Cerita Cinta – Chapter 46. Tamu Tak Di Undang

Chapter 46. Tamu Tak Di Undang

 

Pagi ini adalah hari kedua ku di kota Hujan, masih bertemankan Fany Stevy Bila dan juga Doni, kami masing – masing tidur dalam doom yang sama di tiap jenisnya. Meski kami harus berpindang ria sebab pola tidur kami bak ikan pindang mau di pepes saja, termasuk Stevy yang lebih memilih bersebelahan denganku malam itu. Lagi – lagi saya bangun terlebih dulu pagi ini, kulihat Dony dengan mesranya menggantikan posisiku yang semula berada di sisi Stevy kini mereka mulai saling rangkul satu sama lain. Anggap saja Doni sedang mimpi Fany, namun jika didapati di depan matanya adalah Stevy, saya bisa jamin bakal berubah jadi bakwan jagung itu muka banci.

Kuhirup udara segar pagi itu, sejuk merajuk di dalam dada. Di sekitarku kulihat hanya ada pohon dan pohon, sebab diri ini memang tengah champing di pinggiran hutan namun masih dekat dengan vila. Kucoba menghampiri tenda milik Fany, kuintip dengan otak mesum kali saja mereka berdua tengah rekaman video terbaru yang lumayan bisa bikin fantasi. Fany masih dengan dengkurannya yang teramat menjijikkan untuk di dengar sebagai seorang wanita. Entah apa yang membuat Doni betah namun inilah kenyataannya. Sedangkan Nabila saat itu tengah . . .

Tengah tak ada ?

Tumben sekali sesama kebo ia terbangun lebih dulu dari tidurnya. Padahal semalam kami memulai jam tidur di waktu yang sama namun beda tempat. Kutanya Fany yang tengah asyik dengan dengkurannya seperti motor diesel bertenagakan kekuatan seribu kuda.

“Fan, Fan, btw Bila di mana ??” tanyaku sambil menggoyang – goyangkan tubuh Fany.

“ng . . . apa Kha ?? Bila ?? ga ada ya di tenda ?? cari aja di vila coba” usul Fany yang kemudian di lanjutkan kembali dengan acara dengkurannya.

Usai saya cek di vila ternyata tidak ada, terasa perasaan tidak enak segera menimpa diri ini. maka dengan cerdas cermat saya segera mencari informasi kepada penjaga vila, barangkali mereka tau kemana Bila pergi.

“pak, ngliat temen cewek saya yang rambutnya bergelombang warna coklat itu gak ??” tanyaku pada penjaga vila yang pagi itu tengah berteman akrab dengan secangkir kopi.

“gak tau dek, tapi tadi mbak yang jaga di dalem sempet bilang kalo ada temennya neng fany yang mampir ke kamar trus pergi lewat pintu belakang vila pas subuh tadi dek” tutur pak kebun sambil menghisap secangkir kopi.

Perasaan ini mendadak kacau, seolah seseorang membatin hatiku. Entah apa yang saya rasakan pagi itu, saya merasa sangat takut berlebih hingga lutut saya sulit untuk di gerakkan. Dengan pertanda ini, maka saya yakin tengah terjadi sesuatu terhadap Nabila. Segera saya bangunkan seisi tenda dan saya kabari mereka perihal hilangnya Bila pagi itu. Namun mereka acuh tak percaya, mereka beranggapan bahwa Bila sedang pergi tak jauh dari situ dan sebenter lagi pasti kembali. Kenapa mereka berpikir seperti itu saya tak heran, sebab mereka menggunakan logika, sedangkan saya beda.

Di pagi hari itu juga saya putuskan untuk mencari sosok bila di sekitar hutan yang saya ketahui. Bermodalkan nekat dan tas berisi makanan serta peralatan seadanya, saya meluncur begitu saja tanpa handfone sebab saya tengah lupa. Masuklah diri ini ke dalam hutan pagi itu dengan berucap bismilah semoga saya pulang dengan selamat sampai tujuan. Kuterjang semak belukar yang mnutupi lebatnya hutan itu, kusibak dedaunan yang menjadi pembatas pandanganku. Kulihat nun jauh di sana tidak juga kudapati sosok seseorang. Kutriakkan nama Nabila berkali – kali di tengah hutan hingga suara saya habis namun tetap saja nihil hasilnya, Bila tak kunjung ku dapati.

Tanpa terasa bayang – bayangku berada tepat di bawah tubuh, pertanda ini sudah tengah hari pikirku. Sungguh lelah itu belum bisa terobati jika tak bertemu Bila sesudahnya. Sambil beristirahat di atas batu, perut ini mulai memainkan musik orchestra di dalam lambung saya. Maka roti adalah bekal terbaik yang saya punya. Merasa kelar dengan urusn istirahat maka saya lanjutkan pencarian bermodal nekat ini. lama ku cari namun jutru saya merasa bahwa saya sendiri yang tengah hilang di hutan. bisa jadi apa yang Fany ucapkan adalah benar. Lantas apa yang saya rasakan tadi, sungguh terasa aneh diri ini hingga bulu kuduk saya tanpa sadar berdiri.

Karena tak mau mati konyol, sebagai muslim saya panjatkan beberapa doa seperti yang di ajarkan oleh leluhur sebagi doa meminta pertolongan. Saya lafadzkan itu dzikir berkali kali hingga akirnya hati saya bergetar untuk kedua kalinya. Terasa hati ini merasakan takut teramat sangat. Sampai tanpa terasa saya meneteskan air mata solah merasakan ketakutan seseorang. Saya ikuti kemana hati ini pergi, saya sudah gelap dengan itu yang namanya sahabat sudah tak ambil pusing.

Jauh saya berjalan tiba – tiba terdengar rintihan di balik batang pohon teramat besar. Apa lagi ini pikirku. Tetap berfikir positif akan apa yang saya temui, saya coba beranjak mendekati arah suara tersebut. Dan yang benar saja sodara demi tuhan ini nyata adanya, Bila terlihat amat sangat pucat tak berdaya sandaran di dinding pohon dengan memegang seuntai mawar merah. Dengan meratap penuh haru dan tangis saya peluk itu Nabila dan segera menyadarkannya, sebab saya takut jika tidak segera di sadarkan, malah bisa kalap jadinya.

Bulu kuduk ini merinding dengan hebatnya ketika pertama kali kusentuh tubuh Nabila, lemas tak berdaya itu sudah terlalu menggerogoti tubuhnya. Dengan sisa tenaga yang ia punya, maka kutanya beberapa hal sambil kugotong berjalan dengan sedikit terseret kakinya di tempeli beberapa lintah yang sebelumnya sudah saya bersihkan.

“Bila lo ini kenapa, kok bisa jadi kaya gini ya tuhaaaaan” keluhku masih menenteng Nabila berjalan.

“gw tadi ketemu Rangga Kha”

Dengan berucap penuh gemetar Bila menuturkan, sedangkan saya justru ingin pingsan ketika menyebut nama Rangga untuk di ucap. Yang benar saja, Rangga itu sudah tiada, bagai mana mungkin Bila bertemu dengannya. Ini pasti ada yang tidak beres dengan Nabila. Maka dengan tidak banyak cincong saya segera tenteng Nabila semakin cepat. Tardengar adzan asar sudah berkumandang sore itu, pertanda saya sudah dekat dengan vila. Namun sesampai saya di Vila, jam yang saya lihat menunjukkan pukul 05.30 PM. Berarti ini adalah adzan magrib.

Saya serahkan Bila kepada Fany yang di sambut teriakan histeris bercampur tangis seolah Fany menyesal akan apa yang tengah terjadi pada Nabila. Doni dengan segera menggotong Bila di bantu oleh Steve yang saat itu Bila suda tak sadarkan diri menuju kedalam kamar. Sedangkan saya, hampir pingasan di ruang tamu tengah karena kecapaian.

Namun kengerian ini tidak berhenti di sini saja, . . .

sebab Bila tak sendiri . . .

Pasalnya saya membawa tamu tak di undang yang ikut masuk kedalam tubuh Nabila.

 

Created BY : rakhaprilio KASKUS