Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #34

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #34

Kembang Semusim (bagian 3)

Cerita Cinta Dewasa – Karin menggeliat bangun dan sejenak tersentak karena sadar bahwa tubuhnya terlelap di dada Iwan yang bidang itu. Walau bagaimana, ia malu juga membiarkan dirinya tertidur dipelukan pemuda yang tampan dalam kesederhanaannya ini.

Malu sekaligus senang. Sekaligus penasaran, kenapa dirinya begitu mudah tertarik pada seorang mandor perkebunan milik Ayahnya. Bukankah hubungan mereka adalah hubungan majikan dan buruh?

“Selamat sore,” kata Iwan sambil membiarkan Karin melepaskan diri dari pelukannya.
“Hmmm…,” gadis itu menggumam sambil menguap dan menggeliat, membuat gerakan sensual dengan tangan terentang di atas kepala.

Sejenak darah Iwan berdesir melihat dada gadis itu membusung penuh. Memang begitulah rumusan alam: wanita tampak sangat cantik dan menawan sesaat setelah bangun dari tidurnya.

Karin menjadi bukti nyata dari rumus itu. Dengan latar belakang langit yang mulai menyejuk, dan pohon-pohon di kejauhan mulai menyamar, Karin adalah pemandangan indah bagai lukisan-lukisan Basuki Abdullah!

“Enak tidurnya?” tanya Iwan sambil bangkit untuk meluruskan pinggangnya yang mulai terasa kaku akibat duduk diam tak kurang dari setengah jam. Karin tidak menjawab, melihat sekeliling dan mengernyitkan dahinya,
“Kemana Kino dan Dani?”

“Dani minta diantar ke toilet,” sahut Iwan sambil menawarkan tangannya untuk menarik Karin berdiri. Gadis itu membiarkan tubuhnya ditarik ke atas. Kedua matanya masih mengantuk, dan berdirinya pun masih terhuyung. Dia membiarkan Iwan merangkul pundaknya, mengajaknya menjauh dari pohon tempat mereka tadi beristirahat.

Langit menyemburatkan warna lembayung yang indah. Angin semakin sejuk membelai rambut Karin yang pendek, membuat gadis itu merasakan kesegaran baru yang luar biasa.

Berdua, bergandengan tangan, mereka menuruni puncak bukit menuju sebuah lembah lapang yang di sana-sini dihiasi semak dan perdu. Bunga-bunga bermekaran dengan warna yang menuju keseragaman akibat cahaya langit yang mendominasi alam.

“Kamu ingin lihat matahari terbenam dari atas sana?” tanya Iwan sambil menunjuk ke sebuah gundukan yang agak menjulang di seberang lembah.

Karin merasa tidak punya pilihan. Dipandangnya Iwan yang juga sedang memandangnya. Tangan keduanya masih bergandengan. Kedua mata pemuda itu menatap polos, dan Karin tak menemukan apa-apa di sana selain sebuah ajakan tak berprasangka.

Lalu juga ada senyum yang mengembang samar mengungkapkan keramahan. Sebetulnya Karin ingin melihat kenakalan di wajah pemuda itu, sebagaimana biasanya kalau Iwan memandang dirinya …. sebagaimana jika pemuda itu memandang dari seberang sungai ketika ia sedang mandi. Tetapi, kemana kenakalan itu?

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Baik,” kata Karin pelan,
“Tetapi janji … ” Iwan mengernyitkan dahinya,
“Janji apa?”

“Janji tidak akan macam-macam di sana,” kata Karin. Sekali lagi tabiat metropolitannya menampakkan wujud secara otomatis. Ia terbiasa menjaga jarak, walau dalam hati sudah ingin merapat. Ia terbiasa berkata A walau sebenarnya bisa langsung ke T atau Z sekalipun.

Iwan tersenyum lebar, “Aku tidak mengerti …, apa yang kamu maksud dengan ‘macam-macam’?” Mereka mulai melangkah berjalan berdampingan, bergandengan menuju lokasi menonton matahari terbenam.

“Jangan pura-pura tidak mengerti, lah!” sergah Karin sambil menyentak tangan Iwan.
“Aku memang mau memperlihatkan keindahan matahari terbenam,” kata Iwan sambil mengiringi langkah Karin yang masil lunglai karena baru bangun tidur, “Setelah itu soal lain.”

“Setelah itu apa?” desak Karin, membiarkan tangannya diayun-ayun seperti anak kecil digandeng orangtuanya.
“Kamu cantik kalau baru bangun,” sahut Iwan seperti tak peduli pertanyaan Karin.

“Setelah itu apa?” desak Karin, sama tak pedulinya.
“Aku senang menjadi sandaran tidurmu,” kata Iwan.
“Setelah matahari terbenam, apa yang akan kamu lakukan?” suara Karin meninggi.

“Apakah kamu mimpi indah?” tanya Iwan. Langkah mereka berdua tak terganggu oleh percakapan yang simpang siur ini.
“Kamu mengajak saya melihat matahari terbenam,” kata Karin berubah normal lagi,

“Setelah itu, apa yang akan kamu lakukan?”
“Biasanya mimpi di hari terang selalu indah,” kata Iwan sambil memetik bunga semak-semak yang mereka lintasi.

“Iwan!” sergah Karin sambil berhenti melangkah. Terpaksa Iwan ikut berhenti melangkah, memutar tubuhnya menghadap gadis itu yang sedang menatap tajam kepadanya. Pemuda itu tersenyum. Nah, seru Karin dalam hati, sekarang terlihat sinar nakal di matanya!

“Apa yang akan kamu lakukan setelah kita melihat matahari terbenam?” tanya Karin sambil terus menatap tajam. Tangannya masih terayun-ayun perlahan dalam genggaman tangan pemuda itu.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Aku akan menciummu,” sahut Iwan tenang, dengan senyum samar, dan dengan mata yang tidak menyembunyikan kenakalannya. Juga sedikit keliaran yang berkerejap cepat, berganti-ganti dengan semburat kecil birahi. Semua terbuka terpampang di kedua mata yang tak berkedip itu.

Karin membuka mulutnya. Tetapi ia menutupnya lagi, karena tak ada yang bisa ia ucapkan.
Lalu Iwan melangkah mendekat. Karin mundur selangkah, lalu berhenti karena punggungnya membentur batang besar sebuah pohon.

Mereka berada di sebuah jalan setapak yang menikung. Lenggang, tak ada orang di sekeliling. Tak juga ada langkah-langkah terdengar mendekat. Sepi, kecuali oleh suara burung yang pulang kandang dari mencari nafkah sepanjang hari.

Lalu Iwan melangkah lebih dekat lagi. Karin sejenak ragu, tetapi lalu tersenyum. Berani sekali mandor muda yang tegap ini! ucapnya dalam hati. Biar sajalah, aku ingin tahu seberapa pandai ia merayu gadis.

Lalu Iwan mendekatkan wajahnya. Mulutnya membuka sebentar, lalu segera menempel lembut di mulut Karin yang kini memincingkan matanya. Dengan sepenuh hati pemuda itu mengulum bibir Karin yang memang menggairahkan, merah merona seperti langit senja, basah mengundang seperti semangka matang di musim kemarau.

Iwan menikmati bibir itu, seperti seorang petualang menikmati temuan barunya. Bibir gadis kota! Bukan main! sergahnya dalam hati. Berbeda sekali dengan bibir-bibir gadis desa yang ia cium.

Bibir gadis ini seperti punya jiwa sendiri, memberi jawaban pasti kepada setiap penjelajahannya. Tidak pasif seperti bibir-bibir gadis yang ia cium, kecuali mungkin mirip si Ratih yang sering dibawa anak-anak kota M itu.

Ciuman mereka berlangsung cukup lama, dan baru berhenti setelah dikejauhan terdengar langkah kaki mendekat.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Kamu belum menunjukkan matahari terbenam,” kata Karin sambil menyeka bibirnya yang basah dengan punggung tangan. Suaranya tenang, seperti tak ada apa-apa. Iwan masih sibuk mengatur nafasnya yang tiba-tiba menderu.

“Janjimu palsu,” kata Karin sambil tersenyum penuh kemenangan, karena ia merasa jauh lebih berpengalaman dalam hal-hal tak terduga seperti ini. Dalam hati ia berkata: ternyata pemuda ini juga sama saja dengan pemuda lainnya: tak bisa menjaga janji, selalu tergesa-gesa ingin menaklukkan buruannya.

“Ada sedikit perubahan dalam rencana,” kata Iwan sambil tersenyum dan sambil terus mengatur nafasnya.

Mereka berdua mulai melangkah lagi. Tetapi kini sudah tidak bergandengan. Langkah-langkah orang terdengar mendekat. Serombongan anak-anak muda muncul dari balik tikungan; salah satu di antara mereka mengenal Iwan dan menyapanya.

Setelah itu ada gurauan. Ada canda sedikit menyelidik: siapa gadis baru bersama mu itu, Wan! .. dan Iwan cuma tersenyum. Karin juga acuh tak acuh. Langit pun acuh tak acuh. Angin terus bertiup tak terganggu. Segalanya berjalan seperti biasa.

Rombongan itu berjalan cepat menyusul, meninggalkan Karin dan Iwan kembali berdua.

“Aku suka mencium kamu,” kata Iwan setelah mereka tinggal sendirian lagi, melangkah pelan seperti sengaja membuat jarak dengan rombongan di depan.

Karin tertawa, mengeluarkan taktik ‘apa-peduliku?’ dengan muka yang sengaja memiaskan ketenangan. Ia ingin menyampaikan, bahwa ciuman tadi itu biasa-biasa saja.

Seperti ia biasa minum air dingin jika haus, atau seperti menoleh ke luar jendela dari mobil yang berjalan, atau seperti menguap dan menggeliat sehabis tidur panjang. Biasa saja. Tidak istimewa.

“Kamu tidak menikmatinya,” kata Iwan menyimpulkan sendiri makna tawa yang terdengar remeh itu. Tadinya Karin menyangka akan mendengar nada kecewa. Ternyata tidak.

Iwan mengucapkan kalimat itu seperti menyampaikan warta berita di radio. Walaupun yang diberitakan sebetulnya mengerikan, warta berita radio selalu bernada datar. Seperti itulah nada suara Iwan.

“Nanti, lah, kita bisa ulangi lagi,” ucap Karin dengan nada datar pula. Iwan tersenyum sambil meraih tangan Karin, mengajaknya bergandengan. Tetapi Karin menolak dengan halus. Lalu ia tiba-tiba berlari ke depan dan berseru,
“Ayo! Kita kejar matahari terbenam itu!”

Terpaksalah Iwan ikut berlari mengejar si burung centil yang ternyata kuat berlari juga!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Dani dan Kino sudah ada di lokasi menonton matahari terbenam terlebih dahulu. Karin curiga, kedua pemuda itu, dibantu Dani, sengaja mengatur rencana untuk berpisah jalan sebelum bertemu di sana. Tetapi Dani kelihatan tenang-tenang saja, dan dalam hati Karin bertanya: apakah dia juga dicium Kino? Betapa beruntungnya!

Ketika mereka duduk-duduk menunggu bola merah besar itu merosot turun ke garis langit, Iwan berbisik menyampaikan ‘insiden’ ciuman itu kepada Kino. Tentu saja ada sedikit bumbu-bumbu tambahan dalam bisikan itu.

Tetapi Kino cuma tersenyum samar, tidak mengalihkan pandangannya dari semburat merah jingga di langit di depannya. Percuma Iwan mencoba mengusiknya, Kino tampaknya bersungguh-sungguh untuk tidak peduli.

Lalu bola raksasa yang maha merah dan bulat sempurna itu menampakkan dirinya dari balik awan. Atau lebih tepat dikatakan, awan-awan yang tampak tak berdaya itu menyingkir patuh, memberikan panggung besar alam semesta kepada sang mentari.

Betapa berwibawanya, bola merah itu bergerak perlahan ke bawah menuju kaki langit. Seperti seorang maharaja melangkah tegap namun setapak demi setapak, memastikan agar semua kawulanya memperhatikan dengan seksama.

Lalu langit menggelap. Semua jadi kelabu. Kemudian hitam sama sekali. Sepasang anak muda itu sudah sampai di batas kota ketika hari telah benar-benar gelap.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Setelah mengembalikan motor ke garasinya, Iwan dan Kino mengantar kedua teman wanita mereka pulang. Di gerbang rumah besar milik Pimpinan Perkebunan yang juga adalah tempat menginap Karin dan Dani, kedua pemuda mengucap salam perpisahan.

Lalu Karin menyuruh Dani berjalan masuk lebih dulu, dan Iwan menyikut pinggang Kino untuk segera menyingkir.

Ketika mereka tinggal berdua, Karin menengadahkan mukanya dan berbisik, “Ayo, cium lagi.”

“Baik, Tuan Puteri!” sahut Iwan sambil menahan senyum. Tak peduli apakah ‘perintah’ itu patut atau tidak, Iwan menarik leher Karin lebih dekat lagi. Dengan gerakan perlahan tetapi penuh kepastian, pemuda itu mengulum bibir gadis kota yang tinggi hati tetapi penuh sensasi ini.

Ciumannya kali ini agak lebih bernafsu dibanding sebelumnya. Iwan tidak hanya mengulum, tetapi juga menjelajahi ruang dalam yang penuh harum nafas Karin itu dengan lidahnya. Dan Karin juga meladeninya dengan tak kalah bernafsu.

Ia bahkan membiarkan dirinya terbawa arus kencang yang membuat jantungnya berdegup lebih keras. Ia membuka mulutnya lebih lebar, ikut menerima lidah Iwan yang meronta-ronta liar di dalam. Seperti tuan rumah yang ramah, menyambut tamu yang memang diundang.

Karin bahkan memeluk leher pemuda itu, menempelkan dadanya yang busung ke dada Iwan yang bidang dan kekar. Ia membiarkan puting-puting payudaranya bergeletar samar ketika bergesekan dengan tubuh tegap itu di bawah behanya yang ketat.

Seratus atau seribu desir-berdesir rasa geli serentak menyebar dari puncak-puncak sensitif itu ke seluruh tubuhnya. Karin pun terpaksa mendesahkan apa yang dirasakannya. Ia merasa lebih baik menyerah.

Dan Iwan menjadi lebih berani. Ia meraih tubuh gadis yang semampai hampir menyamai tingginya itu lebih dekat lagi. Ia menelusuri punggung gadis itu, membawa kedua tangannya yang nakal ke bagian belakang yang sintal padat terbalut celana panjang katun itu. Ia juga meremas-remas, menyampaikan dimensi kegemasan dari kenakalannya.

Dan Karin mendesah lagi, karena kini ia seperti ingin melumatkan saja seluruh tubuhnya ke tubuh tegap itu; tubuh mandor perkebunan yang bekerja dengan gaji yang ditetapkan di ibukota oleh ayahnya!

Di kejauhan, Kino berhenti melangkah dan menengok ke arah mereka berdua. Hanya ada silhuet tidak jelas, tetapi Kino tahu apa yang Iwan dan Karin lakukan. Ia menghela nafas panjang, karena tiba-tiba pikirannya terusik: tidakkah pasangan itu menyadari keanehan di antara mereka?

Yang satu datang dari metropolitan dengan tingkah laku serba tertata. Yang lain lahir dan besar di kota kecil, dan tak pernah pergi lebih jauh dari 50 kilometer. Tidakkah pula mereka pernah mempertanyakan hubungan majikan-buruh yang secara tak sengaja ada di antara mereka?

Kino meneruskan langkah dengan menunduk. Ataukah aku yang terlalu banyak berpikir, setelah semua kejadian yang kualami di kota B bersama Trista? Tidakkah pengalamanku dengan Trista itu juga aneh dan tak wajar?! sergahnya dalam hati.

Tiba-tiba Kino melihat persamaan itu. Ya, ia kini berspekulasi tentang sahabatnya, yang mungkin akan menjalani lika-liku hubungan tak wajar antar dua manusia. Ia kini mulai membuat perbandingan, dan setelah itu membuat kesimpulan yang merisaukan.

Bagaimana kalau Iwan terluka dalam pacuan gairah di gelanggang berliku dan terjal itu? Bagaimana kalau ia terjatuh seperti aku dulu terpuruk? Tetapi bagaimana aku bisa tahu bahwa Iwan akan menjalaninya seperti aku menjalani keberlikuan dan keterjalan itu?

Kino menggeleng-gelengkan kepalanya dalam sepi. Ia jadi pusing sendiri. Sementara itu, di ujung lain Dani berteriak memanggil, “Yiiiiin! Ka-yiiiiin!… Paman bilang kita sudah ditunggu makan malam!”

Karin mencoba melepaskan diri. Iwan menahannya ….. dan Karin membiarkan lagi Iwan memagut bibirnya. Rasanya tubuh Iwan adalah magnit raksasa yang terus menarik tubuhnya menempel erat.

Gerakan meronta yang ia coba lakukan tadi, justru menambah gesekan-gesekan tak sengaja yang penuh sensasi. Karin justru merasa ingin lebih kuat dipeluk dan diremas.

Dani berteriak lagi memanggil. Gadis itu tidak bisa melihat dengan jelas apa yang Iwan dan Karin lakukan di kegelapan. Sinar terang dari ruang tamu melingkupi seluruh beranda di mana ia berdiri sambil memicingkan mata mencoba mengintip.

Tetapi sinar itu tak cukup kuat untuk menjangkau wilayah gelap di dekat pagar, tempat sepupunya mereguk gairah yang sejak tadi menggelegak itu.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Hmmmmm…,” Karin menggumam, mencoba mendorong dada Iwan tetapi dengan setengah hati. Setelah memagut bibir gadis itu dan meremas pinggulnya sekali lagi, akhirnya Iwan melepaskan ciumannya.

“Besok aku tunggu di sungai, jam makan siang …,” desah Karin sambil melangkah mundur. Nafasnya terdengar jelas terengah-engah. Wajahnya tak nampak dengan jelas, tetapi Iwan bisa melihat sinar matanya yang berbinar menggairahkan.
“Aku akan ada di sana …,” jawab Iwan sambil melangkah mundur pula.

Sejenak kemudian, kegelapan melengkapi perpisahan mereka. Iwan berbalik cepat, lalu setengah berlari mengejar Kino yang sudah jauh di depan. Dalam hati pemuda ini berteriak: akhirnya aku bisa menikmati seorang gadis kota!

Sementara Karin juga cepat berlari ke dalam rumah, tak mempedulikan ledekan Dani yang bersungut-sungut. Dalam hati Karin juga ada teriakan: akhirnya aku bisa menjerat macan liar itu!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Keesokan harinya, ketika jam makan siang hampir tiba, Iwan memerintahkan anak buahnya untuk tidak usah menunggu dia. Kepada salah seorang pegawainya yang paling senior, Iwan mengatakan agar para pekerja segera beristirahat begitu jam menunjukkan pukul 12. Tak perlu menunggu persetujuannya.

“Saya ada urusan penting,” kata Iwan menambahkan. Suaranya berwibawa dan menegaskan bahwa ‘urusan’ itu memang benar-benar penting. Pegawainya mengangguk patuh, dan segera pergi untuk menyampaikan perintah boss.

Dua menit sebelum waktu makan siang, Iwan sudah meninggalkan ruang kantornya. Langkahnya cepat tetapi tenang, seperti layaknya seseorang yang akan menjalankan suatu tugas penting dan menentukan.

Ia mengambil jalan memutar, keluar dari gerbang wilayah perkebunan di depan, lalu membelok ke kiri menyusuri sebuah jalan setapak yang tak pernah ramai. Hatinya berbunga, dan mulutnya bersiul menyanyikan sebuah lagu yang tak pernah ia ingat syairnya.

Jalan setepak itu menembus segerombolan kecil pohon kenari yang masih tersisa, lalu tiba di pinggir sungai yang biasa dipakai untuk mencuci pakaian-pakaian para buruh perkebunan. Iwan melangkah terus menuju ke arah hulu dengan melewati beberapa jalan sempit berbatu.

Ia menuju tempat mandi yang agak tersembunyi; tempat yang sebetulnya bukan rahasia, tetapi jarang dikunjungi di siang hari. Penduduk di sekitar perkebunan pada umumnya mandi di sore hari. Sedangkan para ‘pegawai tinggi’ mandi di kamar mandi moderen yang ada di kompleks perkebunan. Siang hari, tempat mandi ini selalu sepi.

Sementara itu, Karin berhasil membujuk Dani untuk meninggalkannya sendirian. Paman menyuruh mereka berdua pergi ke kota M untuk membeli makanan, tetapi Karin bersikeras agar Dani saja yang pergi karena ia harus melengkapi data tentang penelitiannya. Dani sempat memprotes, tetapi Paman tampaknya lebih percaya kepada Karin.

Maka pagi itu Dani pergi ke kota M, dan Karin ke kebun untuk menyelidiki dua gua lain bekas peninggalan Jepang. Ia memang sedang meneliti, tetapi tidak pernah mengatakan kepada pamannya, atau kepada Pak Rustandi yang menemaninya, bahwa ia juga punya ‘urusan lain’.

Pak Rustandi mengangguk patuh ketika pada pukul 11.30 anak “tuan besar” membebaskannya dari tugas mengawal. Lelaki tua itu segera menuju kantin karena perutnya keroncongan.

Tak ada dugaannya sama sekali, bahwa siang itu Karin menuju tempat mandi di sungai. Lagipula, ia tak pernah tahu tempat itu. Ia biasa mandi di kamar mandi perkebunan, karena ia merasa sudah tergolong ‘pegawai tinggi’. Bukan buruh!

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Karin melipat pakaiannya dengan rapi di dekat sebuah batu besar, di sebuah lekukan yang menjorok agak ke dalam. Sepi sekali sekelilingnya, dan gadis itu menyukai lingkungan asri yang tenang ini. Hanya dengan celana dalam nilon, ia melangkah masuk ke air dingin segar yang menyambutnya bagai serombongan dayang-dayang menyambut tuan puteri.

Brrrr … sejenak tubuh Karin bergetar kedinginan, tetapi setelah itu ia segera menyelam membiarkan seluruh badannya dipeluk sang air yang ramah. Bening dan transparan sekali sungai di bagian ini, pikir Karin sambil meraih batu-batu kecil di bawah.

Beberapa ikan mungil coklat kehitaman tampak terkejut, berenang menjauh dengan cepat, tetapi lalu kembali lagi setelah tahu bahwa mahluk yang barusan menyelam itu ternyata tidak berbahaya.

Iwan tiba di seberang tempat Karin menyelam sesaat setelah gadis itu memunculkan tubuhnya untuk yang ketiga kali. Langkah pemuda itu terhenti … amboi … apa yang dilihatnya sungguh menakjubkan. Karin seperti ikan duyung, agak tersembunyi di balik keteduhan pohon di seberang sana.

Sebersit sinar mentari lolos dari kepungan dedaunan, dan biasnya jatuh di tubuh telanjang berwarna kuning langsat menggairahkan itu. Iwan menelan ludah. Payudara Karin yang tegak membusung tampak semakin indah dalam cahaya alami yang agak remang.

Karin menoleh, merasakan kehadiran pemuda itu. Iwan masih berdiri terpaku dengan mata takjub. Karin tersenyum sambil berdiri di dasar sungai, membiarkan permukaan air hanya menyentuh bagian bawah kedua payudaranya.

Mata gadis itu bersinar nakal, karena ia tahu Iwan sedang terperangkap oleh pemandangan indah di dadanya. Kedua puting payudaranya mengkilat oleh air sungai. Kedua bukit putih mulus di dadanya menggelembung seperti mengajukan tantangan.

Lalu Iwan berjalan mendekat tanpa berkata apa-apa. Sambil melangkah meniti batuan-batuan, pemuda itu mulai melepaskan kancing bajunya satu per satu.

Karin menyelam lagi, membiarkan Iwan menikmati pemandangan indah yang kedua, ketika pantatnya yang kenyal-seksi terbungkus nilon basah itu sejenak menyembul ke permukaan, sebelum akhirnya hilang ditelan air.

Ketika akhirnya Iwan tiba di pinggir sungai dekat tempat Karin berenang, pemuda itu tinggal bercelana dalam juga. Dengan tergesa dilemparkannya celana panjang, sepatu bot, kaos kaki, dan baju dinasnya dekat pakaian Karin.

Lalu ia melompat ke air, menimbulkan suara ramai yang mengagetkan beberapa burung di atas pohon. Berterbangan, mahluk-mahluk berbulu hijau dan kuning itu ribut mencicit seperti segerombolan wanita marah-marah karena kegiatan gosip mereka terganggu.

Karin berenang menjauh sambil tertawa kecil. Iwan menyusul dengan cepat. Keduanya semakin menuju tempat yang penuh pepohonan dan tersembunyi. Karin pernah berenang sendirian di sini, dan tahu bahwa tempat ini adalah lokasi yang tepat untuk rencananya!

Iwan berhasil mengejar ikan duyung seksi itu dalam sekejap. Tanpa kata-kata, dipeluknya tubuh yang menggairahkan itu dari belakang. Karin menjerit tertahan, lalu tertawa senang ketika pemuda itu memagut tengkuknya.

Ia membiarkan pula tangan pemuda yang kokoh itu merangkul seluruh tubuhnya. Ia tertawa lagi ketika Iwan mendorongnya ke arah pinggiran yang gelap karena ada di sebuah relung yang terbentuk oleh akar-akar pohon besar.

Tetapi tawanya segera hilang ketika kedua telapak tangan Iwan tiba di dadanya, di bawah permukaan air. Tawanya berganti jerit kecil ketika Iwan mulai meremas. Lalu berganti desah panjang ketika remasan itu berubah menjadi gerakan memutar-memilin.

Keduanya pun sudah berhenti berenang, berdiri di dasar sungai yang menenggelamkan kedua tubuh mereka setinggi leher.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Hmmmmm…,” Karin bergumam seksi sambil memejamkan matanya dan meraih pinggang Iwan yang memeluknya dari belakang. Gadis itu bisa merasakan sebuah tonjolan keras menempel erat di bokongnya di bawah air. Pasti itu bukan ular sungai!

“Kamu menggemaskan!” bisik Iwan sambil menciumi bagian belakang telinga Karin, membuat gadis itu menggeliat kegelian.

Dengan penuh perasaan Iwan meremas dan menjelajahi dada Karin yang terbuai-buai di dalam air, bergoyang-goyang pelan seirama riak sungai.

Gadis itu merasakan kenikmatan ganda dari buaian air dan remasan gemas, membuat kedua putingnya langsung menegang, dan kedua kakinya seperti tak bisa berdiri lagi. Untung saja air dengan segera menyokong berat tubuh mereka, membuat keduanya setengah mengambang.

“Ooooh…,” Karin mengerang ketika Iwan mencubit pelan tetapi gemas salah satu putingnya. Ia menyorongkan tubuhnya lebih ke belakang, menempel erat ke tubuh pemuda itu.

Tak kurang dari 5 menit mereka berdiri dalam posisi yang demikian, Karin menggeliat-geliat manja dan Iwan meremas-remas gemas. Tidak ada suara lain, selain riak air yang agak ramai karena mengalir deras di antara bebatuan, dan sesekali desah samar dari mulut Karin meningkahi.

Lalu gadis itu membalikkan tubuhnya, dan Iwan mengangkat pinggangnya dengan ringan di bawah air. Segera saja posisi payudara yang sensual itu ada di depan muka pemuda itu.

Karin pun menjerit tertahan, ketika mulut Iwan yang panas membara menangkap salah satu putingnya. Rasa dingin air yang tadi melingkupi tubuhnya segera berganti dengan desir panas yang membakar cepat. Tubuh gadis itu seperti padang rumput kering yang terbakar di musim kemarau.

Sambil mengulum puting kenyal yang tak bisa sepenuhnya ia hisap ke dalam mulut itu, Iwan mendorong Karin ke sebuah batu besar di tempat gelap. Kini tubuh gadis itu terjepit tak bisa bergerak, dan selangkangannya terperangkap oleh bagian depan tubuh pemuda yang menonjol keras itu.

Karin mengerang merasakan kenikmatan kecil terbersit di antara kedua pahanya. Ia bergerak lemah, tetapi itu pun sudah cukup melipat-gandakan kenikmatan kecil itu menjadi kenikmatan sedang, lalu segera menjadi kenikmatan besar, dan akhirnya kenikmatan maha besar!

Iwan punya pengalaman segudang dalam menciumi payudara gadis. Ia sebetulnya agak kecewa karena payudara Karin tak beda rasanya dengan payudara gadis-gadis desa.

Padahal tadinya ia berharap ada perbedaan, mungkin dalam rasa, mungkin dalam bentuk, mungkin dalam warna. Ternyata tidak. Puting Karin tidak manis, atau asin, atau asam …. Memang rasanya lebih kenyal, tetapi tak terlalu istimewa. Warnanya? Mmmm … tak jauh berbeda, walau lebih halus mulus!

Karin punya pengalaman segudang pula dalam percumbuan, walau belum pernah bercumbu di sungai. Berbeda dengan Iwan, gadis ini terpesona oleh situasi yang kini melingkupinya.

Bercumbu di sungai, terjepit di batu besar, dan digigit-gigit kecil oleh mulut yang liar itu! …. ini pengalaman baru yang menakjubkan. Tanpa dapat ditahan, Karin tahu-tahu sudah ada di pinggir kaldera birahi. Ia tinggal melangkah sedikit lagi sebelum tercebur ke gelegak orgasme pertamanya!

Maka gadis itu mengerang dan mendesah meminta Iwan melakukan sesuatu yang belum ada dalam rencananya ketika tadi masuk ke air.

“Apa?” bisik Iwan sambil menciumi leher Karin yang basah kuyup.
“Aku ingin dicium di situ …,” bisik Karin sambil membuka celananya di bawah air. Cepat sekali celana itu lolos, dan untung saja tidak segera hanyut karena dengan cekatan gadis itu melemparkannya ke atas batu.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Dicium di mana?” tanya Iwan, benar-benar kurang paham.
“Ikuti perintahku, okay?” bisik Karin sambil tersenyum nakal. Iwan mengangguk sambil mengernyitkan dahinya.

“Angkat aku lebih ke atas …,” kata Karin, dan Iwan mematuhinya. Tubuh gadis itu kini hanya tenggelam sebatas pinggang.
“Sekarang kamu menyelam …,” kata Karin lagi sambil pelan-pelan membuka pahanya di bawah air. Iwan menyelam, dan dalam sekejap ia tahu maksud gadis kota ini!

“Sekarang lakukan …,” Karin menarik kepala Iwan di bawah air, lalu gadis itu menjerit pelan
“Ooooooh…”

Dan Iwan melakukan sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Tidak pernah di atas air, apalagi di bawah permukaan air! Dan Karin mengerang sambil berpengangan erat di kepala pemuda itu di bawah air.

Kedua pahanya terkuak melebar ketika lidah pemuda itu melakukan apa yang biasa ia lakukan di mulutnya ketika berciuman. Lidah itu menjelajah nakal. Nakal sekali … dan Karin suka sekali!

Iwan tahan berenang di dalam air cukup lama. Tetapi dengan kegiatan baru ini, ia butuh oksigen lebih banyak. Cepat-cepat ia mengangkat kepalanya ke permukaan air, lalu cepat-cepat pula kembali ke dalam air. Karin juga yang mendorongnya lebih cepat!

Sesaat Iwan melakukan sesuatu dengan kedua bibirnya di bawah sana. Karin mengerang dan merenggangkan lagi kedua pahanya. Ia ingin membuka diri selebar mungkin, karena rasanya ada sesuatu di dalam sana yang memerlukan sentuhan lembut tetapi cepat.

Karin menggeliat sambil bertahan agar tidak merosot di batu yang kini semakin licin oleh peluh di bokongnya!

Iwan melakukannya berkali-kali. Mengambil nafas berkali-kali sebelum tenggelam lagi didorong lembut tetapi setengah memaksa oleh ikan duyung yang sedang bertahta di atas batu itu. Gerakannya semakin cepat dan semakin tangkas.

Dan Karin merasakan orgasmenya datang secepat kilat. Tubuhnya menegang-meregang, lalu bergeletar kecil dan berkali-kali.

“Oooh!” jeritnya sambil memejamkan mata erat-erat. Ia tidak mau terbangun dari mimpi indah ini!

Tujuh, delapan, atau mungkin sembilan kali sentakan-sentakan nikmat memenuhi sekujur tubuh gadis ini. Dunia seakan sirna…. Langit pecah berantakan…… Pohon-pohon membaur dalam hijau yang pekat…… Air bergelegak tapi tak menenggelamkan……

Batu-batu tertawa riang riuh…….. Ikan-ikan berlompatan menyajikan tarian alam……. Udang-udang keluar dari persembunyiannya di balik batu…….. Burung-burung terbang berputar-putar sambil berkicau ramai.

Karin menggeliat untuk yang kesekian kalinya, sebelum membiarkan tubuhnya merosot masuk ke air lagi. Iwan memeluknya erat. Gila! pikir pemuda ini dalam hati, gadis ini cepat sekali mencapai puncak asmara. Dan apa yang barusan dia lakukan benar-benar gila. Benar-benar tak ternyana. Kegilaan yang tak ternyana. Betapa gilanya! Betapa tak ternyana!

Mereka berdua tak tahu, sepasang mata sempat melihat adegan itu. Cuma sebentar saja, karena pemilik mata itu kemudian memutar tubuh sambil menghela nafas panjang, meninggalkan tempat dengan kepala tertunduk lesu.

Kino tadinya ingin berenang juga. Ia tidak tahu Iwan dan Karin ada di sana. Tadi malam Iwan tak berkata apa-apa, cuma tersenyum-senyum seperti orang gila. Kino tak menyangka keduanya punya rahasia yang begitu mencekam. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, dan dalam hati berucap: semoga tak ada hantu air yang merasuki kedua temannya itu.

*** Cerita Cinta Dewasa ***