Cerita Cinta – Chapter 81. Mau tak Mau Saya Harus Mau

Chapter 81. Mau tak Mau Saya Harus Mau

Beberapa hari yang lalu saya telah bertemu secara langsung dengan ayahanda Jovanda. beliau ramah, suka bercanda dan tentunya rajin menabung. Eh, maaf saya juga tidak tau masalah beliau rajin menabung atau tidak. Singkat cerita saya di pertemukan dengan sengaja oleh Jovanda kepada sang ayah. Entah apa maksud di balik semua ini, untungnya beliau cukup marasa nyaman dengan keberadaan saya. Terlebih lagi jika sedang sing song bersama, saya dan beliau bagai pasangan pedangdut dengan musik asolole yang bisa membuat irama asek – asek jhos. Penasaran dengan respon lebih lanjut mengenai ayah Jovanda, maka saya tanyai itu Jovanda ketika usai kuliah sore di depan gedung GKB.

“yank, btw kmaren itu respon papah kamu ke aku gimana ya ??” tanyaku sedikit meragukan.

“lha yang kamu rasain gimana ta yank” ujarnya balik bertanya.

“ya beliau sih ramah, trus enak di ajak ngobrol. Suka becanda juga to the point gitu ya ??” jawabku sambil mengingat sifat beliau.

“papah emang enak gitu orangnya yank, dah kaya temen sendiri. Cuman ya tetep mesti bersopan santun” jelas Jovanda sambil sandaran di dekatku.

“iya juga sih, lha trus klo tentang hubungan kita apa papah tau ??” tanyaku sedikit penasaran.

“dah tau kok, hehehehe” dengan cengar cengirnya ia berkata padaku.

“lah trus respon papah gimana ?? suka nggak sama aku ??” gugup sudah diri ini mengetahui hal seperti itu.

“sjauh ini sih papah fine – fine aja sama kita yank. Ga ada pesan pesan kusus buat nglarang kita. Cuman kalo pacaran yah sewajarnya aja jangan berlebihan. Itu aja pesennya” jawabnya santai sambil memandangku mesra.

“owh, jadi dah lampu ijo nih. Mank pacaran yang gak wajar itu kaya gimana sih yank ?? misalnya kaya aku nemenin kamu lg mandi gitu tah ?? wahahaha . .” tanyaku sambil menertawakan Jovanda.

“yeeee, itu mah masih wajar yank. Kalo udah maen kuda – kudaan tuh yang ga wajar. Aku sih nganggepnya gitu”

“berati kalo cuma oral doang boleh dong yank, waaah . . . asek !!!” langsung mesum saja ini otak mendengarnya.

“itu sih mau kamu aja yank pengen di oralin. Iya kan hayo ngaku gak . . . hayooo” dengan memojokkan saya ia mencecerku dengan perkataannya.

“halah gak juga, masih kuat iman kok. Oiya, bunda sama ayah minggu depan rencana mau maen ke Malang katanya. Tapi bukan buat nyambangin aku. Bunda ada urusan datengin wisuda kakak ponakan” tuturku santai kepadanya.

“cieee yang di datengin ortunya, kenalin dong yank. Kan kmren kamu udah aku kenalin ama papahku” dengan manjanya ia meminta padaku.

“ya kalo jadi di ajak ketemuan yank, kalo enggak ?? ya ngarep aja deh”

“ya moga aja ada waktu buat ketemu anaknya lah yank. Kan pastinya ortu kalo maen ke kota tempat anaknya kuliah pasti bkal di sempetin mampir kok” tuturnya lembut mengingatkanku akan sifat keibuan yang di miliki bundaku.

“iya juga ya, coba deh tar aku hubungin bisa ketemu apa ndak” jawabku masih santai sambil mengajaknya bergegas untuk pulang.

Ini adalah hari sabtu, dimana sebelumnya bunda telah mengabari saya bahawasanya beliau akan ke kota Malang pada hari itu. Maka saya dengan santainya tenang saja tak berharap bnyak bahwa saya akan bertemu dengan bunda pada hari itu, sebab ketika saya bersmsan ria dengan bunda, beliau bilang bahwa tidak janji untuk mampir ke kosan sebab akan ada acara jalan – jalan dengan keponakan yang secara tidak terjadwal membuat waktunya terbagi antara saya dan saudara yang lainnya. Sehingga dengan datangnya kabar tersebut, saya tidak masalah jika hari ini di ajak sang pacar jalan – jalan ke Matos ( Malang Town Square ) untuk sekedar refreshing dan cuci mata sambil ngopi di Coffe Toffe. Ya, itu adalah tempat favorit saya untuk nongkrong bersama Vanda ketika berada di sana dan sudah letih untuk jalan – jalan. Maka siang pukul 02.00 PM itu, berangkatlah saya jalan – jalan bersama Vanda ke Matos dengan motor bebek kesayangan saya.

“yank, btw katanya minggu ini bundamu maen ke Malang, jadi apa enggak ??” tanya Jovan yang masih asyik menjilati es krim sambil jalan menggandeng tangan saya di Mall.

“iya jadi kok, tadi pagi udah smsan” jawabku singkat sambil melihat – lihat alat musik.

“lha trus, jadi maen ke kosanmu ga yank ??”

“ga tau yank, ya ntar pokok kalo jadi ketemu, bunda bakal sms katanya, gitu . .” jelasku menatap wajah imut Jovanda yang seperti anak kecil ketika makan eskrim.

“kalo ada waktu kenalin dong yank sama camer, heheheh . . . yayayaya” pintanya manja sekaligus genit menggodaku.

“mank kamu berani ketemu bundaku ?? beliau galak yank, ndak suka sama cewek cantik kaya kamu. Hahahaha !!” jawabku asal kibul pada Jovanda.

“ah, . . yang serius dong yank, mana ada camer ndak suka ama menantu yang cantik !?” jawabnya ketus terpancing bualanku.

“hahahahahah, ya gak lah sayang. Bunda pasti suka kok sama kamu. Percaya deh !!” sambil membelai rambut lurus Jovanda, saya menyakinkannya.

Kami berjalan dari lantai satu hingga lantai tiga putar sana putar sini. Lihat barang ini itu tanpa ada barang yang kami beli. Sebab kami jalan di sana dengan tujuan cuci mata dan untuk kesehatan juga tentunya. Sedangkan kebiasaan Jovanda untuk belanja di butik – butik mahal sudah saya batasi dengan tujuan untuk mengubah pola belanja dia yang bisa terbilang boros. Meski tak jarang saya di paksa untuk membeli barang yang ia inginkan dengan uangnya, namun sebisa mungkin saya akan larang dia jika ingin membeli barang yang tidak sesuai dengan kebutuhannya. Sebab saya selalu mengajarkan padanya bahwa belilah barang yang sekiranya di butuhkan, sebab barang yang kamu beli karena keinginan, sebenarnya itu adalah pemborosan. Kembali pada saat dimana saya dan dia sudah mulai kelelahan, maka tempat tujuan terakir kami adalah nongkrong di Coffe Toffe untuk sekedar ngopi sambil melepas penat. Tengah saya berjalan menuju Caffe yang hendak saya tuju, hape ini berdering mesra ada panggilan dari bunda.

“hallo Asalamualaikum, Rakha kamu sekarang lagi di mana nak ?? bisa susul bunda sekarang gak ??” tanya langsung dari bunda di seberang telfon.

“walaikumsalam, . . nyusul bunda di mana emang ??” tanyaku santai sambil jalan menuju caffe.

“nyusul di mana ini yah, ??” bisik bunda terdengar kepada ayah.

“di caffe topi topi Nak, bisa ke sini ??” jawab bunda kebingungan untuk berucap lafadz bahasa inggris.

“hah, caffe apaan tuh bun ?? di mana tempatnya ??” masih belum jelas dengan perkataan bunda, maka saya kembali bertanya.

Kaki ini masih terus berjalan hingga saya berhenti di depan caffe Coffe Toffe untuk sesaat menyelesaikan telfon dengan bunda. Namun di tengah saya masih bercakap dengan bunda perihal tempat yang saya tuju, dengan wajah tak berdosa Jovanda bertanya pada saya yang saat itu tengah berbicara dengan bunda melalui via telfon.

“yank, itu kamu telfon jangan – jangan sama ibu – ibu itu yah ?? sebab aku amatin, topik pembicaraan kamu nyambung banget ama ibu – ibu itu tuh ??” sahut Jovanda polos sambil menunjuk orang yang di maksud.

Dan ternyata, ibu – ibu yang di maksud jovanda itu tidak lain tidak bukan adalah ibu saya sendiri. Ya, itu bunda saya yang tengah di tunjuk oleh Jovanda. saya kaget, sudah pasti. Gugup, itu jelas. Kenapa saya keget dan gugup ?? bayangkan saja jika kita sedang berjalan di Mall dengan pacar yang belum pernah kita kenalkan pada orang tua kita dan kondisi saat itu saya tengah berada di satu tempat yang sama dengan orang tua kemudian secara bersamaan saya harus menemuinya, sedangkan di samping saya saat ini sudah jelas ada Jovanda. Haruskah saya mengabaikan permintaan bunda untuk menemuinya, tentu saya tak mau menjadi anak durhaka. Haruskah saya membiarkan Jovanda sendirian di mall tanpa mengajaknya bertemu dengan orang tua saya, tentu saya akan menyakitinya. Maka hal – hal seperti itulah yang mucul ketika saya di hadapkan dalam kondisi yang tak mengenakkan ini. maka dengan beraninya saya putuskan untuk . . .

Created BY : rakhaprilio KASKUS