Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #32

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #32

Kembang Semusim (bagian 1)

Cerita Cinta Dewasa – Percakapan hangat dua sahabat lama itu akhirnya membawa Kino dan Iwan ke waktu makan siang. Seorang pekerja yang tubuhnya penuh peluh mengetuk pintu kantor Iwan, mengingatkan sang mandor bahwa telah waktunya istirahat. Iwan terburu-buru bangkit dan meminta Kino untuk tetap tinggal selama ia keluar mengurus para pekerja.

Kino meng-iyakan, menghirup sirup dingin yang tadi disediakan Iwan untuknya. Hebat betul sobat lamanya ini, walaupun ruang kantornya sederhana tetapi ia punya selera tinggi. Ada lemari kayu yang agak reyot tetapi bersih, dan di dalamnya ada sebotol sirup, sebuah termos es, setoples kopi, sekaleng gula, dan sebungkus biskuit.

Pikir Kino, pastilah temannya ini sering menerima tamu, dan bersikap profesional menyediakan minuman selagi bercakap-cakap. Darimana dia belajar public relation seperti ini?

Di dinding kantor Kino melihat ada sebuah kalendar bergambar gadis-gadis cantik dengan bikini minim, menunjukkan selera pemilik kantor yang membangkitkan senyum Kino.

Sejak dulu Iwan terkenal suka mengejar-ngejar gadis di seantero kota yang tak terlalu besar ini. Ia bahkan senang berkelana ke desa-desa sekitar dengan motor bebek pinjaman berwarna hijau tua itu. Apakah ia masih sering meminjam motor milik kantor ayahnya itu?

Ada juga sebuah sertifikat sederhana yang diberi bingkai tergantung dekat kalendar. Kino membaca tulisannya, menyatakan bahwa Iwandi Putranto telah lulus latihan kepemimpinan yang diselenggarakan Ikatan Pekerja Perkebunan Cengkeh.

Tambah kagum saja Kino kepada sobat lamanya yang tidak menyerah walau tidak bisa meneruskan pendidikan formal. Sejak dulu Iwan memang suka berorganisasi di Pramuka Sekolah, dan selalu ingin jadi pemimpin regu.

Dengan sertifikat dari ikatan pekerja, tampaknya ia ingin aktif di dunia buruh. Sebuah pilihan yang barangkali memang cocok untuk latarbelakang keluarga di mana ia dibesarkan.

Kedua orangtua Iwan bukan tergolong orang mampu; cuma punya sepetak sawah yang tak terlalu menghasilkan banyak padi. Ayahnya seorang pegawai rendahan di perusahaan bis yang tak terlalu besar.

Ibunya membuka warung sederhana di depan rumah di sebuah jalan yang tak terlalu banyak dilalui orang. Terlebih lagi, Iwan adalah anak tertua dari tujuh bersaudara. Pastilah sulit sekali mengatur keuangan untuk sekolah tinggi-tinggi.

Cerita Cinta Dewasa

Tetapi Kino punya keyakinan khusus tentang Iwan. Sobatnya itu pasti punya bakat untuk berhasil dalam hidup ini, karena punya motivasi kuat untuk berjuang melawan nasib. Iwan juga tipe pemuda yang tidak rendah diri dalam kesederhanaannya.

Ia bahkan terlihat punya percaya diri yang berlebihan, selain sangat enteng memandang hidup ini. Tampaknya, bagi Iwan tak ada yang sulit di dunia ini. Dalam hati Kino berdoa agar sobatnya ini punya karir yang bagus, dan siapa tahu nanti jadi salah satu manajer perkebunan.

“Ayo kita ke kantin perkebunan!” seru Iwan membuyarkan lamunan Kino. Sobatnya itu melongok di pintu setelah selesai dengan urusannya. Kino tak menolak, ia memang lapar dan segera mengiringi langkah Iwan menuju kantin yang sudah ramai oleh para pegawai perkebunan.

Mereka duduk dekat sebuah jendela tak berdaun. Udara segar berhembus masuk, menyejukkan muka kedua pria muda yang agak berkeringat karena menyantap masakan ala Padang yang pedas. Ini makanan khas kantin. Beras yang dipakai untuk nasi memang tidak begitu baik, tetapi suasana dan bumbu pedas membuat makanan mereka sedap.

Kino senang berada di tengah pekerja-pekerja keras menyantap hidangan penuh semangat. Orang-orang sederhana dengan selera yang tak macam-macam. Orang-orang yang menikmati apa yang mereka bisa nikmati tanpa banyak mengeluh.

“Jangan langsung menengok,” bisik Iwan tiba-tiba,
“Di sebelah kanan ada seorang gadis yang nanti akan kuperkenalkan kepadamu.”

“Siapa?” tanya Kino tanpa mengangkat mukanya dari hidangan di depannya. Iwan biasa bicara tentang gadis-gadis seperti ia membicarakan bunga-bunga cengkeh. Untuk ukuran kota kecil, Iwan termasuk play boy dengan koleksi gadis yang tak boleh dipandang sebelah mata.

“Anak salah seorang pemilik perkebunan ini,” kata Iwan sambil sesekali melirik ke arah gadis itu,
“Ayahnya di ibukota berkongsi dengan pemilik tanah di sini. Gadis itu anak kampus seperti kamu, datang ke sini untuk sebuah penelitian … ”

Mendengar keterangan Iwan yang terakhir, Kino mengangkat muka tetapi tidak juga menengok ke arah gadis yang sedang mereka bicarakan, bertanya,

“Penelitian sejarah?”
“Dari mana kamu tahu?” sergah Iwan.

Sialan, gerutunya dalam hati, si Kino ternyata termasuk ‘pasukan gerak cepat’ dalam soal gadis. Dulu waktu di SMA dia tidak begitu!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kino tertawa kecil, “Jangan takut, Wan..,” katanya,
“Aku tidak bermaksud menyaingi reputasimu. Aku kebetulan bertemu dengannya tadi, sebelum bertemu kamu.”
“Ya, dia tadi diantar Pak Rustandi,” kata Iwan dengan nada lega,
“Kamu pasti bertemu di tengah kebun.”

“Lumayan,” ucap Kino bermaksud mengomentari Karin sambil mengunyah rendang yang agak liat,
“Tinggi dan lincah seperti burung kenari.” Iwan tertawa mendengar istilah yang dipakai Kino,

“Ya…. Burung kenari itu sudah dua minggu di sini, tetapi baru sekarang ke perkebunan karena katanya mau melihat gua Jepang. Menurutku dia tidak cuma tinggi dan lincah. Dia seksi dan menggairahkan!”

Kino ikut tertawa memaklumi cara Iwan berkomentar. Kalau Iwan sudah menyebut-nyebut seorang gadis dalam percakapannya, pastilah ada kata-kata ‘seksi’ atau ‘sensual’ atau ‘menggairahkan’. Kadang Kino heran, apakah cuma itu perbendaharaan katanya kalau sudah menyangkut wanita? Lalu Iwan berbisik,

“Aku pernah lihat dia telanjang…” Kino tersedak. Iwan tertawa melihat sobatnya kaget,
“Lebih dari dua kali aku melihatnya mandi di sungai di belakang kantor perkebunan, dan sepertinya gadis itu sengaja membiarkan aku menontonnya!” katanya. Kino menghentikan suapannya,

“Gila kau, Wan!” sergahnya,
“Suka mengintip orang mandi!”
“Aku tidak suka mengintip,” bantah Iwan,
“Dia secara tidak langsung mengundangku menonton. Dia selalu mengatakan akan mandi ke sungai dan lewat di depan kantorku, sambil tersenyum genit!”

“Kamu yang mata keranjang!” sergah Kino sambil tertawa, “Gadis itu cuma tersenyum, kamu bilang genit.” Iwan mengibaskan tangannya,
“Ah, dari dulu kamu begitu Kino. Kamu anggap semua gadis innocent seperti Alma!”

“Tetapi darimana kamu tahu bahwa dia mengundangmu menontonnya mandi di sungai,” sahut Kino tak mau kalah, “Jangan-jangan itu cuma hayalanmu … untuk alasan mengintip!”
“Sinar matanya, Kino …. sinar matanya!” kata Iwan sambil menunjuk ke matanya sendiri seakan ingin memastikan bahwa lawan bicaranya tahu apa yang dimaksud dengan ‘mata’.

“Tadi kau bilang senyumnya, sekarang sinar matanya,” kata Kino sambil tertawa,
“Sebentar lagi kau akan bilang goyang pinggulnya!”

Iwan kembali mengibaskan tangannya tak sabar, “Kamu harus bisa membedakan sinar mata seorang gadis kalau memandang kita, Kino!”

Kino baru saja hendak membuka mulut menyahuti ajakan Iwan berdebat tentang gadis-gadis, ketika suara nyaring terdengar dari ujung sana. Karin memanggil Iwan dengan suaranya yang berkicau itu. Iwan mengedipkan sebelah matanya ke Kino sambil berkata lirih,

“Apa kataku … dia suka padaku!”, lalu pemuda itu bangkit menuju meja Karin yang sedang makan bersama Pak Rustandi. Kino menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa kecil. Bagi Iwan, semua gadis suka padanya.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kino menengok ke arah mereka, melihat Iwan bercakap-cakap sambil memegang ringan bahu Karin. Dari tingkahnya itu, Kino tahu Iwan sudah memasang jerat play boy-nya.

Cuma, melihat cara Karin meladeni sobatnya itu, Kino juga punya kesan justru gadis itu yang sedang memasang jerat. Ah, siapa yang jadi apa dalam permainan the spider and the fly ini? terawang Kino sambil tersenyum dalam hati.

Lalu tampak Karin sejenak melihat ke arahnya, dan Kino membalas lambaian tangan gadis itu. Perlu diakui, wajah gadis itu menarik walau tak cantik.

Sedangkan tentang tubuhnya, terus terang Kino tidak bisa memberi penilaian. Siang itu Karin memakai celana baggy dan kaos longgar. Lagipula ia duduk agak jauh, dan Kino tidak pernah melihatnya mandi di sungai!

Tak berapa lama, Iwan kembali ke kursinya, melanjutkan santapan. Ia bercerita dengan bangga bahwa Karin mengajaknya berenang hari Sabtu.

“Aku akan mengajaknya ke tempat rahasia kita,” kata Iwan,
“Kau masih ingat?”

Tentu saja Kino masih ingat sebuah wilayah agak terpencil di belokan sungai yang tertutup pohon-pohon perdu. Anak-anak muda sering berenang di sana sambil pacaran. Kino sendiri tak terlalu suka wilayah itu karena tidak ada cukup ruang untuk balapan berenang. Dia lebih suka bagian sungai yang lurus dekat jembatan desa.

Di sana, mereka bisa menggunakan jembatan sebagai tempat melompat dan starting point. Lalu tugu pembatas kecamatan di ujung yang lain bisa menjadi garis finish. Tetapi Iwan tampaknya tidak bermaksud mengajak Karin balapan berenang, dan Kino sudah bisa menebak apa yang akan dikerjakannya dengan gadis kota itu.

“Dia akan mengajak sepupunya,” kata Iwan dengan sinar muka berbinar sambil mengacungkan jempol,
“Sama cantiknya dengan si Karin.”

“Aku janji mengajak Susi berenang di pantai,” potong Kino sebelum Iwan mengatakan bahwa kedua gadis itu juga mengundangnya berenang bersama. Iwan terlihat kecewa,
“Ah, Kino …. jangan begitu, lah!” sergahnya sambil memasang muka serius,

“Kita berenang bersama dengan mereka, pasti kamu suka.” Kino tertawa,
“Kalau mau berenang, ajaklah mereka ke jembatan desa. Di sana kita bisa balapan renang. Sudah lama juga aku tak mengalahkan kamu, Wan!”

Iwan tambah kecewa, “Ayolah, Kino. Sekali-sekali main air tanpa balapan …,” katanya penuh harap, walaupun ia tahu Kino keras hati dan tak terlalu suka diatur.

“Bawa mereka ke pantai, kita berenang di sana,” kata Kino tegas karena ia jelas berada di atas angin. Ia tahu, Iwan harus memilih: bersenang-senang bersama Karin dan sepupunya, atau berkumpul bersama sobat lamanya.

Ia tahu pula, Iwan pasti akan memilih yang terakhir karena jelas baginya Karin adalah salah satu saja dari gadis-gadis di kamus kehidupannya. Cuma kembang semusim.

Iwan menghela nafas panjang, menyerah pada keteguhan Kino, dan akhirnya berkata,

“Baiklah, jam delapan pagi di pantai.”
Lalu sambil menggerutu, pemuda itu berkata,
“Untung saja belum aku katakan kepada Karin kemana aku akan mengajaknya!”

Kino tertawa tergelak. Sejak awal ia tahu, Iwan belum punya rencana apa-apa. Sejak dulu Kino lah yang selalu banyak ide, dan sobatnya itu cuma tahu tempat tersembunyi untuk pacaran. Kalau soal bersenang-senang di air dan di laut, Kino tak ada pesaingnya.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Pagi itu mereka jadi berenang berempat. Susi menolak ikut karena ingin naik sepeda bersama Ayah ke kebun rambutan milik paman di desa sebelah.

Iwan tidak berkata salah tentang Karin dan sepupunya, Dani.

“Lihat dada dan pantat mereka … menggemaskan!,” bisik Iwan kepada Kino ketika kedua gadis itu sedang jauh dari mereka di pantai yang ramai oleh orang-orang berlibur.

Karin dan Dani tampak berbeda sendiri dengan bikini yang cuma menutup tubuh mereka seadanya. Tentu saja banyak orang yang melihat ke arah mereka, ada yang sembunyi-sembunyi tetapi tak jarang yang sambil bersuit-suit menggoda.

Kino tergelak sambil mendorong pundak Iwan, “Pikiranmu cuma berisi itu, Wan. Hati-hati nanti otakmu menjadi terlalu encer dan mengalir keluar dari telinga!” sergahnya.
Iwan tidak meladeni ledekan sobatnya. Ia berseru sambil berlari menyongsong ombak, “Ayo main air bersama mereka!”

Kino segera mengejar. Bukannya ingin main air, tetapi ia memang sudah sangat ingin berenang di air biru sejuk yang belum terlalu kotor itu. Bagai si Manusia Ikan, pemuda itu menerjang ombak lalu menggerakkan seluruh kaki-tangannya dengan cergas dan gesit.

Tubuhnya bagai harpoon mencari ikan paus, melesat cepat menyusul Iwan yang juga sedang bergegas menuju ke arah Karin dan Dani.

Tak berapa lama terdengar jerit kedua gadis itu karena Iwan menangkap betis mereka di bawah air laut. Lalu ketiganya saling menghambur-hamburkan air, tertawa-tawa riang, lepas-bebas di bawah langit tak bermendung pagi itu.

Matahari memancar berderang bagai menambah guratan keceriaan. Angin tak terlalu keras dan laut lepas bagai hamparan permadani sutra yang bergelombang pelan-damai.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Bagi Karin, gadis ibukota yang lahir dan besar di alam metropolitan, laut seperti ini adalah selingan yang tak ada duanya. Jauh dari keriuhan metropolitan, jauh dari kehidupan jet-set yang terkadang meletihkan.

Di kota kecil yang berpantai indah dan berhawa sejuk ini, Karin menemukan oasis murni yang memuaskan dahaganya pada kehidupan alamiah; yang menjadi alternatif terbaik bagi kehidupan kosmopolit penuh gincu dan topeng kemunafikan. Di sini ia bisa benar-benar mengerti apa sebetulnya arti ‘bebas di alam lepas’.

Apalagi ada Iwan, yang dari ukuran ibukota tentu tidak ada apa-apanya, tetapi di tengah kemurnian alam justru tampak memikat. Mandor itu punya tubuh tegap yang menawan! bisik hati Karin ketika pertama berjumpa Iwan di perkebunan milik Ayahnya. Sejak perjumpaan pertama, Karin sudah terpikat, seperti Jane terpikat Tarzan!

Tetapi tentu saja, bagi Karin ketertarikan itu sama wajarnya dengan kalau ia tertarik pada barang di pajangan toko. Bagi Karin yang biasa hidup bebas, Iwan adalah sebuah objek petualangan yang menjanjikan!

Sudah beberapa kali ia berhasil menjerat pemuda itu, mengundangnya menonton (atau mengintip?) ia mandi di sungai. Karin ingin tahu, sejauh mana kenakalan metropolitannya bisa disebandingi oleh anak muda kota kecil ini!

Hanya saja, ia tak pernah memperhitungkan sebelumnya, bahwa Dani -sepupunya yang juga tinggal di ibukota- punya pikiran sama. Terlebih-lebih lagi, Karin juga tidak memperhitungkan adanya kemungkinan Iwan punya sahabat yang tak kalah menariknya!

“Siapa itu, Yin (nama kecil Karin adalah ‘kayin’ atau kemudian menjadi ‘Yin’ saja)?” tanya Dani ketika mereka tadi tiba di pantai dan sedang melepas pakaian. Karin memang tidak mengatakan sebelumnya kepada Dani bahwa ada seorang pemuda lain yang akan ikut berenang.

“Kino,” jawab Karin sambil membenarkan tali beha bikininya yang merosot,
“Teman si Iwan. Aku belum tahu banyak tentang dia.”
“Boleh juga …,” bisik Dani sambil tertawa genit.

“Dibandingkan Iwan?” goda Karin, walau dalam hati ia juga sedang sibuk membuat perbandingan.

“Mmmm …,” Dani memicingkan mata menimbang-nimbang, membuat Karin tertawa geli,
“Keduanya sama ganteng … tetapi Iwan lebih ….. apa, ya …. lebih ….,” Dani berpikir keras mencari kata-kata yang tepat.

“Lebih liar!” potong Karin, menahan suaranya agar tak terdengar kedua pemuda yang berdiri tak jauh dari mereka.

Dani tertawa gelak. Dadanya yang subur berguncang seksi. Betul, pikir Dani dalam hati, pemuda yang satu lagi itu tampak terlalu kalem dan dingin bagai gunung es. Beda sekali dibanding Iwan yang matanya selalu nakal. Ah, Dani suka mata yang nakal!

*** Cerita Cinta Dewasa ***