Cerita Cinta – Chapter 83. Tentang Perasaan Seorang Bunda

Chapter 83. Tentang Perasaan Seorang Bunda

Sepulang dari kediaman Jovanda semalam, memang hati ini merasa yakin tentang apa yang harus kami jalani terlebih dahulu. Namun rasa gelisah nan kawatir itu tentu masih ada membekas di hati seiring bergulirnya waktu. Maka di pagi hari ini saya bangkit dari ranjang saya dengan malasnya untuk sekiranya persiapan kuliah yang sebentar lagi akan berlangsung. Usai mandi, saya tengah mengenakan pakaian dan hape di atas ranjang itu berbunyi dengan kerasnya membuat saya untuk segera mengangkatnya yang ternyata itu telefon dari bunda.

“Halo salamualaikum nda, da apa pagi – pagi gini telfon. Tumben ??” tanyaku dengan nada malas dari telefon genggamku.

“mau berangkat kuliah ya nak ??” terlihat bunda terasa basa – basi.

“iya nda, setengah jam lagi mau berangkat. Da apa ta ??” tanyaku sekali lagi.

“yang kemaren itu beneran pacar kamu ya Kha ?? sedikit penasaran bunda bertanya menganai status Jovanda.

“iya nda. Dah dapet nembulanan ini. sebenernya kmren sempet jadian trs putus. Ga lama balik lagi. Da apa nda kok tanya gitu ??”

“ya gak papa sih Kha, bunda Cuma pingin mastiin aja dia siapa”

“trus kalo udah jelas dia pacarku gimana nda ??”

“gimana apanya Kha ?? hm . . .??” tutur bunda merasa bingung.

“ya bunda gimana sama dia, kan bunda kdang kalo ndak suka sama orang suka ngomong di belakang” keluhku terasa berat meminta keadilan.

“ohh itu, hahahahaha, . . bunda ga masalah kok Kha sama pacarmu itu. Bunda cocok – cocok aja kok. Lha kamunya gimana ngejalaninnya ??”

“ya aku sih sayang sama dia bun, cuman kalo bunda ga support, ya aku mundur aja nda. Dari pada di pertahanin tapi ga dapet restu dari bunda kan aku juga ga mau. Maaf nda kalo sblumnya aku ga bilang bunda jadian sama dia”

“udah jalanin dulu Kha, bunda support kamu kok. Ya sebenernya kalo boleh jujur bunda ada orang yang ngerasa cocok buat kamu sebelumnya”

“loh, siapa nda ?? bunda kok ga bilang ?? kenalan anak temennya bunda ya ??

“loh bukan Kha, yang dulu bunda pernah bilang ke kamu itu lho, masa lupa . . ??”

“siapa nda ?? aku ndak inget . .”

“temen kamu yang pernah maen ke rumah nak , . . ya Allah masa lupa sih ?? gimana lo sama temen sendiri kok lupa.

Bagaimana saya tidak mau melupakan Nabila, orang dia sudah minggat jauh terbang di Austria sana dan saya sudah los kontak sama dia sejauh ini. meski sempat dengar kabar dari Fany, yang jelas ia tak pernah punya kemauan untuk mengubungi saya secara langsung. Jadi dri mulut Fany saya sering dengar itu kata salam dari Nabila di sana. Maka saya acuhkan itu wanita, saya sudah tak mau di sibukkan lagi dengannya yang telah meninggalkan saya.

“maksud bunda Nabila ??”

“iya lah Nabila, emang mau siapa lagi coba”

“kok Nabila sih bun ?? dia udah minggat gak di Malang lg sekarang” dengan malasnya saya menjelaskan hal ini.

“kalo Nabila itu anaknya gampang akrab Kha sama orang – orang rumah. Dia itu kaya tipikal cewek yang suka ngalah n nurut sama suami kalo udah jadi istri nanti. Jadi bunda ngrasa dia cocok sama kamu. Loh emang ada apa dia kok gak di Malang lagi ??”

Padahal hanya tiga hari Nabila di rumah tapi sekilas bunda tau mengenai sifat Nabila yang suka mengalah ini. Entah bagaimana bunda mengetahuinya, yang jelas felling seorang ibu itu tak pernah salah mengenai calon pendamping untuk anak – anaknya.

“ah bunda sok tau tuh. Bila gak gitu juga kok. Dia sekarang di Austria bun, udah ah aku males bahas dia. Dah ya bun, aku mau berangkat kuliah dulu” tuturku ingin mengakiri pembicaraan.

“yaudah, ati – ati di jalan ya nak, salam buat Jovan”

“iya bun, salamualaikum”

“walaikum salam”

Saya berangkat kuliah, seperti biasa bertemu dengan anak – anak dan usai perkuliahan pagi itu saya dan Jovanda selalu bersama di kampus untuk mencuri pandang setiap insan yang ada dengan berduaan mesra di kantin tercinta. Maka dengan ini saya ingin ungkapkan kepada Jovanda mengenai respon bunda terhadap hubungan yang tengah saya bangun ini, tentunya ini akan berbunga indah, namun tetap saja hati ini terganjal oleh perkataan bunda mengenai kecocokannya dengan Nabila. Jadi jika boleh saya jabarkan di sini, bunda merasa cocok dengan Jovanda, namun lebih cocok lagi jika itu adalah Nabila. Dan masalah kota yang dulu pernah bunda ungkapkan waktu saya esema, kini tak lagi di permasalahkan. Bagaimana tidak, lihat saja dari mana Nabila berasal, ia dari Jakarta. Namun dengan santainya bunda malah merasa lebih cocok dengannya ketimbang Jovanda yang masih satu jawa timur dengan saya.

“yank, tadi aku di telfon bunda loh . .” ucapku sambil minum jus jambu di depan kantin dudukan dengan Jovanda.

“oh ya, trus bahas apa bunda ??” sahut Jovanda sedikit penasaran nan merapat.

“bahas tentang hubungan kita yank . . ehm” dengan pura – pura berekspresi sedih saya mencoba mengerjai Jovanda.

“trsu, trus, gimana respon bunda ?? sama kayak yang kamu pikirin yank ??” dengan gencarnya ia menanyai saya.

“iya yank, bunda ga suka sama kamu, gimana trusan . .” raut muka sedih saya memang sangat mendukung untuk berwajah suram saat itu.

Ia terdiam, ia menunduk. Berfikir, dan merenung tentang apa yang tidak di sukai bundaku darinya. Mata itu terlihat putus asa dan sayu tiada bersemangat. Bisa terlihat jelas bahwa keseriusannya sangat terlihat hanya dengan bagaimana ia mendengar respon mengenai orang tua saya. Maka dengan ini pastilah ia merasa sedih jika mendengar kabar macam ini. tak ingin membuatnya jauh hanyut dalam kenohongan ini, maka saya ungkapkan hal yang sejujurnya kepada dia sebagai obat penyembuh luka.

“yank, kamu kenal aku berapa lama sih ??” tanyaku tiba – tiba di luar pembicaraan.

“ha ?? ya dah lama yank. Dari smester 1 kan. Berati udah 2 taon ini. kenapa kok tiba – tiba tanya gitu ??” dengan wajah masih tak bersemangat ia bertanya padaku.

“kamu bisa bedain aku lagi bohong gak sih, hahahahaha” tawa itu lepas seolah saya tengah mempermainkan dia.

“jadi yang kamu bilang tadi bohong yank ?? seriusan dikit dong !!!!!” cubit itu tarasa panas di pinggangku hingga mau copot di putarnya 360*.

“adoooow, dooow, dooooow . . . ampun yank. Ampuuuun, iya tadi Cuma bo’ongan kok, adooooow !!!!” jawabku sambil meronta – ronta kesakitan.

“trus respon bunda yang bener gimana ?? hm . . ??” kini ia mulai tanya serius padaku denganmata sedikit melotot namun tetap saja tidak merasa menakutkan justru terlihat menggoda. Halaaaaaah . . . mikir apa saya waktu itu.

“jadi bunda itu suport sama hubungan kita yank. Semua tergantung aku, jadi kalo akunya fine dengan hubungan kita, ya bunda gada masalah. Bunda suka kok sama kamu, cocok gitu katanya” tuturku kalem meyakinkannya.

“kan apa aku bilang, masa Jovan di tolak sama camer, apa kata dunia, Yeeeey !!!” dengan bangganya hidung itu terasa mancung seperti pinokio.
Memang benar bunda support atas hubungan ini dengannya, namun ada satu hal yang sebenrnya tidak saya ungkapkan ke dia bahwasanya bunda lebih cenderung memilih Nbila ketimbang Jovanda. namun apa mau di kata, saat ini saya tengah pacaran dengan Jovan, jadi haruslah saya fokus terhadap hubungan saya agar tetap baik sampai nantinya tanpa harus terkontaminasi oleh angan – angan bunda.

Created BY : rakhaprilio KASKUS