Cerita Cinta – Chapter 80. Jebakan Betmen Jovanda

Chapter 80. Jebakan Betmen Jovanda

Ini adalah semester 4 awal, semester yang di muali di awal tahun 2009. Ya, saya masih ingat jelas semua rincian kejadian di tahun itu. Hari – hariku kini ku mulai dengan Jovanda, dan kututup dengan Jovanda pula. Hubungan kami makin membaik dan terus membaik bertambah mesra di setiap waktunya. Saya sudah mulai terbiasa hidup tanpa Nabila, sebab semua kenangannya telah saya buang di tahun sebelumnya. Kenangan itu, canda itu, cium itu, tawa dan tangis semua saya tinggal bersama tahun yang telah berganti ini. biarkan kenangan itu tetap bermain di sana, dan ku mohon jangan usik hidup ini walau sedetik saja. sebab saya telah bahagia dengan yang lain, yakni Jovanda.

Siang itu rektorat terlihat hiruk pikuk dengan acaranya yang selalu di padati oleh mahasiswa. Sebab saya tau ketika melintas di depan kala pagi harinya. Entah apa yang mereka lakukan di sana, saya tak pernah mau tau menau dengan urusan para orang berdasi yang mempunyai image kurang baik di mata saya. Usai melakukan kontrak perkuliahan dengan para dosen baru, siang itu hape saya berbunyi ceria tanda nada dering Jovanda yang menyapa. Dengan cekatan saya angkat itu telfon darinya dengan isi sebagai berikut.

“sayang kamu nde mana sekarang ??” tanya Jovanda dari seberang telfon.

“lagi di GKB (gedung kuliah bersama) yank, da apa ??” tanyaku santai sambil berjalan menuruni anak tangga.

“kamu ke rektorat ow sekarang, aku ada perlu yank sama kamu, bruan yah” jawabnya dengan sedikit buru – buru.

“loh ada apa emang, kok buru – buru gitu kayanya ??”

“udah yank, pokok aku tungguin skrang di lante tujuh ya, buruan !” hanya dengan perpesan seperti itu maka saya tak bisa menjawab tidak atau iya, yang jelas saya akan bergegas kesana.

Dari gedunng GKB ke rektorat sangatlah dekat. Hanya dengan berjalan beberapa kaki saja pastinya saya sampai dalam 10 menit cepatnya dan segera saya naiki itu lift agar cepat sampai di lantai tujuh. Usai sampai di sana, justru tak saya dapati siapa – siapa di lorong ruangannya. Akirnya saya sms itu Jovanda hingga akirnya ia keluar dari salah satu ruangan dekan. Sambil loncat – loncat kegirangan tak jelas ia menggandeng tanganku dan menarik saya masuk dalam salah satu ruangan berAC milik para orang berdasi. Akankah saya melakukan party seks di sini bersama Jovanda, atau jangan – jangan saya akan melakukan oral di tempat yang tersembunyi di ruangan dekan sambil di rekam ? semua bayangan saya salah. Saya tengah berada di kerumunan bekas rapat para dekan yang di sana saya lihat ada sebuah piano tertutup rapi dengan seseorang berkumis lebat sedang duduk di sampingnya. Yang kemudian saya amati itu ternyata adalah,

Ayah Jovanda . .

Ketua Dekan Fisip . .

Orang nomor satu di Sosiologi . .

“Pah ini Rakha, kenalin. Katanya tadi pengen nyanyi di iringin piano, hehehe” tutur manja Jovanda kepada sang ayah seolah ini adalah jebakan betmen bagi saya.

“hay dek Rakha, bisa maen piano ya” tanya camer bersemangat.

“oh iya om, mau nyanyi ya om, ayo saya iringi, lagunya apa om ??” jawabku langsung tanpa basa – basi lagi.

“wulan merindu bisa dek, om pingin lagu jadul ini” sahut camer dengan buku lagu yang di suguhkan.

Maka, berduetlah antara player dengan penyanyi dadakannya yang tidak lain tidak bukan adalah calon mertua saya sendiri. Ini adalah kali pertama saya melakukannya dan bertemu langsung dengan camer. Kumis itu sungguh lebat, namun tak selebat rambut Jovanda. wajah itu memang tampan, numan masih cantik mutlak milik anaknya. Entah bagian dari mana yang di turunkan ayah Jovan kepada anaknya hingga Jovanda memiliki paras yang begitu cantik beda dengan ayahnya. Kagok itu ada, nerfous itu pasti. Jika boleh saya memilih, saya lebih memilih untuk mengiringi presiden SBY menyanyikan lagu indonesya raya ketimbang harus beradu mental dan batin mengiringi sang camer dengan lagu Wulan Merindu. Entah siapa yang tengah di rindukan sang camer, yang jelas saya panik dan gugup.

Acara sing song itu usai, semua tamu yang bergoyang ria mendengarkan suara camer beserta pianisnya kini telah pergi satu persatu. Sambil menunggu di salah satu meja, camer mendekatiku sambil ngobrol mengenai kuliah dan tentunya status yang tengah saya usung bersama anaknya. Di saat seperti ini saya butuh Jovanda untuk menamani menghilangkan rasa gugup, ia justru tengah sibuk mengambilkan makanan di meja depan jauh jangkauannya dari saya. Maka kode – kode pun tak mungkin sampai untuk memberitahunya temani saya di sini.

“Dek Rakha ambil apa di fisip ?? katanya tadi temennya Jovanda ya ??” tanya camer sambil sesekali menghisap rokok.

“saya ambil Sosiologi om, sama kaya Jovan satu kelas” jawabku dengan sedikit takut.

“oh, gitu, . . ayahnya di rumah kerja apa dek ngomong – ngomong ??”

“ayah pegawai negri tingakt KSK om, kerja di BPS”

“Badan Pusat Statistik itu ya, trus mamah di rumah aja ??” dengan memper jelas kemudian camer bertanya kembali.

“iya om mamah di rumah, buka salon gitu om” jawabku berubah menjadi rasa malu.

“wah enak dong tiap hari nyalon. Hahahaha, kalo om kesana gratis ya dek, hahahaha. Oiyha, Dek Rakha sekarang ini kayaknya lagi deket ya sama Vanda ??” ini dia pertanyaan yang saya tunggu – tunggu.

“deket ?? gak juga sih om, cuma sering berdua aja. Hehehehe . . .Eh ??!!” jawabku memancing pertanyaan berikutnya.

“om sih jadi orang tua terserah Vanda mau sama siapa aja yang penting dia anak baik – baik dan asal usulnya jelas. Jadi kalo mau pacaran ya yang sewajarnya aja” jawab camer sambil menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dengan menghirup rokok dalam – dalam.

Apakah ini pertanda lampu hijau pemirsa, sungguh hati ini terasa gembira. Jika saya bisa loncat kegirangan maka sudah saya loncat saja waktu itu. Namun sikon saat itu masih ada sedikit orang dan beberapa rekan ayah jovanda, sehingga niatan saya untuk loncat kegirangan, saya urungkan sementara. Tak lama Jovanda datang menyusul saya dan mulai merapat mendekati sang ayah. Dengan gaya manja nan centil ala Jovanda punya ia berbincang memergoki ayahnya.

“hayooooo, papah ngomongin apa sama Rakha, !!!!” tanya Jovanda usil di samping sang ayah.

“ah kamu nda, mau tau aja. Ya tanya aja Rakha sana . .” tunjuk muka sang ayah kepadaku.

“tadi ngomongin apa Yank, EH SALAH !!!” ia pun muali keceplosan memanggil saya dengan embel – embel sayang.

“wah bener ini dugaan papah, hayo kamu yang ngaku sekarang nda, !! hahaha” tak mau kalah sang ayah pun mulai memojokkan anaknya sendiri.

“ah papah apaan sih, nda usah kepo gitu deh. Rang anak muda juga kok. Ya kan Kha, dah ah aku duluan aja pah sama Rakha, mau ada urusan. Kan acara sing songnya uda kelar” pamit Jovanda secara terburu – buru sebab ia tak ingin di introgasi lebih dalam lagi.

“iya hati – hati. Sms papah kalo mau pulang sore” sahut sang ayah sebelum membiarkan anaknya pergi.

“Kha, om titip Jovan ya” teriak sang camer melambaikan tanganya.

“owh, pasti om !!!!” jawabku sebelum keluar dari ruangan berAC itu.

Masih dengan persaan gembira dan salah tingakah sebab hanya dengan kata – kata seperti itu bisa di pastikan bahwa hubungan kami telah mendapat lampu hijau dari orang tua Jovanda. mulai dari sini, saya semakin memantapkan hati bahwa untuk kedepannya harus segera membuat plaining hidup ini bersama Jovanda agar nantinya berujung pada sebuah pelaminan. Apakah saya terkesan muluk – muluk, sudah lah tak apa, sebab terkadang berandai – andai setinggi mungkin itu juga perlu agar kita mempunyai mimpi yang tinggi dan segera ingin mencapainya.

Created BY : rakhaprilio KASKUS