Cerita Cinta – Chapter 3. Ospek Nabila & Fany

Chapter 3. Ospek Nabila & Fany

 

Pastinya sodara sekalian sudahlah tau, bahwasanya setiap Universitas selalu memberikan masa orientasi terhadap mahasiswanya, yang biasa itu di sebut OSPEK.

Begitu juga yang saat itu tengah saya alami.
Sosiologi kala itu terbagi dalam 80 kelompok kecil. Dimana setiap kelompok kecil terdiri dari 10 orang.

Dan angka 64 adalah urutan kelompok dimana saya di dalamnya. Terdiri dari 4 cowok, 5 cewek dan satu ekor banci.

Namun perlu di ingat banci itu bukan saya. Catat itu baik – baik sodara. Dia Steve, biasa teman – teman sekelompok memplesetkan namanya menjadi Stevy. Maklum, setatus kemaluannya masih di pertanyakan.

“Kha, kelompok 64 jugak ??” ucap seseorang di belakang punggungku berbisik.

“eh iya. Situ sapa ??” aku keheranan.

“oiya lupa, aku Nabila.” Sembari tangan itu meluncur di sampingku.

“Rakha, Nab.” Jawabku asal.

“Kok manggilnya Nab sih ?! emang gw kaya Jaenab ?!” jawabnya ketus setengah ngondek.

Nabila Larasati. Badan berisi, tak terlalu tinggi, yang jelas ia sexy, rambut bergelombang ala bintang Sunslik agak karatan, namun ia putih. Maklum, produk asli Bandung punya. Tak tau alasannya kenapa bisa terdampar sampai ke Malang jauhnya.

“Bil, kmn aj gw cariin jugak !” jawab seseorang jengkel kepada Nabila.

“Dari tadi di sini aj nyariin anggota kelompok. Nih kenalin . .” tak pakai izin
tangan ini pun di tariknya. Aih sungguh sadap sodara. .

“Rakha. Salam kenal.” Tak lupa senyum ini sebagai bumbu penyedap.

“Fany. Lo klompok 64 jugak kha ??” tanpa basa basi ia bertanya.

“iya. Sama kaya Bila juga.” Muka ini basi di buatnya.

Beda dengan Bila, Fany tipikal cewek yang tegas. Banyak omongnya, ga doyan bercanda, ga suka basa basi. Dia produk Jakarta asli, rambut lurus hasil mutasi, bibir tipis dengan sedikit bulu halus di atasnya. Yap, saya panggil dia Doraemon.

“mas, mas, nimbrung dong.” Sekali lagi Suara merdu menyapaku sodara sekalian.

“hm, . .” belum sempat respon daku menoleh. Siapa gerangan pemilik suara merdu ini.

“Astagfirulah haladzim !!” kulihat seonggok manusia. Banci setinggi enam kaki berdiri membelakangiku. Aku coba mundur beberapa centi, takut di tusbolnya pantat ini. Maaf saya trauma dengan banci.

“mas, mbok ya permisi dulu napa ?!” jawabku sewot.

“nah akuh bingung bengeed nyariin kelompokkuh da dimana mas.” jawabnya ngondek sembari menggoyang – goyangkan kepala ala Tina Toon.

“akuh Steve. Masnya siappah ??” hal yang tak kuinginkan terjadi, Dia ingin bersalaman denganku.

“Hm,. Ng . . .” aku pura-pura bengong.

Fanny dan Bila menatapku kosong.

Terpaksa.

Tangan ini bersilaturahmi.

Jadilah kami sepasang teman. Ingat sodara, HANYA berteman, tidak lebih, itu sudah cukup.

Tiga hari dua malam tumbang sudah badan ini. segala bentuk penindasan serta makian yang harus kami dengar telah usai. Bersenang ria lah para mahasiswa di buatnya.

Kecuali saya.

Sebab, saya jatuh sakit karnanya.

Jadi cukuplah saya memeluk mesra kasur di kosan tercinta, tak lupa bumbu senyum dari ibu kos muda. Aih sungguh menggoda pemirsa.

Created BY : rakhaprilio KASKUS