Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #55

Cerita Cinta Dewasa – Pucuk Limau Pelangi #55

Menguntai Masa Lalu – 5

Cerita Cinta Dewasa – Pesta pernikahan Alma dan Devin berlangsung di sebuah gedung sewaan di bilangan selatan Jakarta. Mengenakan batik bernuansa coklat dan celana krem, Kino hadir sendirian, turun dari taksi yang membawanya dari hotel.

Dengan agak kikuk, karena baru kali ini hadir dalam pesta pernikahan di sebuah gedung mewah, Kino melangkah masuk. Beberapa orang berpakaian daerah menyambut para tamu, mengingatkan pemuda itu pada acara-acara kerajaan di cerita pewayangan.

Para pengunjung antri mengisi buku tamu. Kino patuh berdiri di belakang pengunjung yang terakhir masuk, menunggu giliran sambil melihat-lihat ke sekeliling. Sebagian besar tamu menggunakan batik. Tetapi pakaian-pakaian modern juga tak sedikit, dan bahkan tampil semakin nyata di antara lautan lukisan tradisional.

Kino memandang kagum kepada sepasang muda yang tampil bagai sejoli burung merak. Pria-nya memakai jas biru gelap dengan dasi kupu-kupu sutra putih, sementara yang wanita memakai long-dress ungu dengan belahan di samping sampai hampir ke pinggangnya.

Buat apa berpakaian begitu panjang kalau akhirnya disobek setinggi itu? pikir Kino sambil tersenyum geli.

Serombongan pemuda-pemudi metropolitan juga telah hadir. Para pemudanya memakai jas yang tidak selalu serasi dengan celana. Ada yang memakai jas hitam bercelana putih. Ada yang memakai jas hijau tua bercelana krem.

Sementara para wanitanya memakai pakaian ketat, rok pendek yang tak menyembunyikan kemulusan, dan baju-baju berleher rendah atau tipis menerawang. Celoteh mereka ramai sekali. Lepas terbuka, dan tampak wajar belaka.

Seorang pria gaek tiba dengan gagah, memakai setelan jas hitam, berdasi biru terang, dan memegang tongkat kayu yang tampak terawat. Banyak orang menyambutnya, menyalaminya. Pria itu tampak berwibawa, apalagi ia memegang cangklong di tangan kirinya, mengepul-ngepulkan asap tipis.

Seseorang di barisan Kino terdengar berbisik agak keras menyebut identitas si tamu istimewa, dan pemuda itu akhirnya tahu bahwa pria gaek tersebut adalah seorang pemilik bank besar di Jakarta. Kemana istrinya? tanya Kino dalam hati.

Barisan pengisi buku tamu beranjak sangat perlahan, dan orang-orang yang berbaris di belakang Kino juga semakin panjang. Tetapi pria terhormat itu tampak tidak perlu menunggu di barisan.

Dia maju dengan langkah tegap, diiringi serombongan orang yang membungkuk-bungkuk sopan, melewati antrian dan langsung mengisi buku tamu di sebuah meja khusus. Enak memang, menjadi orang terkenal dan terkemuka. Tidak perlu antri.

Selagi asyik memandangi dunia kecil di sekelilingnya itulah, Kino melihat sebuah mobil mewah berhenti di kaki tangga pintu masuk. Beberapa orang gadis berpakaian seragam panitia terburu-buru menuruni tangga. Pintu belakang terbuka, dan sebuah kaki indah muncul menapak aspal.

Sepatu ber-hak tingginya tampak mahal, terbuat dari bahan yang berkilauan tanpa harus menyilaukan mata. Seorang anggota panitia membuka pintu lebih lebar, sementara yang lainnya tampak membungkuk-bungkuk sopan. Siapa lagi ini? pikir Kino.

Pintu terbuka lebih lebar, kedua kaki indah telah menjejak aspal, dan kini tubuh semampai berbalut kebaya modern hijau-biru muncul. Sejenak pandangan Kino masih terpaku pada kesibukan panitia yang menyambut tamu itu, lalu pemuda itu mengangkat pandangannya untuk melihat wajah sang tamu ….. dan ia melongo.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Mba Rien!

Cantik sekali primadona tari dan bintang film itu tampil dengan senyum lembutnya. Selayaknya bintang yang biasa menerima sambutan, Mba Rien mengangguk kecil dan sopan (tetapi juga penuh kewibawaan dan sedikit kesombongan) kepada para penyambutnya.

Sebuah tiara (mahkota) kecil yang bergermerlapan tampak menghiasi bagian samping kepala wanita cantik itu. Kino melongo lebih lebar, menyadari bahwa rambut Mba Rien yang legam itu kini tampak jauh lebih indah dan menjadi bingkai sempurna bagi wajahnya yang tradisional.

Terdengar bisik-bisik kaum wanita di barisan antrian. Beberapa orang ibu segera memperbincangkan peran Rien dalam sebuah film di televisi. Kino mengikuti dengan pandangan takjub, Mba Rien melangkah gemulai diiringi para panitia dan beberapa perwakilan keluarga.

Sama halnya dengan sang pemilik bank, wanita cantik itu tak perlu antri dan langsung menuju meja khusus. Dua langkah di belakangnya, seorang pria ganteng berjas putih tampak berjalan santai dan seperti tidak peduli pada kesibukan di sekitarnya. Rambutnya yang gondrong dibiarkan tergerai menyentuh bahu.

Wajahnya betul-betul ganteng dan gayanya menandakan bahwa ia juga biasa ada di bawah sorotan spotlight panggung. Kilatan-kilatan lampu blitz dari para pemotret amatir maupun profesional tidak membuatnya bergeming.

Tiyar … bisik Kino dalam hati. Itu pasti Tiyar, pasangan hidup bersama Mba Rien sebagaimana yang ia baca di sebuah majalah gosip.

Kedua pasangan celebrity itu cepat sekali menghilang dari pandangan orang-orang yang masih patuh menunggu giliran mengisi buku tamu. Dengan gundah Kino berpikir: berani kah aku mendekati dan menegur Mba Rien? Akan kah dia masih mengenali seorang pemuda desa berbatik coklat yang tidak keren ini?

Ketika tiba gilirannya mengisi buku tamu, dan menyerahkan kado yang dibawanya, Kino memutuskan untuk tidak usah mengambil risiko mendekati Mba Rien. Jangan-jangan aku nanti diusir oleh para panitia yang tampaknya sibuk menjaga pasangan bintang itu dari serbuan para penggemar! pikir pemuda itu.

Lalu ia pun masuk ke ruang pesta dan semakin merasa kecil serta tak berarti, di tengah lautan orang yang riuh-rendah berbicara. Wangi aneka parfum bercampur-aduk. Warna-warni pakaian menciptakan mosaik yang agak memusingkan.

Tingkah laku sopan dan tertata apik menimbulkan kesan serba formal, menjelmakan semacam penjara maya bagi keserampangan dan kemerdekaan. Kino agak gelisah, dan menuju ke sebuah sudut yang agak sepi.

Acara tampaknya segera akan dimulai. Seseorang dari wakil keluarga tampak menuju microphone, mengucapkan selamat datang dengan rangkaian kalimat sopan yang berbunga-bunga. Kino menjulur-julurkan lehernya untuk melihat panggung pendek di depan.

Kursi-kursi di panggung itu masih kosong. Pengantin dan keluarganya masih belum muncul. Sebuah sambutan pendek terdengar dibacakan dalam intonasi bergaya pejabat. Kino tak terlalu mengerti apa isi sambutan itu, karena mengandung juga beberapa bahasa daerah yang halus dan bahasa asing.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kemudian ada musik daerah menggema, dan untuk pertamakalinya Kino merasa berada di sebuah wilayah yang ia kenal. Tentu saja ia akrab dengan langgam musik ini, karena berasal dari sudut-sudut kenangan di desanya.

Tersenyum lega, Kino melangkah mengikuti gerakan tamu yang ingin maju melihat pertunjukan tarian dan barisan pengantin. Tetapi karena gerakannya kurang gesit, Kino harus puas dengan posisi agak di belakang. Untungnya ia bertubuh cukup tinggi, sehingga dengan agak menjulurkan lehernya, pemuda itu bisa melihat iring-iringan pengantin secara jelas.

Di belakang serombongan penari yang bagi Kino agak kurang disiplin itu, tampak iring-iringan pengantin dan keluarganya. Wah, hampir saja pemuda itu tak mengenali bapak dan ibu Alma yang memakai pakaian tradisional dan ber-makeup agak kelewat tebal.

Dalam beberapa detik, Kino sempat berandai-andai, ayah dan ibunya beriringan di rombongan pengantin. Sambil tersenyum kecut, pemuda itu cepat-cepat membuang pikiran sembarangannya!

Alma tampak cantik sekali, walau jelas bahwa ia juga letih. Kino menatap lekat-lekat wajah yang dulu selalu ia rindukan itu. Ah, kedua matanya masih seperti dulu, membiaskan manja dan kekeras-hatian sekaligus.

Apakah ia masih suka merajuk sekaligus merengek dan merayu? pikir Kino sambil memandang ke seluruh sudut wajah yang pernah ia dekap lama-lama di dadanya itu. Alma menatap ke depan tak berkedip, melangkah seperti robot.

Sebuah senyum tipis tampak menghiasi keletihan di wajahnya. Di sebelahnya, Devan tampak gagah dan tegar. Kino harus mengakui, pemuda itu cocok menjadi pendamping Alma yang manja dan penuh kelembutan.

Lalu terjadilah sebuah keajaiban yang memang tidak selalu bisa dijelaskan dengan akal sehat. Ketika pasangan itu melintas di depan Kino, entah karena apa Alma menengok ke arah pengunjung yang menonton. Kedua matanya yang bening, letih sekaligus bahagia itu segera menemukan wajah Kino di antara lautan wajah lainnya.

Senyum Alma mengembang lebih lebar. Wajahnya tiba-tiba seperti melepaskan berjuta-juta elektron berisi salam perjumpaan sekaligus perpisahan. Kino menyambut senyum itu dengan senyum pula, mengangkat tangan untuk melambai sekejap.

Dalam perjumpaan pandangan yang cuma berusia 30 detik itu, Kino menerima pesan-pesan lembut yang berlipat-lipat ganda. Ada ucapan terimakasih di pandangan itu. Ada pula ungkapan maaf di sana. Ada salam perpisahan yang takjim dan tulus.

Semuanya tersampaikan dalam sekelebatan pandangan bening merasuk kalbu. Sebuah tusukan sembilu yang tak terlalu menyakitkan terasa menembus dada Kino. Pemuda itu menghela nafas panjang, menahan udara segar di paru-parunya selama beberapa detik, lalu menghempaskan kelegaan.

Rombongan pengantin berlalu menuju pelaminan. Tamu-tamu bubar kembali ke tempat masing-masing. Kino merasa pesta seakan-akan telah usai baginya.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Setelah beberapa sambutan lainnya, seorang pembawa acara bersuara merdu mempersilakan para tamu memberi selamat kepada pengantin, atau menikmati hidangan yang tersedia. Kino tadinya bermaksud menikmati hidangan lebih dahulu, tetapi ia merasa itu tidak sopan.

Maka sekali lagi pemuda itu ikut antrian tamu yang menanti giliran bersalaman. Sekali lagi pula ia melihat tamu-tamu istimewa, termasuk Mba Rien dan Tiyar, tidak perlu antri karena diberi kesempatan terlebih dahulu.

Dengan pandangannya Kino mengikuti segala gerak-gerik Mba Rien. Ia kini tampak sophisticated, pikir Kino, tidak saja cantik tetapi juga modern dan penuh percaya diri. Kebaya-nya bergaya masa-kini tanpa harus menampik keindahan tradisional. Rambutnya tidak digelung atau disanggul, melainkan dibiarkan tergerai indah.

Wajahnya seperti tidak memakai make-up, yang justru menambah tegas kecantikannya. Sebetulnya ia tidak super-cantik, tetapi keindahan mata dan bibirnya mendominasi hal-hal lain yang tidak begitu menonjol di wajahnya.

Inilah wanita yang dulu membuka dunia seksualitas ku, pikir Kino lagi dengan agak kecut. Pemuda itu ingat dengan sejelas-jelasnya apa saja yang pernah wanita itu lakukan kepadanya. Ia ingat ciuman bibir yang indah dan sensual itu.

Ingat jemari lentik yang tidak saja pandai menampilkan gerakan tari, tetapi juga membangkitkan gairah kejantanannya. Ingat wajahnya yang memerah-muda dan matanya yang terpejam ketika menikmati orgasme ….

Gila! sergah hati Kino. Kenapa bayangan-bayangan sensual itu yang muncul, dan bukannya kesuksesan Mba Rien sebagai penari dan bintang film?

Antrian bergerak begitu lambat. Terlihat Mba Rien menyalami dan mencium Alma. Lalu keduanya berbincang-bincang pendek. Dari kejauhan, Kino tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

Tetapi tampak sekali bahwa Alma sangat berterimakasih karena kehadiran wanita yang terkenal itu. Begitu pula kedua orangtua Alma dan Devan, tampak sekali bangga akan kehormatan yang diberikan seorang bintang kepada anak dan menantu mereka.

Apakah ia akan mau bercakap denganku? kembali Kino bertanya gelisah dalam hati. Kalau pun ia mau berbincang denganku, apa yang akan aku bicarakan dengannya? Apakah ia ingat peristiwa-peristiwa itu …. Ah! .. Kenapa harus selalu kembali ke sana … kembali ke kenangan-kenangan sensual belaka.

Tetapi … Ah! … memang cuma itulah kenangan bersama Mba Rien!! Sungguh gila memang, tetapi itulah kenyataannya: Kino pernah bermain cinta dengan bintang terkenal itu! Bintang terkenal itu pula yang memperkenalkannya pada dunia seksual! Itu kenyataan!

Mba Rien dan Tiyar akhirnya selesai mengucapkan selamat dan melangkah turun dari panggung pelaminan menuju bagian ruangan pesta yang berisi meja-meja makanan dan minuman. Beberapa gadis tampak mendekat dan menyorongkan kertas serta pena untuk minta tandatangan.

Mba Rien menerima dengan sopan, tetapi juga terlihat tergesa-gesa. Seorang panitia tampak berusaha mengurangi “serbuan” penggemar lainnya dengan menggiring pasangan celebrity itu menuju sebuah pojok yang lagi-lagi tampaknya dipersiapkan khusus untuk tamu VIP.

Kino tak lagi bisa melihat Mba Rien dari tempatnya berdiri mengantri. Lama setelah itu, barulah Kino mendapat giliran menyalami pengantin dan kedua orangtua mereka

. Ayah dan Ibu Alma mengucapkan terimakasih dan “…salam untuk Ayah – Ibu ..”. Pemuda itu tersenyum saja dan berkata bahwa kedua orangtuanya juga menyampaikan salam dan selamat.

Kemudian Kino menyalami Devan dengan kokoh, dan Alma berbisik ke suaminya, “Ini Kino yang aku pernah ceritakan …”, dan Devan tersenyum penuh arti. Bagi Kino, senyum Devan itu mengandung dua hal, kecurigaan dan kemenangan. Kino tidak suka pikiran yang terbit di kepalanya ini, tetapi entah kenapa dia juga yakin bahwa Devan tidak suka kepadanya.

“Terimakasih Kino, terimakasih banyak…,” bisik Alma ketika pemuda itu menyalaminya. Sebetulnya gadis itu ingin menyorongkan pipinya untuk ciuman, tetapi karena Kino tidak terlihat berupaya, ia membatalkan maksudnya.

“Semoga banyak rejeki dan banyak anak,” ucap Kino mencoba bercanda, tetapi suaranya agak bergetar.

Alma tertawa kecil, tetapi tidak berkata apa-apa. Kino melanjutkan langkah menyalami ibu dan ayah Devan yang tak begitu ia kenal. Keduanya pun tak terlalu peduli dan hanya mengembangkan senyum sopan yang tampaknya sudah terstandar untuk semua tamu.

Baru saja Kino hendak melangkah meninggalkan panggung pengantin ketika terdengar suara Alma memanggil. Pemuda itu menengok dan melihat Alma sedang menyalami seseorang, tetapi wajahnya menengok ke arahnya dan berkata cukup keras, “Jangan pulang dulu, aku mau foto bersama Mba Rien dan kamu!”

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Para tamu di sudut VIP tampaknya kurang meminati hidangan yang tersedia. Mereka hanya berbincang-bincang sopan antar mereka, atau dengan anggota keluarga pengantin. Rien dan Tiyar tentu saja menjadi pusat perhatian.

Tetapi keduanya sudah terbiasa menerima semua itu, sehingga seakan-akan sudah punya jawaban-jawaban standar untuk setiap pertanyaan yang diajukan. Tiyar berupaya mendominasi percakapan, karena dia memang telah ada kesepakatan di antara pasangan celebrity ini, yaitu Tiyar menjadi semacam “juru bicara” mewakili mereka berdua.

Pelan-pelan Rien menyingkir dari kerumunan dan mendekati sekelompok panitia dari keluarga pengantin untuk mencari semacam “perlindungan”. Tentu saja kelompok itu bersukacita, dan langsung mengelilingi wanita cantik itu seperti lebah-lebah penjaga melindungi lebah ratu.

Mereka menawarkan makanan, tetapi Rien yang sedang ber-diet untuk menjaga kondisi tubuhnya hanya mengambil sepiring kecil buah-buahan dan meminta air putih sebagai minumannya.

Beberapa saat kemudian, Tiyar tampak mendekat dan berbisik, “Mau sampai selesai?” Rien menjawab pelan, “Sampai selesai acara salaman. Alma meminta waktu untuk foto bersama.”

“Kita punya acara lain, lho ..,” bisik Tiyar lagi dengan agak mendesak. Rien tersenyum lembut, “I know … tetapi aku sudah berjanji.”

Tiyar menggerutu, tetapi ia tidak berkata-kata apa lagi dan menyingkir menuju meja-meja makanan. Pria itu sebenarnya heran, kenapa kekasihnya sangat menaruh perhatian kepada perkawinan “orang biasa” ini.

Ia memang pernah mendapat penjelasan singkat, bahwa Alma adalah tetangganya di kota kecil nun di sana. Tetapi kenapa gadis itu begitu penting, Tiyar tidak pernah mendapat penjelasan. Tentu saja Tiyar juga tak banyak tahu tentang Kino, karena Rien memang tidak pernah menyinggung soal pemuda itu.

Ketika Tiyar sudah menjauh, Rien duduk di balik sebuah pilar, terlindung dari kerumunan orang. Tetapi ia masih bisa melihat ke sekeliling ruangan pesta, dan diam-diam wanita itu mencari-cari sebuah wajah di antara lautan ratusan wajah.

Tadi ia mendengar dari Alma bahwa Kino sudah hadir, dan Rien pura-pura menerima kabar itu dengan biasa saja. Padahal, ia sempat merasa aneh juga ketika mendengar nama itu disebut.

Rien kini adalah seorang yang terkenal. Namanya sering menjadi jaminan bagi pengunjung yang berlimpah atau penonton yang berlipat ganda. Oleh sebab itu, ia kini juga sudah banyak menerima tawaran kontrak untuk iklan dan kegiatan-kegiatan sosial.

Citra Rien kini adalah sebuah modal besar yang dengan mudah bisa diterjemahkan menjadi uang dalam jumlah besar. Tetapi Rien juga adalah wanita yang datang dari kota kecil, tempat ia menjadi seorang guru tari tak terkenal. Saat menjadi orang tak terkenal itu lah yang kini agak mengganggu pikirannya.

Sewaktu masih tak terkenal, hubungannya dengan Kino tak terlalu menggelisahkan pikirannya. Rien bahkan menganggap “insiden” dengan pemuda itu adalah kenakalan-kenakalan kecil yang mewarnai masa mudanya.

Ia masih ingat semua sensasi seksualitas yang menandai insiden-insiden itu, dan untuk beberapa saat seringkali ia merasa mukanya panas kalau bayangan kenangan itu muncul di benaknya. Walau bagaimana pun, kenangan itu sangat membekas di diri wanita itu.

Kini Rien berpikir keras, bagaimana seharusnya ia menghadapi kehadiran Kino kembali dalam kehidupannya. Tentu saja ia bisa dengan mudah menghindar darinya, menyuruh Tiyar menyingkirkan pemuda itu dengan caranya sendiri. Ia juga bisa saja menolak dengan halus permintaan Alma untuk berfoto bersama, dengan alasan yang selalu bisa ia ciptakan.

Tetapi di sini lah keanehannya … Rien tidak ingin mengindari Kino. Ia bahkan ingin bertemu pemuda itu, karena jauh di dalam lubuk hatinya ia menyadari bahwa Kino adalah bagian dari masa lampau yang sesungguhnya.

Pemuda itu adalah salah satu keping penting dari mosaik indah sejarah hidupnya. Sebagaimana halnya sanggar tari kecil di sudut kota yang kini telah lapuk itu, Kino adalah pilar dari bangunan kehidupan masa kini yang gemerlap.

Rien berdiri sejenak dan memusatkan pandangannya ke seorang pemuda berpakaian batik coklat …

Wanita itu tersenyum diam-diam. Hmmm … dia masih seperti dulu. Rambutnya agak gondrong dan tetap agak berantakan. Wajahnya masih seperti itu: sedikit berkerut di bagian kening, dengan mata yang selalu gelisah walau juga hangat. Bibirnya masih sering membentuk garis tipis tegas tanda kekeras-hatiannya.

Tanpa disadari oleh Kino, wanita cantik itu memandangnya lekat-lekat, menimba kenangan-kenangan yang pernah ia jalani dengan segala kenakalan dan kejenakaan.

Hutan kenari, sepeda tua, pantai yang panas, sungai yang teduh, bioskop tua, jalan raya yang lenggang ….. semua gambar-gambar kenangan itu bermain di depan mata Rien, membentuk semacam latar buram bagi wajah Kino yang masih belum sadar bahwa dirinya sedang menjadi pusat perhatian.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Kino sedang terlanda bosan. Ia sudah makan sepiring nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Laparnya sudah hilang. Kini ia merasa letih berdiri dan sedang berpikir-pikir hendak ke mana setelah pesta. Ia mencari tempat duduk dan menemukan sebuah kursi kosong di dekat pintu menuju ruang belakang.

Baru saja Kino duduk, terdengar pembawa acara mengumumkan bahwa pengantin bermaksud istirahat dan para tamu dipersilakan menikmati terus hidangan yang tersedia. Dalam hati Kino bergumam, siapa yang mau makan lebih banyak? Tampaknya semua orang sudah kenyang, dan kini mereka semua saling berbincang menimbulkan suara riuh.

Lalu pembawa acara mengatakan bahwa pengantin bermaksud mengadakan foto bersama, dan saat itulah Kino mendengar namanya disebut.

Agak gentar, Kino bangkit dan berusaha menenangkan debur jantungnya. Ini lah saat-saat yang tidak terlalu ia sukai. Ia tidak suka pada kenyataan akan bertemu dengan seorang bintang sekaligus seorang wanita yang memperkenalkannya pada dunia seksualitas!

Tetapi ia juga sangat ingin bertemu wanita itu. Setidaknya, ia ingin melihat Mba Rien lebih dekat. Ingin memeriksa apakah wanita itu masih Mba Rien yang dikenalnya dulu?

Beberapa saat langkah Kino agak limbung, tetapi pemuda itu lalu menguatkan hati dan melangkah lebih pasti menuju panggung.

Rien juga melangkah ke panggung dari sudut yang berseberangan.

Kino merasa seluruh dunia sedang memandang ke arahnya. Ia menunduk dan melangkah lebih cepat, seakan dengan demikian ia bisa melarikan diri dari pusat perhatian. Tentu saja para tamu memandang mereka berdua.

Beberapa orang berbisik-bisik, siapa pemuda berbatik coklat yang berjalan menunduk itu? Mungkin saudara-nya Alma. Mungkin bekas pacarnya. Mungkin tetangganya. Mungkin … mungkin … mungkin … Aneka gosip pun bertebaran.

Tiyar berdiri memandang dari jauh dan mengernyitkan dahi. Ia tidak diajak foto bersama, dan dalam hati pria itu mendongkol juga. Walau demikian, ia juga sudah terbiasa melihat Rien di-“bajak” untuk berfoto oleh penggemarnya. Cuma ia agak heran melihat seorang pemuda asing diajak ikut berfoto. Siapa dia?

Alma tersenyum lebar melihat dua orang yang ia kagumi berjalan ke arahnya. Hatinya berdebar dan sekaligus berbunga-bunga. Biar bagaimana pun, kedua orang inilah yang merupakan bukti nyata bahwa ia berasal dari sebuah kota kecil yang teduh dan damai nun di sana.

Keduanya merupakan simbol-simbol yang selalu mengingatkan Alma bahwa ia bukanlah seseorang yang tiba begitu saja di ibukota; ia adalah pohon kecil dengan akar-akar yang tertanam ratusan kilometer jauhnya dari Jakarta!

Devan berdiri kikuk ketika akhirnya Kino mengapit pasangan pengantin itu. Rien tersenyum kepada Kino dan berucap pelan, “Apa kabar dik Kino …”

Kino gelagapan menjawab, dan Alma tertawa melihat kegugupan Kino, “Kenapa jadi gugup begitu, No!?” Kino tersipu dan menjawab sekenanya, “Aku gugup berhadapan dengan seorang bintang …”

Kali ini Rien yang tertawa renyah, “Jangan nakal begitu, ya, Kino …” Devan berdiri dengan perasaan tidak enak, tak mengerti apa yang terjadi di sekelilingnya.
“Habis ini, Mba Rien mau ngomong sama kamu,” kata Rien kepada Kino, “Jangan lari, yaaa…”

“Biar saya iket dia, Mba!” sergah Alma sambil tertawa, “Dia memang kelihatannya mau lari ..”

Kino tak bisa berkata apa-apa. Untunglah juru foto terdengar meminta mereka untuk berdiri diam menghadap kamera. Buru-buru semuanya mengatur diri dan tersenyum ke arah fotografer. Kilatan-kilatan blitz segera memenuhi ruangan. Kino berusaha keras menampilkan wajah wajar, walau ia sendiri tak yakin apakah kewajaran bisa tampil di saat seperti ini.

Dalam waktu kurang dari tiga menit, acara berfoto itu usai, dan cepat sekali Mba Rien sudah meraih tangan Kino dan setengah menyeret pemuda itu turun dari panggung pelaminan. Acara foto masih berlanjut dan kesibukan baru pun muncul di panggung, membuat kejadian Rien menyeret Kino tak terlalu diperhatikan.

“Mau dibawa ke mana aku, Mba?” sergah Kino dengan kocak. Rien tertawa geli sambil menyahut cepat, “Jangan banyak omong … ikut saja!” Tiyar berdiri keheranan melihat keduanya melangkah cepat ke arahnya.

“Pulang sekarang?” tanya pria itu tanpa mempedulikan anggukan sopan Kino.
“Ya ..,” sahut Rien pendek lalu dengan cepat pula saling memperkenalkan kedua pria di sisinya “Tiyar, ini Kino …. Kino, ini Tiyar” Lalu ketiganya bergegas menuju pintu keluar. Tiyar dan Rien berjalan duluan. Kino seperti dibawa terbang oleh sepasang malaikat.

*** Cerita Cinta Dewasa ***

Di mobil sedan mewah miliknya, Rien duduk diapit oleh Tiyar dan Kino. Baru saja mereka duduk, Rien sudah memberondong Kino dengan pertanyaan-pertanyaan.

“Kenapa ngga mampir ke sanggar Mba Rien … bukankah sudah Mba kasi alamatnya?”
“Aku sudah menelpon, tapi …”
“Ah, pasti kamu ditolak oleh operator. Kenapa ngga bilang bahwa kamu saudara saya?!” Kino tak bisa menjawab.

“Bagaimana dengan kesehatan kamu? Maaf, Mba Rien, ngga bisa menjenguk waktu itu …”
“Saya sudah sehat.”
“Kok bisa kecelakaan seperti itu, sih?”

“Ceritanya panjang, mba ..” Rien tertawa, “Bisa untuk cerita sinteron, yaaa ..!” Kino merasa diolok-olok, tetapi ia tak pula bisa marah.

“Mba becanda, lho … Jangan tersinggung yaa ..,” kata Rien, lalu wanita itu melakukan apa yang dulu sering ia lakukan: mengacak-acak rambut Kino seperti ibu mengacak-acak rambut anak lelakinya.

“Kamu ngga kangen sama Mba Rien?” sergah wanita itu sambil mencubit lengan Kino. Kino tersipu. Apa yang harus ia jawab? Tiyar menyela, “Semua orang kangen sama kamu, Rien …”

Rien tertawa lalu menengok ke arah kekasihnya, “Hei … jangan cemburu, dong!”
“Aku tidak cemburu,” gerutu Tiyar, “Tetapi kasihan, dong, sama Kino … pertanyaan kamu kok aneh begitu!”

Kino tersenyum mendengar gaya Tiyar membelanya. Diam-diam ia menyukai orang yang konon adalah kekasih sejati Rien itu. Kenapa mereka tidak menikah saja? tanyanya dalam hati. Seperti tak peduli pada gerutuan Tiyar, Rien mengulangi lagi pertanyaannya,

“Kangen atau tidak?” Kino mengangguk pelan, tak berani berkata-kata. Takut kata-katanya keluar dengan tak beraturan.
“Masih kayak dulu saja kamu … Malu-malu!” sergah Rien sambil mencubit lagi lengan Kino.

Mobil melaju cepat menembus malam. Jakarta bermandikan cahaya lampu. Dalam kelam, kota ini tak terlalu menampilkan kekeruhan dan kekacauan siang hari. Sudut-sudut gelap kota menyembunyikan ketidak-sempurnaan dan ketidak-senonohan. Kino sejenak mengalihkan pandangannya ke luar jendela, bertanya dalam hati: .. kemana aku akan dibawa?

*** Cerita Cinta Dewasa ***