Cerita Cinta – Chepter 36. Awal Bermain Bangkai

Chepter 36. Awal Bermain Bangkai

 

Seusai acara makan yang di gelar oleh tante Asri, maka kami berempat sepakat untuk jalan – jalan menikmati pemandangan di sekitar monas yang ternyata di sekitar areanya bisa di bilang cukup luas. Kira – kira lumayan lah buat tawuran 10 esema se Jakarta sekaligus.

Saya rasa di sini tidak banyak kejadian menarik yang harus saya ceritakan, sebab semua berjalan seperti seharusnya. Menyenangkan, dan penuh tawa di setiap waktu. Hingga pada akirnya saya yang kala itu sedang beristirahat di sekitar halaman monas daerah rerumputan berbincang ringan mengenai perasaan yang tengah Bila rasakan saat itu.

Ini bukan tentang perasaannya ke orang yang dia sayangi atau apa, tapi ini lebih pada perasaan secara emosional terhadap kondisi keluarganya. Bagaimana tidak ia harus merasa kesepian, jika kota kelahirannya sendiri di mana tempat yang seharusnya dapat ia jadikan untuk berkumpul dengan keluarganya justru memisahkannya.

Pelik sungguh itu masalah Nabila, andai saya punya jawab saat itu, pastilah saya akan menasehati ia dengan satu dua kata tentang apa yanga harus ia lakukan. Namun waktu berkata lain. Saya harus rela menunggu dan diam sejenak untuk mendapatkan solusi yang tepat atas masalah yang di timpanya.

“hay Bil, lo capek ??” tanyaku sambil menahan panas saat itu di bawah rerimbunan pohon.

“oh, enggak koq, Cuma bengong aja” mata itu memandang lurus dengan angannya yang kosong.

“gw tau koq lo lg kepikiran keluarga kan” tebakku sambil bermain rumput.

“haha, tau aja lo Kha” tepuknya pada bahu bertulang belakang ini.

“gw tau koq tiap denger kata Jakarta, seolah lo males buat balik ke sini, yak an . . ?”

“ya ga gitu jg sih Kha, gw males aja kalo di rumah paling yang gw temuin Cuma ade – ade gw sama embok. Bokap nyokap uda sibuk ama urusannya sendiri” tangan itu sambil lalu menjabut beberapa rumbut di sekitarnya.

“ya gw tau, cuman lo gam au kana de lo ngrasain hal yang sama. Sakit kan rasanya ? makanya lo harus ada buat adek2 lo sampe waktunya tiba. Soal ortu lo gw blom bisa kasih saran, kan gw baru smster 1 di sosiologi. Kalo dah sarjana gw janji kasih saran k lo, hehehehe” tawaku mencoba mencairkan hati Nabila.

“whahahahaha, makasih bnyak Kha atas janji lo, tapi nunggu lo sarjana itu lama banget. Hahahaha, tp gw hargain niat baek lo itu” mekarlah senyum manis itu dari bibirnya yang mungil.

“eh betewe lo masih deket ama Vanda ??” Tanya Bila tiba – tiba padaku.

“Vanda, ya cuman smsn kadang sesekali telfon doang sih” jawabku sambil lalu.

“mang da urusan apa sih ama lo kok sampe segitunya dia ??” Bila keheranan.

“ya paling dia cuman curhat masalah mantannya gitu – gitu doang”

“Owwh, yaudah kasih saran aja, gausah terlalu di seriusin Kha” saran Bila padaku.

“Iya – iya gw tau kok, eh udah sore nih, buru pulang” ajakku bangkit dari tempat dudukku.

“iya bos, besok tmenin gw di rumah yah” ajaknya bersemangat sambil bangkit berdiri.

“siap ndan, mandat di trima !” jawabku ala orang militer.

Stevy dan Fany masih asik narsis di depan monas sebagai momen pengabadian gambar, maka segaralah saya ajak mereka bergegas untuk segera pulang beristirahat di rumah, sebab besok kami masih mempunyai agenda yang padat. Dengan berharap bahwa kebohongan ini semoga tidak lekas tercium oleh Bila bahwasanya saat ini saya telah bersanding dengan Jovanda. Meski saya mulai menyadarinya, saat itu Bila ada rasa terhadap saya, dengan segala perasaan bersalah, saya tidak ingin melukai perasaan Bila yang lebih sensitive dari pada Vanda. Namun tetap saja, sampai pada akirnya bau busuk ini akan tercium juga oleh Nabila. Bahwasanya seseorang tidak akan pernah bisa menutupi kebohongan selamanya.

Created BY : rakhaprilio KASKUS