Cerita Dewasa – Sepotong Senja untuk Dini Part 2

Cerita Dewasa – Sepotong Senja untuk Dini Part 2

Sepeninggal Oom Tio..

“Yaa udah sayang, kamu ganti baju olah raga dulu sana.” saran Tante Mila.

“Oke, Boss!” Dini langsung beranjak dari tempat duduknya.

Tatkala dari posisi duduk ke berdiri, Dini rada membungkukkan tubuh. Nah kedua tokednya yang gemesin itu langsung tersaji dihadapan gue. Aduh biyung piye tho kie. Hahaha..

Gue langsung benerin posisi kontie yang ngaceng biar ga sakit.

“Hmm.. Kayanya ada yang barusan nyelip deh.” gumam Tante datar, sambil mengambil pisang dan mengupasnya.

“Eehh.. Eee.. Nyelip, Tan? Maksudnya?” tanya gue berlagak blo’on sembari menggaruk-garuk kulit kepala.

“Pura-pura ga ngeh atau emang bloon nih, Renoo?” tanya Tante Mila menyindir.

Kemudian dengan tenang Tante Mila mulai memainkan lidah merahnya di ujung pisang yang sudah terkupas kulitnya sambil menatap wajah gue dengan tatapan yang menggoda. Di jilat-jilat, di cucup-cucup kecil, dan kemudian,

“Lheepphh!!”

Batang pisang itu pasrah di kuas dengan telak dari bawah sampe ke ujungnya dengan lidah merah yang basah. Berulang kali menguas naik turun. Sesekali ujung lidahnya yang lancip itu tampak bergerak-gerak lincah mengulik bagian tengah kepala buah pisang.

Ouughhh shiitt!!! pada akhirnya, kepala pisang dan batangnya terkulum sempurna di dalam mulut Tante Mila.
Dikempot-kempotkannya sebentar pipi mulus yang mulutnya tengah tersumpal buah pisang sebelum menariknya pelan buah pisang itu sampe diujung, kemudian dimasukkan kembali sampe mentok, terus dikeluarkan lagi pelan-pelan, lalu di gigit baru dimakan.

Bujubuneeeng.. Gaya flirting oral yang sangat mantap baru saja di tunjukkan oleh wanita dewasa sekelas Tante Mila.

“Udah ahh!.. Biasa aja lagi Ren ngeliatnya ga perlu ngowoh gitu. Ntar kepengen lhooh. Hihihihiii..” kata Tante Mila diakhiri kikikan keledai seraya meninggalkan gue yang masih bengong sendirian.

Aaah.. Gue baru sadar kalo tadi gue ngowoh abis dan begitu serius melihat Tante Mila yang sedemikian hot nya dalam memberikan service oral pada buah pisang yang beruntung itu.

“Bisa ga yaa kontie gue kena oral Tante Mila??!” dalam hati gue berharap berat sembari mengatupkan mulut gue yang ngowoh.

“Woii.. Lets get d party started!!” teriak Dini kenceng dengan melambaikan tangan kearah gue untuk siap-siap jogging.

Sesaat setelah denger teriakan Rock and Roll khas Dini ajakan untuk jogging, gue pun membalas dengan teriakan dangdut khas Bang Haji, “Okee.. eehhh Mang, tarrii..ikk!!”

Kami berdua segera menuju pintu belakang rumah yang menghubungkan dengan halaman belakang. Ada sebuah kolam renang berair jernih disitu yang lumayan luas di hiasi dengan air mancur, perosotan, juga payung-payung besar yang dibawahnya ada kursi sandaran untuk berjemur.

Di belakang kolam renang melalui jalan setapak kecil menyeberangi sebuah parit yang kanan kirinya banyak di tumbuhi tanaman hias dan bunga aneka warna, terlihatlah hamparan sebuah lahan yang di kondisikan seperti tempat Outbond.

Yaah.. Bisa dibilang seperti kandang jorang punya Dik Doang tapi ini yang versi kecilnya. Ada beberapa pohon besar yang satu dengan yang lain di hubungkan oleh jembatan dari rajutan tali. Sebelah kanan dari Outbond area terlihat empang yang berisi ikan lele dan nila.

“Oke Din, lo siap?” tanya gue seraya melemaskan otot-otot leher.

“Yuupz!!” jawab Dini cepat.

Selang beberapa saat, “Jiaahh! ayo buruan lari, kok malah matanya yang lari ke tubuh gue sih?!” umpat Dini sambil melepaskan headset dari telinganya.

Ketika lengan putih itu terangkat keatas untuk melepas headset, terlihatlah sport bra yang dikenakannya ikut menyempit. Sehingga sepasang susu putih itu semakin membusung dan meronta, diiringi puting pinky yang pernah gue kontiein dan pejuhin itu nyeplak semakin jelas. Tak ketinggalan pula celah ketiak yang licin tampak mengintip.

Aarghh, entotin gue please, Dini sayang.. Kontie gue sudah berkaca-kaca neeh….

“Ehh!! emm.. I.iiya.aaaa, ding..” jawab gue kaget.

Karena pada saat itu gue juga sedang asyik memelototin sport bra ketat warna lembayung senja sedikit diatas puser yang ber-piercing emas putih. Belahan toked putih Dini terlihat jelas dan dalam menandakan mempunyai volume yang besar. Celana ketat model aerobik warna hitam selutut yang ia pake bermodel hipster, memperlihatkan kulit pinggang yg mulus dengan tatto imutnya.

“1, 2, 3.. Kiri!! Kanaan!!” ucap gue memulai lari kecil dan menggerak-gerakkan tangan. Dini pun mengekor dibelakang.

Sesekali gue menoleh ke belakang untuk melihat seberapa besar catatan skala richter akibat goncangan gempa yang di hasilkan oleh buah toket 36B kebanggaan Dini. Haha.. Ga tahan kalo ga ngaceng brow gue..

“Beib.. Kita naik ke pohon yuuk.” pinta Dini merajuk.

“Ogah ahh!! Males. Pohonnya tinggi gitu..” jawab gue rada jiper, coz gue emang Hi-phobia.

“Alaah cemen lo, Reen!! rambut aja yang di gondrongin kaya Didi Kempot lo! Haha..” ledek Dini.

Waduh biyungg…

“Muke gilee dah lo Din!! masak ngatain gue yang ganteng gini kek Didi Kempot??!” protes gue ga terima.

“Yaa udah kalo ga mau di katain Didi Kempot, ayo buruan naik ke pohon sama gue biar kaya Tarzan and Jane, Ren.” bujuk Dini.

“Tapi yang ini Tarzan buluk, hahaha!!” celoteh Dini tak lupa ngejitak kepala gue. Seettt dah ni bocah.

Segera saja Dini manjat pohon dengan lincahnya, yang sudah dikasih tangga dari tali temali. Gue bengong aja dari bawah ngeliatin pantat bahenol Dini yang bergerak-gerak lembut seiring langkah kakinya.

“Wah ga nyangka gue. Ternyata lo mirip banget sama Bekantan betina yang dari Kalimantan itu Din.. Pinter manjat pohon, wakakaka!!” seru gue dari bawah.

“Gue lemparin pisang sama kacang mau kan, lo? Jiakakakaka!!!” imbuh gue ngakak.

Yess!! Akhirnya gue bisa ngebales celamitan Dini dengan Sukses.

Dini sudah nyampe diatas pohon yang ada sebuah papan mengelilingi lingkar batang pohon.

“Kurang ajar lo, Tarzan gebleg!! ngatain gue mirip Bekantan segala!!” teriak Dini dari atas pohon.

“Awas lo ya! emang loo ga pengen ini? Hmmm??” tanya Dini sembari kedua tangan yang berjemari lentik itu meremas-remas toket dengan lembut sambil sesekali memelintir putingnya yang nyeplak di sport bra. Tentunya dengan tatapan mata yang bitchy.

Langsung aja mata gue ngowoh and mulut gue melotot. Eeh kebolak yaa gan? Langsung aja mata gue melotot dan mulut gue ngowoh di pamerin sesuatu yang sangat merangsang.

“Nhah ngowoh kagak lo?! juling kagak lo? Bener-bener mirip orang Epilepsi kumat tapi sayangnya ga pake ngiler, hahahaa!!” teriak Dini ngaco sambil ngakak abiss.

Anjriittt!! Bener-bener dah. Gue ngaku kalah deh kalo bersilat lidah sama Dini. Tapi kalau bersilat kontie jangan tanyaa. Tau rasa lo Din. Kampreettt!!!

“Hmm.. Oke Din, gue manjat ini pohon. Kalau cuma pohon segini sih sebenernya nanggung buat gue, Din. Percuma dong gue 3tahun di Cina.” bilang gue ke Dini dengan nada sombong.

“Oiyya?? Lo pernah stay juga di Cina selama 3tahun yaa, Ren? ngapain disana?” tanya Dini dengan mimik wajah serius.

“Nyapu halaman biara shaolin!!” sahut gue cepat sambil mulai melangkahkan kaki untuk memanjat pohon.

“Whatt!! Anjriitttt!!! Wakakaka!!” Dini terkaget dan tawanya pun meledak, sambil tak sengaja tangannya menggoyang-goyangkan tangga tali temali yang sedang gue panjat.

“Woi!!! jangan lo putar-putar gini dong talinya, Din!! Jadi oleng neeh.. Gue kan jadi berasa kaya Vin Diesel dalam film XxX!!!” teriak gue lantang dan rada panic. Kontie gue pun ikutan tegang. Tapi bukan tegang ngaceng melainkan tegang ikut deg-Degan.

“Hahaha!! Parah! lo emang gokil, Renn!! gokil abyiess..” tukas Dini.

Fyuuhhh… Akhirnya dengan perjuangan yang ekstra keras, gue pun sukses nyampe diatas.

“Selamat ya Reno sayang, dah bisa naik keatas.” bilang Dini.

Dari atas pohon, gue bisa memandang bangunan rumah utama, kolam renang, dan pemandangan sekitar. Hmm.. Indah dan Menakjubkan…

“Love you, Sweet Heart.” bisik Dini mesra, sambil memeluk gue dari belakang.

Gue pun membalikkan badan, berhadapan dengan makhluk cantik kekasih gue, Dini. Gue tatap kedua bola matanya yang bening. Hidungnya yang mancung, pipinya yang putih, wajahnya yang tirus dan di sanggah oleh bibir tipis yang merah alami. Semuanya itu disempurnakan dengan dagu bak lebah bergantung.

Ohh Goddd.. Terima kasih telah Kau berikan hambaMu ini seseorang yang sempurna. Sempurna di mata gue tentunya.

“Love u to0, My Litte Fairy..” jawab gue sambil menyingkirkan anak-anak rambut nakal yang menutupi kening dan sebagian wajahnya karena tertiup angin.

Gue peluk erat tubuh indahnya seakan ga mau gue lepas lagi. Ketika kedua telapak tangan gue memegang kedua pipinya, gue berucap pelan ke Dini,

“Do you know Schatzi, the precious pearl that I never find out before?”

“Nope.” jawab Dini singkat dengan mata sayu memandang gue.

“That is you, My Little Fairy. And I’m so happy with u as far as this time. I’m so glad to have you as mine.” bilang gue lirih sambil mengecup sayang keningnya.

“Thanx, Reno. Dan gue berharap, gue emang diciptakan dari tulang rusuk lo. So, gue bisa selalu ada buat lo. Meskipun andai gue cuma menempati di sudut hati lo yang sempit.. But I promise if I really wanna keep this feel with you, coz I could never live without you by myself..” ungkap Dini berbisik lembut.

Cerita Dewasa – Sepotong Senja untuk Dini Part 2