Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #36

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #36

Kembang Semusim (bagian 5)

Cerita Cinta Dewasa – Setelah peristiwa sensasional di sungai itu, pertemuan menggebu antara dua tubuh yang terdahaga birahi itu terjadi lagi di tempat-tempat lain. Selalu terjadi di kala Iwan istirahat makan siang, dan selalu berlangsung di tempat-tempat terpencil di sekitar perkebunan.

Ada banyak tempat seperti ini, tidak saja di dekat sungai, tetapi juga di ujung selatan perkebunan yang berbatasan dengan sebuah tebing terjal. Juga di hutan kenari yang tersisa di sisi timur, di sebuah rumah jaga yang telah lama ditinggal orang.

Karin menjalani pertautan-pertautan badani yang liar ini dengan antusiasme seseorang yang menemukan berlian tersembunyi di belantara. Iwan menggauli gadis seksi ibukota ini dengan semangat pemburu yang tak kenal menyerah.

Berdua mereka mendaki dan mencapai puncak-puncak tertinggi birahi mereka disaksikan serangga hutan, burung liar, dan pohon-pohon yang seakan bersekutu melindungi keduanya dari pandangan dunia.

Adalah Kino yang memberi peringatan awal tentang sepak-terjang kedua jiwa muda ini, di satu sore ketika Iwan dengan wajah berbinar menceritakan petualangannya. Mereka duduk mengangkat kaki di sebuah warung kopi yang sepi.

Pemilik warung bahkan meninggalkan mereka berdua karena hendak pulang sejenak mengambil beberapa kue tambahan untuk jualan malam hari.

“Kalian benar-benar nekad!” desis Kino sambil berkali-kali menggelengkan kepalanya, dan kadang-kadang menggaruk rambutnya yang kian terasa gatal.

“Aku menyukai spontanitasnya, Kino. Aku menyukai keliaran dan kebebasannya!” sergah Iwan tak peduli pada kekuatiran yang terpancar dari ucapan Kino.

“Tetapi kalian belum saling mengenal,” sela Kino geram, “Bagaimana kalau terjadi apa-apa … kalau dia hamil!” Iwan tertawa, membuat Kino semakin jengkel.

“Aku memakai kondom sekarang. Dia memberikan satu bungkus berisi selusin!” katanya riang. Seakan-akan segala yang disampaikan Kino bertolak-belakang dengan kenyataan. Kekuatiran Kino adalah keriangan Iwan.

“Kalian benar-benar gila!” sergah Kino kehilangan kata-kata. Ia tidak bisa lagi membantah ucapan Iwan, karena sahabatnya itu memang tidak peduli pada semua tanggapan Kino.
“Hei … relax man!” sergah Iwan. Wah, gerutu Kino dalam hati, kini dia pakai bahasa asing segala. Pasti meniru gaya si Karin juga!

“Dia bukan gadis pertama yang aku tiduri,” lanjut Iwan kalem sambil mengeluarkan sebungkus rokok filter. Bahkan rokoknya pun kini berganti! gerutu Kino dalam hati sambil menolak tawaran Iwan.

“Tapi harus kuakui, Karin termasuk istimewa dalam bercumbu,” kata Iwan sambil menyalakan sigaretnya.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kino diam saja sambil bersungut-sungut. Tetapi ia juga tidak beranjak ketika Iwan menceritakan dengan penuh semangat pengalaman-pengalaman seksualnya. Tak ada yang disembunyikan pemuda itu, semuanya ia ceritakan, sehingga Kino seperti sedang mendengar sahabatnya itu membacakan cerita porno.

“Kalian melakukannya tanpa perasaan?” akhirnya Kino menyela di antara cerita-cerita rinci tentang percumbuan Iwan.

“Tentu saja kami memakai perasaan! Perasaan nikmat! Nikmat luarbiasa!” sahut Iwan sambil tertawa berderai.
“Maksudku tanpa rasa cinta, dungu!” sergah Kino kesal, tetapi justru membuat Iwan tambah terbahak.

“Cinta?” sahut Iwan di antara tawanya,
“Aku baru kenal dia seminggu, mana mungkin jatuh cinta!”
“Itulah maksudku!” sergah Kino,

“Kalian melakukan itu semua tanpa cinta, tanpa perasaan sayang!”
“Kami tidak memerlukannya!” sahut Iwan tak kalah sengit, tetapi dengan wajah riang tidak seperti Kino yang berwajah geram.

“Kami tidak perlu sayang-sayangan. Kami menikmati sensasinya. Kenikmatannya, kawan! Itu yang kami kejar ….. ”

“Apa yang kalian kejar?” potong Kino setengah berteriak.
“Kenikmatan! Orgasme! Ejakulasi!” sahut Iwan cepat sambil mengambil sebatang rokok lagi dan langsung menyulutnya. Padahal rokok pertama masih ada seperempat batang.

“Kenikmatan seperti itu cuma sebentar, setelah itu apa?!” desak Kino tak mau menyerah.

“Setelah itu?” tanya Iwan sambil menghisap asap rokoknya dalam-dalam, lalu ia menjawab sendiri,
“Setelah itu ulangi lagi! Ha … ha … ha … ha!”

“Gila!” desis Kino sambil meraih cangkir kopi di depannya. Sekali teguk, isinya pun tandas.
“Mau tambah kopi lagi?” Iwan langsung bertanya, seakan-akan pembicaraan mereka remeh belaka. Tak penting. Tak perlu dikuatirkan. Kino menggeleng,

“Kalian benar-benar gila. Aku tak menyangka kamu cuma mengejar kenikmatan seperti itu, tak mempedulikan risiko.”

“Ah … kamu selalu sok suci!” sergah Iwan sambil mengibaskan tangannya, “Katakan padaku, apakah kamu belum pernah meniduri seorang wanita. Hayo, katakan sejujurnya!” Kino terdiam. Ucapan sahabatnya ini datang tak terduga.

“Selama kuliah di B, tidakkah pernah kamu meniduri seorang wanita?” kejar Iwan melihat sahabatnya terdiam. Sebetulnya, pemuda ini tak bermaksud berdebat dengan Kino, tetapi kini tampaknya perlu juga sesekali mendebat!

Kino menghela nafas. Ia merasa terpojok, tetapi juga sekaligus melihat peluang untuk membicarakan persoalannya dengan seseorang yang bersahabat.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

“Berapa wanita, eh?” desak Iwan sambil tertawa dan sambil meninju lengan Kino.
“Cuma satu!” sahut Kino cepat. Iwan tertawa lagi lebih keras.

“Aku tidak percaya!” katanya di tengah derai tawa. Kino sampai kuatir kalau-kalau pembicaraan mereka terdengar orang lain.
“Aku bukan seperti kamu, Wan!” sahut Kino, “Aku tak bisa meniduri wanita kalau tidak sayang kepadanya.”

“Tetapi kamu menidurinya, bukan!?” kata Iwan dengan semangat berlipat ganda karena kini merasa tidak lagi menjadi obyek pembicaraan. Kini obyeknya ada dua. Kini kasusnya bisa diperbandingkan!

“Kami saling mencintai!” sergah Kino, mencoba membuat garis yang jelas antara perbuatannya dengan perbuatan Iwan.
“Aku tidak peduli,” sahut Iwan, “Yang penting kamu meniduri-nya. Kamu bercinta dengannya!”

“Tetapi aku tidak mengejar ejakulasi semata!” Kino membela diri mati-matian.
“Jangan katakan bahwa kamu tidak ejakulasi, kawan!” sahut Iwan cepat sambil tersenyum lebar.

“Ya, aku menikmatinya,” kata Kino,
“Tetapi itu bukan satu-satunya yang aku cari!”
“Lalu apa bedanya dengan aku?” balas Iwan,

“Aku juga menikmatinya. Kamu juga menikmatinya. Cuma kamu mencari yang lain selain kenikmatan. Yah …, itu cuma soal pilihan saja, bukan?”
“Aku mencintainya,” sergah Kino,

“Mencintai bukan ‘cuma soal’ saja, Wan. Mencintai berarti lebih dari ‘cuma soal’. Jauh lebih dari itu!”

“Wah … wah,” seru Iwan sambil mengangkat kedua tangannya seakan-akan seorang penjahat menyerah kepada polisi, “Jangan terlalu rumit, Kino. Aku cuma tahu bahwa kita berdua sama-sama menikmati percumbuan dengan wanita!”

“Tidak, tidak rumit!” sergah Kino, walau sedetik kemudian ia sendiri ragu: betulkah cinta itu tidak rumit?
“Rumit buat aku,” sahut Iwan enteng,

“Dengan Karin atau yang lainnya, aku menikmati saja percumbuan itu. Aku tidak usah pusing memikirkan tetek-bengek perasaan.”

“Kamu belum pernah jatuh cinta?” tanya Kino, kini jengkelnya berganti dengan perasaan ingin tahu. Betulkah orang bisa tidak jatuh cinta? Iwan menggeleng,
“Aku tidak tahu apa itu cinta, Kino. Yang kutahu dadanya sintal, pinggulnya padat …. goyangnya …. ”

“Ah, sudahlah!” potong Kino disambut tawa Iwan yang berderai,
“Susah juga berdebat dengan kamu, Wan. Kita berdua hidup di dunia yang berbeda!” Iwan menepuk-nepuk pundak sahabatnya,

“Hei … relax man … tidak usah terlalu dipusingkan. Aku cuma mau berbagi cerita denganmu. Kebetulan, cerita itu tentang hubungan seks. Kenapa musti risau?”

Kino menghela nafas panjang dan menghempaskannya sekaligus. Iwan tertawa melihat tingkahnya. Dalam hati ia merasa kasihan melihat Kino penuh kerisauan. Ia juga heran, mengapa pemuda ini tidak berubah dari dulu, padahal sudah sekolah di kota besar.

Dirinya tetap tinggal di kota kecil, dan tetap tenang-tenang saja tanpa kerisauan. Mungkinkah karena aku tidak sekolah maka aku tidak risau? tanya hati kecil Iwan.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Sementara itu, di tempat lain, dua orang gadis berbicara setengah berbisik sambil tertawa-tawa kecil.

“Berapa kali kamu orgasme, Yin?” bisik Dani dengan mata berbinar.

“Wah, tak pernah aku menghitungnya!” sahut Karin sambil tertawa.
“Hati-hati, kamu bisa ketagihan, dan akhirnya tak ingin pulang ke ibukota!” sergah Dani sambil mencubit gemas pinggang sepupunya. Karin mencibirkan bibirnya,

“Ketagihan?” tanyanya enteng,
“Dia bukan lelaki satu-satunya buat aku. Walaupun memang dia agak lain ….. ” ucapannya mengambang.

“Lain bagaimana, Yin?” desak Dani tidak sabar, bergeser mendekatkan duduknya ke Karin seakan ingin memastikan agar tak satu pun kata yang terlewatkan. Karin tertawa melihat kepenasaran Dani,

“Dia betul-betul liar …. you know what I mean?” katanya sambil mencuil hidung sepupunya. Dani menggeleng, menopang dagu di tangannya, bertekad untuk mendengarkan kata-demi-kata dari Karin. …. Liar, ya liar. Betul-betul liar itu seperti apa? tanyanya dalam hati.

“Tanpa basa-basi …. tanpa sopan-santun!” jelas Karin sambil mengibaskan anak rambut yang menutupi dahinya,
“Dia menyukai tubuhku, dia ingin bercumbu, dan dia melakukannya dengan bersemangat, tanpa ragu-ragu!”

Dani tersenyum samar. Sepengetahuan gadis ini, ada beberapa pemuda di ibukota yang bisa digolongkan “betul-betul liar” seperti kategori si Karin. Tetapi pada umumnya mereka menghiasi keliaran itu dengan gincu sopan-santun.

Setidaknya, setahu Dani, cowok ibukota siap berdandan habis-habisan sebelum mengajak bercumbu. Ada semacam kesantunan, atau mungkin juga ketertiban.

“Aku suka lelaki seperti itu!” kata Karin lagi, “Aku suka kebebasannya dalam melakukan apa yang dia suka … tanpa berpikir panjang …. nekad …. berani mati!”

Dani membayangkan Andi, bekas pacarnya setahun silam. Dia juga nekad dan berpikiran pendek …. sayangnya juga bernafsu pendek, bisik hatinya sambil tersenyum.

“Kadang-kadang aku ingin diperlakukan seperti itu, Dani,” ucap Karin sambil memeluk lututnya, “Aku bosan pada kepura-puraan cowok-cowok di sekelilingku …. pura-pura tidak berminat pada seks, padahal kalau kita tidak melihat, mata mereka jelalatan.”

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Dani tertawa kecil. Memang Karin benar …. 100 persen benar …. tetapi apakah dia juga menganggap Mardi (pacar “resmi” Karin di ibukota) seperti cowok lainnya?

Apakah Karin cuma bersedia menjadi pacar Mardi karena Mercedes sport warna merahnya? Mengapa gadis ini bersedia ditiduri mandor perkebunan, padahal pacarnya itu punya segala yang tidak dimiliki Iwan?

“Aku tak peduli dia cuma mandor!” sergah Karin seperti bisa membaca pikiran Dani,
“Lagipula, aku memang tak berminat pada pekerjaannya …. aku berminat pada energinya yang menggebu.”

Dani tertawa lagi. Pilihan-pilihan kata Karin terkadang menakjubkan. Dia membandingkan ‘pekerjaan’ dengan ‘energi’, dan mengatakan lebih suka pada yang kedua. Dalam percumbuan persebedanan, profesi seseorang tampaknya kehilangan makna.

Apalagi Karin memang mengejar kenikmatan yang selama ini tak pernah bisa dimonopoli oleh profesi manapun.

Boleh saja para penerbang punya motto pilots do it better, tetapi siapa yang bisa menjamin seorang pilot lebih jago dalam bercumbu katimbang seorang kondektur bis kota? Siapa yang bisa menjamin seorang tukang sayur kalah kemampuan bersebedannya dibanding seorang manajer bank?

“Iwan memang don yuan asli, khas pria liar di tempat yang juga liar!” kata Karin menyimpulkan deskripsinya tentang pria kekar yang telah memberikannya selusin lebih orgasme itu.

“Kamu sedang tergila-gila, Yin!” sergah Dani, akhirnya bersuara juga setelah sejak tadi jadi pendengar yang baik.

“Memang,” jawab Karin enteng sambil turun dari sofa untuk meraih gelas minumannya, “Aku masih mau lagi bercumbu dengannya …. sekali lagi!”
“Satu kali?” tanya Dani memastikan.

“Ya! Satu kali!” tegas Karin sambil meneguk minumannya,
“Setelah itu …. goodbye!”

Dani mengernyitkan dahi. Entah kenapa, sekali ini dia meragukan ketegasan sepupunya. Entah kenapa, sekali ini dia menduga akan ada kelanjutan yang tak terencana dari semua petualangan gila-gilaan ini. Sesuatu yang mungkin agak mengejutkan ….. Tetapi apa?

*** Cerita Cinta Dewasa ***