi terdengar samar – samar. Terasa jidat ini di usap olehnya seraya di sibakkan rambutku dan dengan suara yang alay dia membangunkanku kembali.

“Ciiiiindthaaaa, banguuuuuuun, bangund nggak !! akkuh cium nih kalo ndak bangund”

Sebentar, perasaan ini tiba – taiba saja terasa aneh. Saya harus bangkit dari rasa kantuk ini sebelum sesuatu buruk terjadi padaku. Bangun lah, bangun lah, dalam hati saya berjuang sekuat tenaga dan apa yang saya dapati benar adanya.

“WAAAAANJREEEET LOH STEP ??!!” saya terjatuh dari sofa.

“Lo pegang – pegang jidat gw jugak, AAArrrrrgh !! mesti junub nih gw, FAAAAK !!” omelku pada Stevy tak karuan

“kamuh sih ndak buru bangund, untung belon ta cium, hahay !!” sialan itu sangat gembira pemirsa.

“Rakha udah jangan treak – treak gitu, buru mandi trus berangkat rumah gw” ujar Nabila sambil menuruni anak tangga.

Masih dalam keadaan sedikit belum sadar, saya berfikir lantas siapa gerangan yang tadi berbincang di sampingku, mengusap jidat ini dengan mesranya dan tiba- tiba, muncul seonggok banci di sini. Namun saya yakin tadi itu adalah Nabila, tapi kenapa tiba – tiba jadi Stevy yang barada lebih dekat denganku. Sudah lah saya tidak mau ambil pusing lagi, yang jelas sehabis ini saya harus mandi kembang tujuh rupa.

Pukul 09.00 Am semua sudah siap, mulai dari fany, Stevy serta Nabila semua sudah berdandan rapih. Meluncurlah diri ini ke rumah Nabila yang berada di kota Bandung sana jauhnya. Perjalanan cukup kami tempuh selama 3 jam kurang lebih. Hingga sekitar pukul 12.20 PM saya benar – benar singgah pada sebuah rumah yang bila saya gambarkan, rumah itu seperti,

Istana . . .

Rumah Bila ternyata ada 2, satu di Jakarta tempat berkumpul ayah dan ibunya, sedangkan di bandung adalah rumah dia yang lama. Adek – adek Bila lebih memilih tinggal di bandung sebab kondisi di Jakarta tak jauh beda dengan rumahnya di Bandung, yang mereka temui adalah kesepian.

“salamualaikum, aku pulaaaaang . . .” salam Nabila terasa sendu.

“loh neng Bila udah pulang, sama siapa atuh neng tumben bawa temen banyak ke mari ?” Tanya pembantu bila yang lebih akrab di panggil si Mbok.

Beliau sudah 50 tahun usianya, mengabdi pada keluarga Bila sudah 25 tahun lamanya. Sejak bila belom lahir pun si Mbok sudah berada di rumah ini. sungguh pun saya sangat salut dengan sebuah pengabdian macam ini. maka tak heran kenapa Bila jauh lebih dekat dengan si Mbok di banding ibu kandungnya sendiri. Hanya satu hal yang saya tangkap dari hubungan baik Bila dan si Mbok di sini sodara,

“Bahwa setatus tidak akan pernah menentukan kualitas sebuah hubungan, Maka hubungan lah yang akan memperkuat setatus kita dengan seseorang”

“ini temen – temenku dari T.A sama Kediri mbok, kalo Fany dah basi di sini ya. Oiya mbok yuk buatin minum buat mereka” ajak bila pada Mbok seolah ibunya sendiri.

“enak aja ni monyet ngomong gw basi, angga sama anggi mana Bil, gw kangen nih” siapa kah gerangan kedua nama yang di sebut oleh Fany.

“palingan di kamar atas baru pulang TK mreka” saya rasa mereka adalah kedua adek – adek Bila yang kini tengah duduk di bangku taman kanak – kanak.

Stevy lebih memilih tepar di atas sofa empuk yang berada di ruang tengah depan televisi. Sedangkan saya lebih asyik untuk menelusuri seluk beluk rumah itu yang jika di bandingkan dengan rumah saya, maka seisi rumah saya hanyalah jadi halam depan rumah Nabila, itu pun belum di hitung bersama taman yang mengelilinginya. Anda biasa saja ? maaf saya sangat kagum dengan hal ini.

Begitu luas rumah ini, bahkan teramat sangat luas untuk 4 orang di dalamnya. Terlihat bagaimana orang tua Bila membesarkan anak – anaknya dengan mainan taman yang di rasa dapat mengganti kasih sayang orang tua. Ini sungguh saya sangat miris melihat keadaan rumah mewah nan megah itu tapi di dalamnya bagai makam angker tak bernyawa, sama seperti perasaan Bila dari luar terlihat bahagia namun sangat rapuh di dalamnya. Apa arti rumah seluas ini jika tanpa kasih sayang orang tuanya. Sungguhpun saya sangat tertegun memandang rumah ini hanya ada Bila, Mbok dan kedua adek – adeknya. Ya, itu lah penghuni yang selalu setia menempati rumah ini.

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS